Nama lengkapnya Ka’ab bin Malik bin Amru bin al-Qin al-Anshory as-Salamay al-Khazrojy. Pada masa jahiliyah beliau termasuk penyair terkenal di bangsa Arab. Konon pada masa jahiliyah beliau biasa dipanggil Abu Basyir. Setelah masuk Islam beliau dipanggil Abu Abdullah. Beliau termasuk golongan sahabat yang masuk Islam pada awal-awal lahirnya Islam.
Semua sahabat Rasulullah mempunyai kelebihan dan kecakapan sendiri. Misalnya Salman dikenal sebagai ahli perang. Mush’ab bin ‘Umari dikenal sebagai ahli diplomasi. Sementara beliau dikenal dalam sejarah Islam sebagai penyair. Kepandiannya dalam membuat syair tidak lupa digunakan untuk berdakwah. Seperti halnya sahabat lain yang melakukan dakwah sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya.
Ibn Sirrin, seorang tabi’in, menyebutkan “Sahabat Rasulullah yang menjadi penyair adalah Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah dan Ka’ab bin Malik.” Lebih lanjut Ibn Sirrin menjelaskan, “Adapun kelebihan Ka’ab (dalam syairnya) beliau lebih suka membuat syair tentang perang. Beliau senang mengunakan kata-kata ‘Kami telah lakukan dan akan lakukan, juga mengancam. Sementara Hassan lebih senang menyebutkan kelemahan musuh dan kehidupan kesehariannya. Sementara Ibn Rawahah lebih senang menyalahkan kekafirannya.” Daus masuk Islam gara-gara mendengar syair Ka’ab bin Malik. Dalam syairnya disebutkan, “Kami berikan pedang-pedang yang terhunus pilihan, sekiranya mampu berbicara niscaya memilih kami untuk memerangi Daus dan Tsaqif.”
Untuk mempererat tali persaudaran dan hubungan satu sama lainnya Rasulullah memperkenalkan beliau dengan Tholhah bin ‘Ubaidillah. Riwayat lain menyebutkan dengan Zubair. Firman Allah dalam surah at-Taubah ayat 75: “Dan hendaklah kalian menyambung silaturahmi antara kalian dengan kitab suci Allah.”
Pada waktu firman Allah dalam surah as-Syu’ara 224: “Dan para penyair itu diliputi oleh orang-orang yang sesat” diturunkan, beliau langsung menghadap Rasulullah. Beliau berniat untuk tidak membuat syair lagi. Sesampainya di tempat Rasulullah, Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.” Jadi makna jihad tidak hanya sebatas berperang. Tapi jihad dalam Islam adalah berusaha dengan kemampuannya untuk menegakkan ajaran Islam di muka bumi. Mendengar ucapan Rasulullah hatinya menjadia tenang dan semakin yakin akan kehebatan ajaran Islam.
Pada waktu terjadi perang Uhud, beliau memakaikan pasukan Rasulullah dengan warna kuning. Di perang inilah beliau terkena luka sampai 10 luka tusukan dan tombak.
Beliau tidak ikut dalam perang Tabuk. Perang ini juga disebut perang al-’Usrah’(sulit) karena pada waktu itu cuaca begitu buruk dan kondisinya sangat tidak menyenangkan. Cuaca panas dan kelaparan yang menimpa umat Islam. Begitu juga jauhnya perjalanan untuk menghadapi bangsa Rum. Kononya bahwa bangsa Rum hendak melakukan serangan dahsyat terhadap umat Islam. Turunlah firman Allah, ”dan terhadap tiga orang (Ka’ab bin Malik, Hilal bin umyyah dan Mararah bin Rabi’) yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi menjadi sempit bagi mereka padahal bumi itu luas. Dan jiwa mereka pun telah sempit, mereka juga mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari sika Allah, melainkan kepada Allah lah mereka kembali. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesunguhnya Allah maha penerima taubat dan maha penyayang” (QS. at-Taubah: 118)
Pada waktu khilafah Utsman bin ‘Affan, beliaulah orang yang mendukung dan membela mati-matian. Bahkan beliau berusaha mengajak manusia untuk memberi dukungan padanya. Ketika terjadi perselisihan dan fitnah antara Ali dan Muawwiyah, beliau memilih untuk tidak ikut campur.
Selama berjuang bersama Rasulullah beliau telah meriwayatkan kurang lebih 80 hadits. Diantara riwayat haditsnya, Rasulullah bersabda; “Tidaklah dua srigala yang dikirim ke kambing gembala merusaknya ketimbang keingina manusia untuk menjaga harta dan kemuliaan agamanya.” (HR.Turmudzi).
Kumpulan syair dan kata-kata hikmahnya disusun oleh Sami al-Aly di Baghdad. Pada akhir hayatnya beliau buta matanya. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tahun 50 Hijriah.
Sumber:
Meniti Jalan Para Sahabat
Meniti Jalan Para Sahabat
Post a Comment Blogger Disqus