Warga Jawa Barat, masyarakat Pasundan khususnya, selama ini mungkin banyak mendengar cerita tentang adanya harimau gaib yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari Prabu Siliwangi. Harimau gaib ini digambarkan sebagai hewan berbulu loreng, atau ada juga yang mengatakan berbulu putih dan disebut sebagai Lodaya.
Disamping harimau loreng dan Lodaya, yang diyakini sebagai jelmaan Prabu
Siliwangi dan para pengikut setianya, sesungguhnya masih ada jenis harimau gaib
lainnya, yakni harimau yang berbulu hitam pekat. Nah, jenis harimau hitam
inilah yang mungkin masih kurang diketahui seperti apa asal-usulnya.
Meski terkesan musykil, namun bagi masyarakat Jawa Barat, khususnya yang
tinggal di daerah pinggiran, masih meyakini kalau ke semua jenis harimau gaib
tersebut hingga kini masih ada dan kerap menampakkan wujudnya di tempat-tempat
tertentu. Fenomena itu utamanya kerap terjadi di sekitar Leuweung Sancang,
Garut Selatan. Menurut cerita, di Leuweung Sancang inilah Prabu Siliwangi
bersama para pengikut setianya memutuskan jalan gaib dengan cara ngahyang atau
moksa.
Lantas, bagaimana asal-usul harimau hitam dari Pajajaran itu?
Menurut informasi, sosok harimau hitam yang kini dijadikan lambang kesatuan
kepolisian daerah di Jawa Barat ini tidak lain mulanya berasal dari salah
seorang tokoh pengabdi setia di Pajajaran.
Saat Prabu Siliwangi berkuasa, sang tokoh mendapat kepercayaan jabatan sebagai
pejabat tinggi keamanan, atau setara dengan Panglima Polri pada saat sekarang.
Dialah petinggi polisi pertama yang sempat diangkat dilingkungan Kerajaan
Pajajaran. Tokoh dimaksud tak lain adalah yang namanya populer dengan sebutan
Eyang Langlangbuana. Dia pertama kali ditunjuk sebagai pengabdi polisi di
lingkungan kerajaan pada 1515, dan bersamanya sempat pula ditunjuk dua orang
ajudannya, yaitu yang bernama Eyang Jagariksa dan Eyang Jagapirusa.
Disebutkan, ketiga tokoh inilah yang bertanggungjawab terhadap keamanan di
lingkungan dalam kerajaan. Mereka juga memiliki pos pusat di Pakuan, juga
sejumlah pos-pos jaga di kawasan Sukadana, Cibitu dan Cianjur.
Eyang Langlangbuana, atau yang dikenal pula sebagai Eyang Jagaraksa atau
Jagasatru, menurut sejarah, sebenarnya bukanlah orang Pajajaran asli. Dia
adalah pengembara yang berasal dari Kerajaan Bugis, Makasar. Kemudian dia
menikah dengan wanita di Pajajaran.
Sebelum singgah di Pajajaran, Eyang Langlangbuana sempat pula mengembara ke
belahan bumi lain. Seperti ke Tanah Arab yang lamanya 77 tahun, dan terakhir ke
Tanah Jawa, atau dalam hal ini adalah Pajajaran.
Seperti diceritakan, Prabu Siliwangi dan segenap pengikut setianya akhirnya
sepakat memilih jalan gaib untuk mati secara moksa. Sementara. saat mendapati
tekanan berat dari pihak musuh, Eyang Langlangbuana memilih jalan akhirnya
sendiri, yaitu meninggal secara wajar.
Menurut sebuah sumber, makam Eyang Langlangbuana berada di kawasan Cibule, di
kaki Gunung Pangrango, Cianjur.
Sudah barang tentu, Eyang Langlangbuana termasuk leluhur yang memiliki jasa
besar bagi Pajajaran. Makamnya kini sangat dikeramatkan. "Namun, untuk
dapat mencapainya, boleh dikata tidaklah gampang. Sebab, disamping lokasinya
yang berada di kedalaman hutan yang rimbun, juga untuk tiba di sana kita pun
harus siap berjalan jongkok dan merayap, dikarenakan makam itu terkurung oleh
pohon-pohon yang besar," tegas sumber yang enggan disebutkan namanya.
Post a Comment Blogger Disqus
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.