Masjid Al Alam Berdiri Sejak Tahun 1600 Yang Mempunyai Nilai Historis.
Ada ratusan tempat ibadah umat Islam di Jakarta merupakan bangunan tua, bahkan umurnya lebih dari empat abad. Salah satu yang paling tua adalah Masjid Al-Alam, di Kampung Marunda Pulo RW 07 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Masjid yang berdiri sejak tahun 1600 itu, mempunyai nilai historis tersendiri. Lokasi Masjid yang berada persis di pesisir pantai Marunda merupakan salah satu 12 obyek tujuan wisata pesisir di Jakarta Utara.
Konon Masjid Al Alam (Al Auliya) Marunda, dibangun hanya dalam tempo semalam. Banyak kisah heroik muncul dari masjid ini, di antaranya Si Pitung.
Kedatangan para peziarah dari berbagai daerah, tidak lepas dari keistimewaan sejarah Masjid Al Alam yang konon dibangun oleh Walisongo.
"Masjid ini dibangun Walisongo dengan tempo semalam, saat menempuh perjalanan dari Banten ke Jawa," kata M. Sambo bin Ishak, wakil ketua Masjid Al Alam. "Karena itu, nama asli masjid ini Al Auliya, masjid yang dibangun para wali Allah," lanjutnya.
Sementara di tempat terpisah, tokoh Betawi, Alwi Shahab, mengatakan bahwa pendiri masjid Al Alam adalah Fatahilah dan pasukannya pada tahun 1527 M, setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa.
Ada keyakinan di masyarakat Marunda, bahwa Fatahillah membangun Masjid Al-Alam hanya dalam sehari. Meski berbeda pendapat, baik Sambo dan Alwi Shahab mengatakan hal yang sama bahwa Masjid Al Alam dibangun hanya dalam tempo semalam, meski pijakan alasan keduanya berbeda.
Berangkat dari tempo pembangunan itu, tidak mengherankan bila masjid yang ukurannya mirip mushala itu menjadi istimewa bagi masyarakat Marunda khususnya, dan umat Islam umumnya. Terlebih bila mengingat bahwa Masjid Al Alam juga sarat nilai sejarah perlawanan terhadap penjajah.
Seratus tahun kemudian (1628-1629), lanjut Alwi Shahab, ketika ribuan prajurit Mataram pimpinan Bahurekso menyerang markas VOC (kini gedung museum sejarah Jakarta) para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di Marunda untuk mengatur siasat perjuangan.
Penuturan Alwi Shahab tersebut, senada dengan penjelasan Sambo tentang lubang kecil berbentuk setengah oval yang terdapat di bagian kiri masjid Al Alam. Menurutnya, lubang tersebut digunakan sebagai pengintaian terhadap bala tentara musuh.
"Tidak hanya tentara Demak, tapi juga Si Pitung, Si Ronda, Si Jampang, Si Mirah dan lainnya pernah bersembunyi di sini dari kejaran Belanda. Mereka bisa selamat karena menurut cerita, bila bersembunyi di Masjid ini mereka tidak akan kelihatan." ujar Alwi.
Sementara itu, melihat arsitektur Masjid Al Alam akan mengingatkan pada model Masjid Demak, namun berskala lebih mini ukurannya 10×10 meter. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang oleh 4 pilar bulat seperti kaki bidak catur.
Mihrab yang pas dengan ukuran badan menjorok ke dalam tembok, berada di sebelah kiri mimbar. Uniknya masjid ini berplafon setinggi dua meter dari lantai dalam.
Kemudian, di bagian kiri Masjid, dulunya merupakan kolam yang digunakan untuk mencuci kaki sebelum masuk masjid. Ini mengingatkan pada arsitektur Masjid Agung Banten Lama. Bedanya, kolam di Masjid Agung Banten Lama terletak di bagian depan halaman masjid.
Beberapa bagian masjid lainnya masih asli. Di antaranya adalah tembok di ruang utama masjid yang memiliki ketebalan sekitar 27 cm dan hiasan jendela yang terdapat di ruang pengimaman. "Itu juga asli, dalamnya terbuat dari batu giok," lanjutnya.
Selain itu, Sambo juga menunjukkan sebuah tongkat yang terukir melingkar seperti ular. Menurutnya, tongkat itu cukup istimewa dan hanya dikeluarkan setiap hari Jum'at saat khutbah.
"Tongkat ini datangnya misterius. Tiba-tiba datang ke sini lewat air," katanya.
Saat ini, masjid yang terletak di tepi pantai itu tidak pernah sepi. Selalu diziarahi, terutama setiap malam Jum'at Kliwon dengan kegiatan rutin berupa istighotsah.
Begitu juga sumur tua yang usianya ratusan tahun tersebut berada di samping masjid sampai saat ini air masih tetap mengalir dan tidak pernah kering.
Dengan keistimewaan Masjid Al Alam, baik nilai-nilai sejarah perlawanan yang heroik dan karomah para pendirinya, dalam perkembangannya juga membawa manfaat bagi masyarakat sekitar Marunda, baik yang berhubungan dengan nilai-nilai Islami maupun rizki.
Dengan ramainya para peziarah, masyarakat bisa mengambil keuntungan dengan menjual makanan di sekitar Masjid Al Alam. Apalagi saat bulan suci Ramadan.
Demikianlah keistimewaan Masjid Al Alam atau Al Auliyah Marunda. Meski dibangun hanya dalam tempo semalam, tapi manfaatnya terasa hingga ratusan tahun.
"Bangunannya mengandung budaya Jawa, Arab, dan Eropa," ungkapnya. Gaya Jawa terlihat pada atap joglo yang bertingkat dua, gaya Arab terlihat pada ukiran kaligrafi, dan gaya Eropa terlihat pada empat tiang yang menopang atap masjid.
Saat Ramadhan tiba, banyak jemaah, dari Jakarta maupun dari daerah, sejak awal hingga akhir Ramadhan. Menjelang 10 hari Idul Fitri, lebih banyak orang yang datang untuk beri'tikaf.
"Setelah melakukan i'tikaf biasanya mereka berziarah ke rumah Si Pitung sambil menikmati suasana pantai publik Marunda," ungkap Aman. (adi)
Fatahillah Bangun Masjid Al Alam Selesai Satu Malam
Masjid Al Alam yang tampak kuno dibangun 1527 oleh Fatahilllah dan Para Wali
Masjid Al Alam di tepi pantai Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dibangun oleh Fatahillah tahun 1527 hanya dalam satu malam untuk menghadang serangan armada Portugis. Fatahillah atau Fadhlulah Khan alias Faletehan adalah seorang panglima Pasai pengusir penjajah Portugis menggantikan Abdul Qadir bin Yunus atau Dipati Unus menantu Raden Patah Sultan Demak pertama.
Saat mengusir tentara Portugis dari Batavia, Fatahillah merasa perlu untuk mendirikan masjid guna menggembleng pasukannya dan sebagai tempat ibadah. Konon masjid yang saat itu hanya berukuran kecil dibangun hanya dalam waktu satu malam bersama prajuritnya.
Masjid Al Alam yang juga dikenal sebagai masjid Si Pitung itu kini masih terawat dengan baik dan berkali-kali dipugar hingga berukuran besar.
Dikisahkan, Fatahillah bersama pasukannya yang berasal dari Banten datang ke tepi pantai Marunda untuk menghadang armada Portugis saat akan mendarat di lokasi itu. Selain diiringi pasukannya, Fatahillah juga ditemani beberapa orang Waliyullah (ulama kekasih Allah) yang memiliki karomah tinggi.
Tetapi Fatahillah tidak menempatkan pasukannya hanya di satu lokasi. Sebagian pasukannya dikonsentrasikan di beberapa lokasi yang berjauhan. Tujuannya agar mempermudah pengintaian seandainya armada Portugis tidak persis mendarat di Marunda.
Belakangan masjid Al Alam, lebih terkenal dengan nama Masjid Si Pitung. Pasalnya, menurut cerita, jagoan Betawi ini banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat dan bersembunyi dari kejaran kompeni.
"Dulu Pitung menggunakan masjid ini untuk sembunyi dari kejaran (tentara) Belanda. Katanya, kalau dia sembunyi di sini, dia tidak terlihat oleh Belanda. Makanya, masjid ini sering dibilang sebagai Masjid Si Pitung," jelas penunggu masjid, ditulis wartakota.
Masjid ini berukuran hanya 64 meter persegi berbentuk seperti Masjid Demak, seniornya, dengan atap khasnya. Bangunan masjid ini mengandung tiga unsur budaya yaitu, Jawa, Arab, dan Eropa. Letak gaya khas Jawa terlihat pada atap joglo bertingkat dua. Sedangkan gaya Arab terlihat pada lengkungan di mihrab yang mengambil pola ukiran kaligrafi. Gaya Eropa terlihat dari bentuk empat tiang bulat yang menopang atap masjid.
Langit-langitnya terbuat dari multiplek menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia. Ditopang empat pilar bulat pendek, dengan mihrab terlihat gagah, karena menjorok ke dalam tembok didampingi tempat duduk khatib Jum'at yang elegan.
Dengan tinggi plafon hanya 2 meter dari lantai masjid. Bagian kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini, kolam ini sudah tertutup ubin merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan peringatan untuk tak lagi menggunakannya.
Di sisi kiri masjid tua itu, didirikan bangunan tambahan berupa pendopo berukuran 100 meter persegi. Di belakang masjid terdapat beberapa makam tua para pendiri dan atau pengelola, yang tertata rapi diselingi rerumputan hijau yang menambah sejuk udara sekitar.
Setiap hari Jumat, masjid ini kerap dikunjungi kaum muslim dari penjuru tanah air. Kedatangannya, tidak lepas dari keistimewaan sejarah Masjid Al Alam yang konon dibangun oleh para wali juga. Jika diamati, di dalam bangunan masjid terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid. Konon, kala itu lubang tersebut sering digunakan untuk mengintai tentara musuh. (*)
Sumber:
Metro News Viva, Masjid Al Alma Marunda Dibangun Satu Malam
TRIBUNNEWS.COM, Fatahillah Bangun Masjid Al Alam Selesai Satu Malam. Jumat, 13 Agustus 2010 01:59 WIB. JAKARTA
Post a Comment Blogger Disqus