Di Cirebon selain terdapat Masjid Agung Sang Ciptarasa juga terdapat masjid tua yang ukurannya lebih kecil, yaitu Masjid Merah Panjunan. Masjid ini fungsinya hanya untuk tempat shalat sehari-hari, tidak dipakai untuk ibadah shalat Jum'at. Masjid yang berada di tengah pemukiman padat ini secara administratif berada di wilayah Kampung Panjunan, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemah Wungkuk. Masjid berada di sudut barat daya perempatan jalan. Sebelah utara merupakan Jl. Kolektoran, sebelah timur merupakan ruas Jl. Masjid Abang. Di sebelah selatan terdapat bangunan untuk Posyandu dan rumah penduduk serta sebelah barat merupakan pemukiman.
Bangunan masjid berdiri di atas lahan seluas 150 m2.
Sejarah Masjid Merah Panjunan
Latar belakang sejarah masjid yang berdiri di perkampungan Arab ini telah berumur sekitar 524 tahun. Pada tahun 1480 Pangeran Panjunan membangun surau, yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Merah Panjunan. Surau ini dibangun 18 tahun sebelum pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Dengan demikian, surau ini merupakan tempat ibadat umat Islam kedua di Cirebon, setelah Tajug Pejlagrahan di Kampung Sitimulya. Dikenal dengan nama demikian karena dinding Masjid ini dibangun dari susunan bata merah ekspose, sementara nama Panjunan menunjuk pada nama kampung di mana masjid berada.
Pembangunan Masjid Merah Panjunan berkaitan dengan migrasi keturunan Arab ke Cirebon pada sekitar abad ke-15. Dalam Babad Cirebon disebutkan pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, surau ini kerap digunakan untuk pengajian dan musyawarah Wali Songo. Ketika Kesultanan Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu (Cicit Sunan Gunung Jati), pada sekitar tahun 1549, halaman masjid dipagar dengan kuta kosod (bata disusun tanpa lepa). Pada pintu masuk dibangun sepasang gapura candi bentar dan pintu panel jati berukir. Keadaan tata ruang masjid yang masih terawat ini bertahan hingga sekarang. Atap sirap pada tahun 2001-2002 dipugar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat. Pada awalnya masjid ini dikelola oleh pihak Kesultanan Kasepuhan, namun sekarang sudah diserahkan pengelolaannya kepada DKM Panjunan.
Kompleks masjid dikelilingi pagar bata setinggi 1,5 m. Teknik penyusunan pagar bata ini menggunakan sistem gosok (kuta kosod). Di bagian timur pagar terdapat gerbang dengan bentuk bentar. Pagar berwarna merah bata. Di sebelah utara bangunan utama masjid terdapat bangunan baru berukuran 10 x 2 m. Bangunan ini merupakan kamar mandi, tempat wudhu, dan tempat bersuci lainnya.
Bangunan utama masjid berukuran 25 x 25 m dilengkapi halaman yang sangat sempit ± 10 x 1 m. Teras depan di sisi timur yang juga digunakan sebagai tempat shalat setiap waktu merupakan pengembangan. Serambi masjid berukuran 6 x 8 m. Lantai dari bahan keramik berwarna merah marun. Dinding merah bata dihiasi dengan piring keramik Eropa. Di sini terdapat 12 tiang sebagai pendukung atap. Pada sisi barat terdapat gerbang berbentuk koriagung. Gerbang ini adalah pintu bangunan masjid kuno. Di kiri-kanan terdapat hiasan piring-piring keramik Eropa. Di ruang ini terdapat 12 buah tiang yang mendukung atap genteng.
Ruang utama masjid kuno berukuran 8 x 12 m berlantai tegel. Dinding merupakan bata dengan teknik penyusunan gosok. Di ruang ini terdapat 4 soko guru dan 10 tiang penyangga atap genteng yang berbentuk tumpang. Ruang ini hanya difungsikan pada hari-hari besar Islam saja. Di selatan bangunan ini ada ruangan yang dimanfaatkan sebagai gudang.
Sumber:
Penjaga Gaiba, Masjid Merah Panjunan
Post a Comment Blogger Disqus