Mursyid Ke 28
Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
Nur Muhammad al-Badawani qaddasa-l-Lahu sirrah
"Dengarlah, ya faqir: setiap kali aku kurang sesuatu, besar atau kecil, dan berpaling darinya membelakangi Tuhanku, aku menemukannya di depanku, berkat kekuatan Dia yang mendengar dan mengetahui. Kami melihat bahwa kebutuhan orang-orang biasa dipenuhi dengan memperhatikan mereka, sedangkan kebutuhan orang-orang pilihan dipenuhi oleh fakta bahwa mereka berpaling dari mereka dan berkonsentrasi pada Tuhan.
"Dia yang dengan mengingat Aku terganggu dari permohonannya, akan menerima lebih dari mereka yang meminta" (Hadits Qudsi).
"Dia yang dengan mengingat Aku terganggu dari permohonannya, akan menerima lebih dari mereka yang meminta" (Hadits Qudsi).
Mulay al-Arabi ad-Darqawi.
Ia adalah seorang keturunan Nabi (s). Cahayanya bersumber dari Maqam Surgawi. Ia menuangkan kedamaian dan kebahagiaan ke dalam kalbu-kalbu yang bingung dan menjadikannya sebagai Sosok bagi setiap nikmat dan jalan menuju Allah (swt) bagi semua orang di zamannya. Melalui dirinya Allah telah memperbarui Syari`ah dan Hakikat seperti bulan purnama di gelapnya malam. Berapa banyak Sunnah yang telah dilupakan kemudian dihidupkan kembali dan berapa banyak bid’ah yang telah menghasut kemudian dihilangkannya?
Ia dilahirkan pada tahun 1075 H./1664 M. Ia dibesarkan di sebuah rumah yang diberkati, memuaskan dahaganya terhadap ilmu lahir dan batin di mata air Tarekat Naqsybandi sejak masa kanak-kanaknya. Ia menerima berkah dari Syekhnya, dan mereka bangga dengan kemajuannya. Ia terus mengalami kemajuan hingga di negeri India ia menjadi Lampu yang bersinar. Orang-orang berdatangan menemuinya dari segala penjuru, mereka mendapatkan berkah dari rahasianya dan berkah dari para leluhurnya. Ia menduduki Singgasana Tarekat ini mengikuti Syekhnya dan ia bagaikan mercusuar yang membimbing dengan cahayanya bagi mereka yang mencari di Jalannya. Ia meninggalkan nama yang termasyhur, dan bagaimana tidak, bila Nabi Muhammad (s) adalah leluhurnya? Ia adalah Cabang dari Pohon Ilmu Kenabian dan Keturunan Murni dari Keluarga Nabi (s). Tidak heran bila ia menjadi kiblat bagi para Awliya dan gerbangnya menjadi tujuan bagi semua orang di Jalan Allah.
Ia begitu saleh hingga ia menghabiskan waktunya dalam membaca dan mempelajari adab Nabi (s) dan para Awliya. Ketaatannya yang ketat terhadap Bentuk dan Niat mengikuti Nabi (s) dalam semua perbuatannya diilustrasikan dalam peristiwa berikut. Suatu hari ia masuk ke dalam kamar mandi dengan kaki kanannya, yang bertentangan dengan kebiasan Nabi (s). Hal itu mengakibatkan ia mengalami sembelit selama tiga hari, karena ia telah menyimpang dari kepatutan mengikuti Sunnah dengan satu langkahnya itu. Ia memohon ampun kepada Allah dan Allah melepaskannya dari kesulitannya itu.
Ia memulai hidupnya dalam keadaan meniadakan diri. Ia tetap dalam keadaan itu selama lima belas tahun. Dalam periode itu ia selalu berada dalam keadaan fana ini, dan tidak pernah keluar dari keadaan tersebut kecuali ketika melakukan ritual salat. Ketika salat ia akan kembali ke dalam keadaan sadar diri. Setelah selesai ia akan kembali ke keadaannya semula. Ia berhati-hati untuk makan hanya dari pendapatan yang diperoleh dari keringat di dahinya. Ia hanya makan roti yang dipanggangnya sendiri, dan ia memakannya hanya dalam potongan-potongan yang sangat kecil. Ia menghabiskan seluruh waktunya dalam bertafakur dan kontemplasi. Ketika rotinya habis, ia akan kembali untuk mempersiapkannya, setelah itu ia akan kembali pada tafakur dan kontemplasinya. Akibat seringnya berkontemplasi, punggungnya menjadi bungkuk. Ia berkhidmah terhadap Syekhnya selama bertahun-tahun. Ia juga berkhidmah pada Syekh Muhammad Muhsin, putra dari narator hadits besar di zamannya, Syekh `Abdul Haqq, salah satu khalifah dari Syekh Muhammad Ma`shum (q), hingga melalui khidmahnya ia mencapai maqam kesempurnaan yang tinggi.
Ia pernah berkata, “Selama tiga puluh tahun terakhir bertafakur, ‘Bagaimana aku akan mendapatkan penghasilan’ tidak pernah terlintas di dalam kalbuku. Subjek mengenai rezeki tidak pernah masuk ke dalam kalbuku, tetapi aku makan ketika aku merasa perlu.” Ia tidak pernah makan dari makanan yang disediakan oleh orang yang sombong. Ia berkata, “Makanan dari orang kaya yang sombong berisi kegelapan.”
Jika ia meminjam sebuah buku, ia akan membacanya dalam tiga hari, karena ia berkata, “Refleksi dari kegelapan dan kelalaian dari pemilik buku akan tercermin kepadaku.” Ia sangat berhati-hati dalam hal itu. Khalifahnya, Sayyidina Habibullah (q) akan menangis bila mengingatnya, dan ia akan mengatakan kepada para pengikutnya, “Kalian tidak melihatnya. Jika kalian hidup di zamannya, kalian akan memperbarui iman kalian atas Kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia sepertinya.”
Sayyidina Habibullah (q) juga mengatakan, “Penglihatan Syekh Nur Muhammad al-Badawani (q) sangat detail dan akurat. Ia dapat melihat lebih baik dengan kalbunya dibandingkan dengan apa yang bisa dilihat orang dengan matanya. Ketika aku berada di hadiratnya, beliau berkata, ‘Wahai anakku, aku melihat jejak-jejak perzinaan dalam dirimu. Apa yang telah kau lakukan pada hari ini?’ Aku berkata, ‘Wahai Syekhku, ketika aku mendatangimu mataku melihat seorang wanita di jalan.’ Beliau berkata, ‘Lain kali berhati-hatilah dalam melindungi matamu.’”
Syekh Habibullah (q) berkata, “Suatu ketika aku sedang dalam perjalanan menemui Syekh, aku melihat seorang pecandu alkohol di jalan. Ketika aku bertemu dengan Syekh, beliau berkata kepadaku, ‘Aku melihatmu dalam jejak-jejak alkohol.’ Dari sini aku menyadari bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini memantul dari satu orang kepada orang yang lain, dan karakter seseorang memantul kepada orang lain. Itulah sebabnya kita harus menjaga diri kita agar senantiasa bersih sepanjang waktu, dan selalu berkumpul dengan orang-orang di Jalan Allah.
Syekh Habibullah (q) berkata, “Suatu hari seorang wanita datang kepadanya dan berkata, ‘Wahai Syekhku, jin menculik putriku dan aku telah mencoba berbagai cara untuk mendapatkannya kembali, tetapi tidak membantu.’ Beliau lalu bertafakur mengenai hal itu selama hampir satu jam. Kemudian beliau berkata, ‘Putrimu akan kembali besok sekitar waktu Ashar, jadi sekarang pulanglah dan istirahat.’ Wanita itu berkata, ‘Aku sangat menanti-nantikan datangnya waktu itu, dan menantikan putriku kembali sehingga sulit sekali aku beristirahat. Tepat pada waktu yang dikatakan oleh Syekh, aku mendengar ada ketukan di pintu dan ternyata itu adalah putriku. Aku bertanya apa yang terjadi. Ia berkata, ‘Aku telah diculik dan dibawa ke gurun oleh seorang jin. Ketika aku berada di sana, kemudian seorang Syekh datang dan membawaku ke sini.’”
Syekh Nur Muhammad al-Badawani (q) wafat pada tahun 1135 H./1722-23 M. Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada penerusnya, Syekh Syamsuddin Habib Allah Jan-i-Janan al-Mazhar (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/as-sayyid-nur-muhammad-al-badawani-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Ia dilahirkan pada tahun 1075 H./1664 M. Ia dibesarkan di sebuah rumah yang diberkati, memuaskan dahaganya terhadap ilmu lahir dan batin di mata air Tarekat Naqsybandi sejak masa kanak-kanaknya. Ia menerima berkah dari Syekhnya, dan mereka bangga dengan kemajuannya. Ia terus mengalami kemajuan hingga di negeri India ia menjadi Lampu yang bersinar. Orang-orang berdatangan menemuinya dari segala penjuru, mereka mendapatkan berkah dari rahasianya dan berkah dari para leluhurnya. Ia menduduki Singgasana Tarekat ini mengikuti Syekhnya dan ia bagaikan mercusuar yang membimbing dengan cahayanya bagi mereka yang mencari di Jalannya. Ia meninggalkan nama yang termasyhur, dan bagaimana tidak, bila Nabi Muhammad (s) adalah leluhurnya? Ia adalah Cabang dari Pohon Ilmu Kenabian dan Keturunan Murni dari Keluarga Nabi (s). Tidak heran bila ia menjadi kiblat bagi para Awliya dan gerbangnya menjadi tujuan bagi semua orang di Jalan Allah.
Ia begitu saleh hingga ia menghabiskan waktunya dalam membaca dan mempelajari adab Nabi (s) dan para Awliya. Ketaatannya yang ketat terhadap Bentuk dan Niat mengikuti Nabi (s) dalam semua perbuatannya diilustrasikan dalam peristiwa berikut. Suatu hari ia masuk ke dalam kamar mandi dengan kaki kanannya, yang bertentangan dengan kebiasan Nabi (s). Hal itu mengakibatkan ia mengalami sembelit selama tiga hari, karena ia telah menyimpang dari kepatutan mengikuti Sunnah dengan satu langkahnya itu. Ia memohon ampun kepada Allah dan Allah melepaskannya dari kesulitannya itu.
Ia memulai hidupnya dalam keadaan meniadakan diri. Ia tetap dalam keadaan itu selama lima belas tahun. Dalam periode itu ia selalu berada dalam keadaan fana ini, dan tidak pernah keluar dari keadaan tersebut kecuali ketika melakukan ritual salat. Ketika salat ia akan kembali ke dalam keadaan sadar diri. Setelah selesai ia akan kembali ke keadaannya semula. Ia berhati-hati untuk makan hanya dari pendapatan yang diperoleh dari keringat di dahinya. Ia hanya makan roti yang dipanggangnya sendiri, dan ia memakannya hanya dalam potongan-potongan yang sangat kecil. Ia menghabiskan seluruh waktunya dalam bertafakur dan kontemplasi. Ketika rotinya habis, ia akan kembali untuk mempersiapkannya, setelah itu ia akan kembali pada tafakur dan kontemplasinya. Akibat seringnya berkontemplasi, punggungnya menjadi bungkuk. Ia berkhidmah terhadap Syekhnya selama bertahun-tahun. Ia juga berkhidmah pada Syekh Muhammad Muhsin, putra dari narator hadits besar di zamannya, Syekh `Abdul Haqq, salah satu khalifah dari Syekh Muhammad Ma`shum (q), hingga melalui khidmahnya ia mencapai maqam kesempurnaan yang tinggi.
Ia pernah berkata, “Selama tiga puluh tahun terakhir bertafakur, ‘Bagaimana aku akan mendapatkan penghasilan’ tidak pernah terlintas di dalam kalbuku. Subjek mengenai rezeki tidak pernah masuk ke dalam kalbuku, tetapi aku makan ketika aku merasa perlu.” Ia tidak pernah makan dari makanan yang disediakan oleh orang yang sombong. Ia berkata, “Makanan dari orang kaya yang sombong berisi kegelapan.”
Jika ia meminjam sebuah buku, ia akan membacanya dalam tiga hari, karena ia berkata, “Refleksi dari kegelapan dan kelalaian dari pemilik buku akan tercermin kepadaku.” Ia sangat berhati-hati dalam hal itu. Khalifahnya, Sayyidina Habibullah (q) akan menangis bila mengingatnya, dan ia akan mengatakan kepada para pengikutnya, “Kalian tidak melihatnya. Jika kalian hidup di zamannya, kalian akan memperbarui iman kalian atas Kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia sepertinya.”
Sayyidina Habibullah (q) juga mengatakan, “Penglihatan Syekh Nur Muhammad al-Badawani (q) sangat detail dan akurat. Ia dapat melihat lebih baik dengan kalbunya dibandingkan dengan apa yang bisa dilihat orang dengan matanya. Ketika aku berada di hadiratnya, beliau berkata, ‘Wahai anakku, aku melihat jejak-jejak perzinaan dalam dirimu. Apa yang telah kau lakukan pada hari ini?’ Aku berkata, ‘Wahai Syekhku, ketika aku mendatangimu mataku melihat seorang wanita di jalan.’ Beliau berkata, ‘Lain kali berhati-hatilah dalam melindungi matamu.’”
Syekh Habibullah (q) berkata, “Suatu ketika aku sedang dalam perjalanan menemui Syekh, aku melihat seorang pecandu alkohol di jalan. Ketika aku bertemu dengan Syekh, beliau berkata kepadaku, ‘Aku melihatmu dalam jejak-jejak alkohol.’ Dari sini aku menyadari bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini memantul dari satu orang kepada orang yang lain, dan karakter seseorang memantul kepada orang lain. Itulah sebabnya kita harus menjaga diri kita agar senantiasa bersih sepanjang waktu, dan selalu berkumpul dengan orang-orang di Jalan Allah.
Syekh Habibullah (q) berkata, “Suatu hari seorang wanita datang kepadanya dan berkata, ‘Wahai Syekhku, jin menculik putriku dan aku telah mencoba berbagai cara untuk mendapatkannya kembali, tetapi tidak membantu.’ Beliau lalu bertafakur mengenai hal itu selama hampir satu jam. Kemudian beliau berkata, ‘Putrimu akan kembali besok sekitar waktu Ashar, jadi sekarang pulanglah dan istirahat.’ Wanita itu berkata, ‘Aku sangat menanti-nantikan datangnya waktu itu, dan menantikan putriku kembali sehingga sulit sekali aku beristirahat. Tepat pada waktu yang dikatakan oleh Syekh, aku mendengar ada ketukan di pintu dan ternyata itu adalah putriku. Aku bertanya apa yang terjadi. Ia berkata, ‘Aku telah diculik dan dibawa ke gurun oleh seorang jin. Ketika aku berada di sana, kemudian seorang Syekh datang dan membawaku ke sini.’”
Syekh Nur Muhammad al-Badawani (q) wafat pada tahun 1135 H./1722-23 M. Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada penerusnya, Syekh Syamsuddin Habib Allah Jan-i-Janan al-Mazhar (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/as-sayyid-nur-muhammad-al-badawani-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Post a Comment Blogger Disqus