Mistikus Cinta

0
Mursyid Ke 30
Syekh Abd Allah ad-Dahlawi (Shah Ghulam Ali)
Semoga Allah mensucikan Ruhnya

"Apakah tidak cukup menyedihkan bahwa aku mohon kepada Engkau tanpa henti,
Seolah-olah aku jauh dari Engkau, seolah-olah Engkau tidak hadir?
Aku meminta amal Engkau tanpa keserakahan, dan aku tidak melihat apapun
Siapa yang miskin seperti aku, dan yang menginginkan Engkau seperti aku menginginkan Engkau."

Abu-l-Hasan Nuri.


Ia adalah Puncak bagi orang-orang Arif dan Raja bagi Mursyid al-Kamil, Sang Penyingkap Ilmu Agama dan Penyingkap Rahasia Keyakinan; Yang Membenarkan Maqam Kesempurnaan, Syekh dari semua Syekh di Sub Benua India, Pewaris Ilmu dan Rahasia Tarekat Naqsybandi. Ia dikenal sebagai seorang Penyelam dan Perenang yang Unik dalam Samudra Keesaan; seorang Musafir di Gurun Maqamul Zuhud; Qutub bagi semua tarekat dan Qibrit al-Ahmar (Belerang Merah “Yang Paling Langka di antara yang langka) bagi semua kebenaran.

Ia menyempurnakan dirinya sendiri dan menghiasi dirinya dengan adab terbaik. Ia mengangkat dirinya hingga ke Langit Ilmu Spiritual yang Tinggi dan menghiasi dirinya dengan bintang-bintangnya. Ia menjadi bintang dalam segala ilmu. Ia tumbuh menjadi bulan purnama dan ia melihat cahaya muncul dari Matahari gurunya, sampai gurunya menerimanya untuk melatihnya secara formal dan merawatnya.

Syekh mendukungnya dengan kekuatan spiritualnya dan mengangkatnya menuju tingkat keberkahan tertinggi yang telah diraihnya, sampai ia mencapai maqam Haqqul Yaqiin dan maqam dari Pohon Lotus Terjauh. Kemudian ia mengirimnya kembali ke dunia ini, sampai ia menjadi mursyid bagi setiap umat manusia. Ia diberi izin untuk memberi bay’at dalam Tarekat Naqsybandi. Ia mendukung Syari`ah dan menegakkan Sunnah, dan membangkitkan Kebenaran dari lima tarekat: Qadiri, Suhrawardi, Kubrawi, Chishti dan Naqsybandi. Ia meneruskan rahasia-rahasia dari lima tarekat kepada para penerusnya, dan melaluinya kepada semua Syekh dalam Silsilah Keemasan. Ia mengangkat semua muridnya ke maqam-maqam yang terpuji dari Wali Abdal (Wali Pengganti) dan Awtad (Wali Pasak atau Tiang).

Ia dilahirkan pada tahun 1158 H./1745 M. di desa Bitala di Punjab. Ia adalah seorang keturunan dari Ahlul Bait. Ayahnya adalah seorang ulama besar dan zuhud, yang mendapat pelatihan dalam Tarekat Qadiri melalui Syekh Nasir ad-Din al-Qadiri, yang dilatih oleh Khidr (a). Sebelum ia dilahirkan, ayahnya melihat di dalam mimpi di mana Sayyidina `Ali, khalifah keempat, mengatakan kepadanya, “Panggilah ia dengan namaku.” Ibunya bermimpi bertemu dengan seorang yang saleh yang berkata, “Kau akan mempunyai seorang anak laki-laki. Panggillah ia dengan nama `Abdul Qadir.” Kemudian ayah dan ibunya mempunyai mimpi yang sama di mana Nabi (s) mengatakan kepada mereka untuk menamai anaknya dengan nama `Abdullah. Karena perintah Nabi (s) lebih utama untuk didahulukan, maka beliau menamai anaknya `Abdullah Syah Ghulam `Ali.

Ia mampu menghafal al-Qur’an dalam satu bulan karena kejeniusannya. Ia mendidik dirinya sendiri dalam ilmu lahir dan batin, sampai ia menjadi yang tertinggi di antara para ulama. Ketika masa kanak-kanak, ia sering pergi ke gurun, berzikir di sana selama berbulan-bulan sekaligus; dengan memakan apapun yang bisa didapatkannya. Suatu ketika ia tinggal selama 40 hari tanpa tidur dan tanpa memakan apapun. Zikirnya tidak berhenti. Syekh ayahnya memerintahkan ayahnya untuk membawa anaknya kepadanya untuk diberi bay’at dalam Tarekat Qadiri. Malam di mana ia tiba di rumah Syekh itu, ternyata ia sudah wafat. Ayahnya berkata, “Kami ingin memberimu Tarekat Qadiri, tetapi sekarang kau bebas untuk menempuh jalan apapun yang cocok bagimu.”

Ia terus menemani Syekh dari Tarekat Chisti di Delhi, di antaranya adalah Syekh Dia'ullah, Syekh `Abdul `Addad, khalifah dari Syekh Muhammad Zubair, Syekh Mirdad, Mawlana Fakhruddin, dan banyak lagi lainnya, sampai ia berusia dua puluh dua. Ia datang sendiri ke Khaniqah Syekh Jan Janan Habibullah (q). Ia meminta izinnya untuk memasuki Tarekat Naqsybandi-Mujaddidi. Syekh Habibullah berkata kepadanya, “Lebih baik bagimu untuk berada dalam tarekat-tarekat itu yang mempunyai cita rasa dan gairah, karena di dalam tarekat kami tidak ada yang lain kecuali menjilati batu tanpa garam.” Ia berkata, “Itulah tujuan tertinggiku.” Syekh Habibullah menerimanya dan berkata, “Semoga Allah memberkatimu. Tinggallah di sini.”

Ia berkata, “Setelah aku menerima ilmu hadits dan menghafal Qur’an dan mempelajari tafsirnya, aku berdiri di hadapan Syekhku. Beliau memberi bay’at dalam Tarekat Qadiri melalui tangan sucinya. Beliau juga memberiku bay’at dalam Tarekat Naqsybandi-Mujaddidi. Aku sedang berada di hadirat majelis zikir dan dalam asosiasinya selama 15 tahun. Kemudian beliau memberiku otoritas untuk membimbing dan melatih murid-murid. Pada awalnya aku merasa ragu karena aku takut bahwa Sayyidina `Abdul Qadir Jilani (q) tidak akan memberiku izin untuk mengajar dalam Tarekat Naqsybandi. Suatu hari aku melihatnya dalam penglihatan spritual selama masa-masa keraguanku, beliau duduk di sebuah singgasana. Syah Naqsyband (q) lalu masuk. Sayyidina `Abdul Qadir Jilani (q) segera berdiri dan mempersilakan Syah Naqsyband (q) untuk duduk di singgasana itu dan beliau tetap berdiri dalam hadiratnya. Dalam hatiku terlintas pikiran bahwa ini adalah sebuah tanda untuk menghormati Syah Naqsyband (q). Beliau berkata kepadaku, ‘Pergilah kepada Syah Naqsyband (q). Yang menjadi tujuan adalah Allah. Jalur apapun yang kau pilih, kau dapat mencapai-Nya.’”

Ia berkata, “Aku hidup dengan pendapatan dari sebuah properti yang aku miliki. Tetapi kemudian aku melepaskannya demi Allah. Setelah itu aku mengalami banyak kesulitan karena tidak mempunyai pendapatan. Aku hanya memiliki sebuah tikar tua untuk tidur dalam cuaca yang dingin dan sebuah bantal kecil untuk menyangga kepalaku. Aku menjadi sangat lemah. Aku mengunci diriku di kamarku dan berkata kepada diriku sendiri, ‘Wahai diriku, ini adalah kuburanmu. Aku tidak akan membuka pintu itu untukmu. Apapun yang Allah sediakan untukmu, kau boleh mengambilnya. Kau akan tinggal di sini tanpa makanan dan tanpa apa-apa kecuali tikar dan bantal itu. Air akan menjadi makananmu. Wahai ruhku, zikrullah akan menjadi makanan untukmu.’ Aku tinggal dalam kondisi seperti itu selama 40 hari, aku menjadi sangat lemah, sampai Allah mengirimkan seseorang mengetuk pintuku. Ia melayaniku dengan memberi makanan dan pakaian selama 50 tahun.”

Ia berkata, “Ketika aku mengunci pintu kamarku dan aku mengatakan apa yang kukatakan, Perlindungan Allah datang kepadaku. Suatu hari seseorang datang dan berkata, ‘Buka pintunya.’ Aku berkata, ‘Aku tidak ingin membukanya.’ Ia berkata, ‘Bukankah engkau memerlukan aku?’ Aku berkata, ‘Tidak, aku memerlukan Allah (swt).’ Pada saat itu aku mengalami penglihatan spiritual di mana aku diangkat ke Hadratillah dan seolah-olah aku telah menghabiskan waktu seribu tahun di Hadirat-Nya. Kemudian aku kembali dan Dia berkata, ‘Bukalah pintu itu.’ Setelah itu aku tidak pernah mengalami kesulitan lagi.”

Orang-orang berdatangan dari mana-mana. Kemasyhurannya sampai ke Byzantium, Iraq, Khorasan, Transoxiana, dan Suriah. Ketenaranny juga mencapai Afrika Utara. Ia mengirimkan khalifah dan deputinya ke mana-mana atas perintah Sayyidina Muhammad (s). Di antara mereka adalah Sayyidina Khalid Baghdadi (q). Ia mencapai orang-orang melalui mimpi dan membimbing orang-orang di negeri-negeri yang jauh. Orang-orang menempuh perjalanan jauh untuk menemuinya, mengatakan kepadanya, “Kau memanggilku melalui mimpiku.”

Khaniqahnya biasanya memberi makanan untuk 2000 orang setiap hari dan selalu penuh. Ia tidak pernah menyimpan makanan untuk keesokan hari. Karena kesederhanaannya ia tidak pernah berselonjor, karena ia takut kalau-kalau itu akan terarah kepada Nabi (s) atau kepada Wali tertentu yang berada di Hadratillah. Ia tidak pernah melihat pada cermin. Jika seekor anjing memasuki rumahnya untuk mencari makan, ia akan berkata, “Ya Allah, siapakah aku menjadi wasilah bagi-Mu dengan Pecinta-Mu? Dan siapakah aku hingga memberi makan mereka ketika Engkau memberiku makan dan memberi mereka makan? Ya Allah, aku berdoa demi makhluk-Mu, makhluk yang ini, dan semua orang yang datang padaku meminta kasih sayang, kirimkanlah aku Rahmat demi mereka dan bawalah aku lebih dekat dengan-Mu dan tolonglah aku untuk memegang Sunnah Nabi (s) dan menerima apa yang telah Kau tetapkan dan meninggalkan apa yang Kau larang.”

Ia berkata, “Suatu ketika Isma`il al-Madani datang mengunjungiku, atas perintah Nabi (s). Dari negerinya, Hijaz, ia telah menempuh ribuan mil. Beliau membawa beberapa relik peninggalan Nabi (s) sebagai hadiah untukku. Aku meletakkannya di Masjid Jami di Delhi.”

Ia berkata, “Suatu ketika Raja Nabdilkahand mendatangiku dan beliau memakai busana orang-orang kafir. Ketika aku melihatnya, aku marah terhadapnya dan aku katakan, ‘Kau tidak bisa duduk di hadiratku dengan pakaian semacam itu.’ Raja itu menjawab, ‘Jika kau mengecamku sedemikian rupa, aku tidak akan datang ke majelismu.’” Syekh berkata, “Itu lebih baik.” Raja itu lalu berdiri dengan marah dan kemudian pergi. Ketika ia sampai di pintu, sesuatu terjadi padanya, tidak ada yang tahu apa itu. Ia lalu melemparkan busana ala kafir itu dan segera kembali dan mencium tangan Syekh lalu mengambil bay’at darinya. Raja itu kemudian menjadi salah satu pengikutnya yang paling setia. Orang-orang bertanya apa yang terjadi padanya dan ia menjawab, “Ketika aku pergi keluar, aku melihat Syekh datang ke pintu bersama Nabi (s), padahal beliau berada di dalam! Itulah yang membuatku kembali kepadanya.”

Ia sangat jarang tidur. Ketika ia bangun untuk melakukan salat Tahajud, ia akan membangunkan setiap orang untuk duduk bertafakur bersamanya dan membaca al-Qur’an. Yang menjadi amalannya setiap hari adalah membaca sepertiga al-Qur’an kemudian salat Fajar bersama jemaahnya. Kemudian ia akan duduk dalam majelis zikir dan tafakur hingga matahari terbit. Ia akan salat Isyraq kemudian memberikan shuhba. Ia akan duduk membaca Hadits dan membaca tafsir Qur’an. Ia lalu salat Duha kemudian duduk untuk makan bersama para pengikutnya. Ia makan sedikit dan setelah makan ia akan membaca buku religius atau buku-buku spiritual dan menulis beberapa surat. Setelah Zhuhur ia akan duduk dan membaca tafsir dan hadits sampai waktu `Ashar. Setelah `Ashar ia akan berbicara mengenai Sufisme dan tokoh-tokoh terkemuka, seperti: al-Qusyayri, atau Ibn 'Arabi atau Syah Naqsyband (q). Kemudian ia akan duduk di dalam majelis zikir sampai Maghrib. Setelah Maghrib ia akan duduk dalam majelis privat bersama pengikutnya. Kemudian ia akan makan malam dan salat `Isya. Setelah `Isya ia akan mengisi waktu dengan zikir dan tafakur. Ia akan tidur selama satu atau dua jam, lalu ia akan bangun untuk melakukan Tahajud.

Masjidnya terlalu kecil untuk para pengikutnya, karena ia hanya bisa menampung 2.000 orang. Jadi, ia biasa membaca zikir untuk para pengikutnya secara bergiliran, setiap giliran, masjidnya penuh.

Siapapun yang memberinya donasi, pertama ia akan membayarkan zakat dari donasi itu. Menurut Mazhab dari Imam Abu Hanifa, tanpa menunggu waktu berjalan selama setahun, karena memberi zakat segera lebih baik daripada memberi sedekah. Ia akan menggunakan sisa dari donasi itu untuk mempersiapkan makanan dan manisan untuk fakir miskin dan membelanjakan untuk kebutuhan zawiyah dan kebutuhan pribadinya.

Beberapa orang pernah mencuri uang itu, tetapi ia tidak menegur mereka, tetapi akan menyerahkan urusannya kepada Allah. Suatu hari seseorang mencuri sebuah buku darinya kemudian mengembalikannya dengan menjualnya. Ia memuji orang itu dan memberinya sejumlah uang. Seorang muridnya berkata, “Wahai guruku, buku ini adalah buku yang dicuri dari perpustakaanmu sendiri dan di dalamnya ada tanda tanganmu.” Ia berkata, “Jangan menggunjing, urusan itu adalah antara dia dengan Allah.”

Ia selalu duduk dengan posisi berlutut, tidak pernah bersila atau berselonjor, tetapi dengan posisi menghormati Nabi (s) dan ia wafat dalam posisi seperti ini. Ia menyembunyikan apa yang ia berikan sebagai sedekah. Ia tidak pernah melihat berapa banyak yang ia berikan dan kepada siapa ia memberikannya. Ia memakai pakaian lama. Jika ia diberi pakaian baru, ia akan menjualnya dan membeli banyak pakaian tua dari hasil penjualannya. Ia berkata, “Lebih baik bagi orang banyak mempunyai beberapa baju daripada hanya seorang mempunyai baju yang bagus.”

Asosiasinya seperti asosiasi Sufyan ats-Tsawri, seorang Sahabat Nabi (s): tidak pernah bersuara keras, tidak ada gunjingan, dan tidak ada urusan duniawi yang didiskusikan. Tidak ada yang terdengar di sana kecuali tentang spiritualitas dan agama.

Suatu hari Syekh berpuasa dan salah seorang pengikutnya berbicara kasar tentang Raja India. Ia berkata kepadanya, “Sayang sekali bagiku, aku kehilangan puasaku.” Mereka berkata kepadanya, “Wahai guru kami, kau tidak melakukan apa-apa; orang yang bicaralah yang bertanggung jawab.” Ia berkata, “Tidak, orang yang bicara dan yang mendengar membagi dosa itu bersama.”

Ia sangat mencintai Nabi (s) sehingga setiap kali nama sucinya disebutkan ia akan terguncang dan pingsan. Ia sangat teliti dalam mengikuti Nabi (s) dalam perbuatan dan menjaga Sunnahnya.


Kata-Kata mengenai Kesempurnaannya dan Kesempurnaan dari Kata-Katanya

Ia berkata,
“Tarekat Naqsybandi dibangun atas empat prinsip, yaitu: menjaga Hadirat Allah; ilham Ilahiah, daya tarik dan mengabaikan bisikan-bisikan.”

“Siapa pun yang meminta Rasa dan Kerinduan, ia tidak benar-benar meminta Hakikat dari Hadratillah.”

“Seorang salik harus sangat waspada bagaimana ia melewati setiap momen hidupnya. Ia harus tahu bagaimana ia salat; ia harus tahu bagaimana ia membaca Qur’an; ia harus tahu bagaimana ia membaca Hadits; ia harus tahu bagaimana ia melantunkan Zikir; ia harus tahu berapa banyak kegelapan yang ia dapatkan dari makanan yang meragukan.”

"Makanan ada dua macam; yang pertama adalah untuk memuaskan diri dan yang kedua untuk memelihara diri. Yang pertama tidak dapat diterima, tetapi yang kedua dapat diterima karena ia memberikan kekuatan yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kalian dan menjaga Sunnah Nabi (s).”

“Sebagaimana meminta yang halal (hal-hal yang dibolehkan) adalah kewajiban bagi setiap Mukmin; menolak yang halal juga merupakan kewajiban bagi setiap Arif, Seorang yang Arif, seorang Sufi adalah orang yang menolak dunia dan akhirat, meskipun keduanya adalah halal. Ia tidak menerima yang lain kecuali Allah (swt).”

“Harus dimengerti oleh setiap orang bahwa semua kesempurnaan berpadu pada diri Nabi (s). Penampilan kesempurnaannya pada setiap abad dan waktu yang berbeda adalah berdasarkan pada kesiapan dan keadaan dari abad dan waktu pada saat itu. Itulah sebabnya penampilan dari kesempurnaannya di masa hidupnya dan di masa para Sahabat berada dalam bentuk Jihad dan perjuagan dalam berdakwah. Penampilannya kepada para awliya di abad berikutnya melalui hadirat sucinya adalah dalam bentuk Gaib (Peniadaan Diri), Fana, Cita Rasa, Gairah, Emosi, Rahasia Tauhid dan keadaan spiritual lainnya. Itulah yang telah muncul ke dalam kalbu dan pada lidah para Awliya.”

“Bagi kita malam yang lapar adalah malam Mi’raj. Malam yang lapar adalah malam yang menginginkan Allah.”

“Bay`ah (Inisiasi) ada tiga kategori: yang pertama adalah untuk perantaraan Syekh; kedua untuk tobat dari dosa-dosa; dan yang ketiga untuk terpaut atau terhubung dengan dan menerima silsilah.”

“Semua kesempurnaan manusia kecuali Kesempurnaan Nabawi muncul pada Sayyidina Ahmad al-Faruqi (q), sementara Kesempurnaan Nabawi muncul pada Sayyidina Syah Naqsyband (q)."

“Manusia ada empat kategori: mereka yang tidak seperti manusia, karena semua yang mereka minta hanyalah dunia; lalu mereka yang meminta Akhirat; manusia yang matang yang meminta Akhirat dan Allah; dan manusia istimewa yang hanya meminta Allah.”

“Ruh manusia akan diambil oleh Malaikat Maut, tetapi ruh orang yang terpilih tidak dapat didekati oelh malaikat; Allah sendiri yang mengambilnya dengan Tangan Suci-Nya.”

“Pikiran Ilahi adalah pikiran yang tahu tujuannya tanpa sebuah mediator, sedangkah Pikiran Duniawi adalah pikiran yang perlu melihat jalannya melalui seorang pemandu dan seorang wali.”

“Barang siapa yang ingin berkhidmah, ia harus berkhidmah pada Syekhnya.”


Dari Penglihatan Spiritualnya

Mengenai penglihatan spiritualnya, ia berkata,
“Suatu ketika aku mempunyai sebuah penglihatan spiritual di mana aku melihat al-Mir Ruhullah, salah satu pengikut Jan Janan Habibullah (q), yang berkata kepadaku, ‘Nabi (s) sedang menantimu.’ Di dalam penglihatan itu aku bergerak ke tempat di mana Nabi (s) menunggu. Beliau memelukku dan dengan pelukan itu aku berubah seperti dirinya. Kemudian aku berubah seperti sosok Syekhku, Jan Janan Habibullah (q). Kemudian aku berubah seperti Syekh Amar Kulal (q). Kemudian aku berubah seperti Syah Naqsyband (q), dan kemudian aku berubah seperti `Abdul Khaliq al-Ghujdawani (q). Kemudian aku berubah seperti Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r), Sahabat Nabi (s).”

“Suatu ketika aku mempunyai penglihatan spiritual mendekati waktu salat `Isya di mana aku melihat Nabi (s) mendatangiku dan berkata, ‘Aku mempunyai nasihat untukmu dan murid-muridmu; jangan tidur sebelum `Isya.’”

“Suatu ketika aku mendapat penglihatan spiritual di mana aku bertanya kepada Nabi (s), ‘Kau bersabda bahwa ‘Barang siapa yang melihatku, maka ia telah melihat Kebenaran.’ Beliau (s) berkata, ‘Ya, dan ia akan melihat Allah (swt).”

“Suatu hari aku mempunyai penglihatan spiritual di mana aku melihat Nabi (s) datang kepadaku dan beliau (s) berkata kepadaku, “Jangan melewatkan membaca Qur’an dan melakukan zikir, kau dan murid-muridmu, dan kirimkanlah selalu pahalanya sebagai hadiah untukku; dengan begini kau akan memperolah pahala yang besar.”

“Suatu ketika aku mempunyai penglihatan spiritual dan aku berkata kepada Nabi (s), ‘Aku sungguh takut dengan api neraka.’ Beliau (s) berkata kepadaku, ‘Siapapun yang mencintai kami, ia tidak akan masuk neraka.’”

“Suatu ketika aku mempunyai suatu penglihatan spiritual dan aku melihat Allah (swt) berbicara padaku. Dia berkata, “Wahajahmu adalah wajah Sulthan al-Awliya, dan engkaulah orangnya.’”

“Di dalam penglihatan spiritualku aku melihat Syah Naqsyband (q) mendatangiku, memelukku, dan memasuki pakaianku. Kami menjadi satu. Aku bertanya padanya, ‘Siapakah engkau?’ Beliau menjawab, ‘Syah Bahauddin Naqsyband, dan kau adalah aku dan aku adalah engkau.’”

Suatu ketika ia berada di tepi laut dan ombak sedang mengamuk dan ia melihat sebuah kapal sedang berlayar. Kapal itu terancam tenggelam, tetapi segera setelah ia memandangnya, kapal itu berhenti terombang-ambing dan laut menjadi tenang.

Suatu ketika salah seorang pengikutnya, Syekh Ahmad Yar, sedang menempuh perjalanan dagang dalam sebuah karavan. Karavan itu berhenti untuk beristirahat. Ia tertidur dan di dalam mimpinya ia melihat Syekhnya berkata, “Pergilah segera dari sini, ada perampok yang akan menyerang.” Ia terbangun dan bercerita kepada orang-orang, tetapi mereka tidak mau percaya. Akhirnya ia pergi sediri dan perampok itu datang dan membunuh semua orang.

Suatu hari Syekh Zul Syah bersiap-siap untuk mengunjungi Syekh `Abdullah dari tempat yang sangat jauh. Ia tersesat di jalan. Seorang pria mendatanginya dan menunjukkan arah yang benar. Ia bertanya kepadanya siapa dia. Ia menjawab, “Aku adalah orang yang akan kau datangi.”

Syekh Ahmad Yar berkata, “Suatu ketika Syekh `Abdullah pergi untuk melayat seorang wanita salehah yang putrinya meninggal dunia. Wanita itu dan suaminya menjamunya. Syekh berkata kepada wanita itu dan suaminya, ‘Allah akan memberi kalian seorang anak laki-laki menggantikan putri kalian.’ Wanita itu berkata, ‘Aku sudah berusia enam puluh tahun dan aku telah melewati masa usia suburku, dan suamiku sudah berusia 80 tahun. Bagaimana mungkin kami bisa mempunyai anak?’ Beliau berkata, ‘Jangan bertanya bagaimana Allah dapat melakukannya! Itu adalah suatu keberkahan untuk kalian dan restuku untuk kalian.’ Kemudian beliau pergi keluar, mengambil wudu dan salat dua rakaat di masjid. Kemudian beliau mengangkat tangannya untuk berdoa, ‘Ya Allah karuniakan seorang anak kepada mereka sebagaimana yang telah Kau janjikan kepadaku.’ Kemudian beliau memandangku dan berkata, ‘Doa itu telah diterima.’ Berikutnya, wanita itu melahirkan seorang anak laki-laki.”

Suatu hari seorang wanita yang merupakan saudara dari Mir Akbar `Ali dan seorang murid dari Syekh jatuh sakit. Mir Akbar `Ali mendatangi Syekh dan memintanya berdoa kepada Allah untuk menghilangkan penyakitnya, tetapi Syekh menolak untuk memberikan doa. Mir Akbar`Ali tetap bersikeras. Syekh berkata, “Itu mustahil, karena wanita itu akan meninggal dunia dalam lima belas hari.” Mir `Ali pulang ke rumah dan dua minggu kemudian wanita itu meninggal dunia.

Suatu ketika di daerah sekitar Delhi terjadi kekeringan dan tidak ada tanaman yang bisa tumbuh. Orang-orang menjadi putus asa. Pada suatu hari yang sangat panas Syekh `Abdullah pergi keluar halaman masjid dan di bawah matahari yang menyengat, ia berkata, ‘Ya Allah, aku tidak akan bergerak dari sini sampai Engkau menurunkan hujan kepada kami.’ Belum lagi doanya selesai, langit dipenuhi awan dan hujan mulai turun. Hujan itu terus berlangsung selama 40 hari.

Ia berkata, “Aku ingin mati seperti Syekhku, Mirza Jan Janan Habibullah, sebagai seorang syahid. Tetapi aku ingat bahwa setelah beliau wafat orang-orang menderita kekeringan selama tiga tahun dan banyak terjadi pembunuhan dan masalah karena Allah murka dengan orang yang membunuhnya. Oleh sebab itu ya Allah, aku tidak ingin mati seperti itu, tetapi aku meminta-Mu untuk membawaku kepada-Mu.”

Ia wafat pada tanggal 12 Shafar 1241 H./1825 M. Ia wafat dengan buku Hadits Nabi (s), Jami` at-Tirmidzi, di tangannya. Ia dimakamkan di sebelah makam Syekhnya di Khaniqah Jan Janan Habibullah di Delhi.

Ia meninggalkan banyak buku, termasuk Maqamat an-Naqsybandiyya, Risalat al-Isytighal bi Ismi-l-Jalal, Manahij at-Tahqiq, dan Minatu-r-Rahman.

Ia meneruskan rahasianya kepada Mawlana Syekh Khalid al-Baghdadi al-`Utsmani as-Sulaymani (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/abdullah-ad-dahlawi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Abd Allah ad-Dahlawi | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top