Suatu hari tatkala Nabi tengah berkhutbah tiba-tiba terdengar suara tangis memilukan. Entah, siapa dan dari mana suara itu berasal?. Khalayak pun ramai, saling memandang, mencari tahu. Dari atas mimbar, Baginda Nabi saw. beranjak turun menuju sebatang pohon kurma, pilar masjid yang tadinya beliau gunakan sebagai tempat untuk bersandar atau berpegangan.
Baginda mendekat, menyentuh, kemudian mendekapnya, hingga suara ratapan tadi hilang lengang, seakan memberi isyarat bahwa si pemiliknya telah tenang. Orang-orang yang hadir masih menatap Baginda penuh tanya, seolah menanti penjelasan yang masih tersisa.
”Pohon ini meratap karena rindu kepada dzikir yang dahulu biasa didengarnya!” Kemudian Nabi memberinya pilihan, apakah hendak dikembalikan fungsinya sebagai tempat bersandar atau berpegangan, ataukah dikubur dan menjadi pohon yang buahnya dimakan oleh para nabi serta orang-orang saleh di taman surgawi? Maka ia pun memilih yang terakhir.
Saudaraku... Hanya sebatang pohon kurma! Namun ia telah bersentuhan tubuh dengan tubuh sang kekasih. Sebatang pohon kurma itu menangis karena menahan rindu akan sentuhan lembut tangan manusia pilihan, manusia paripurna yang telah dicipta Allah swt, sang insan kamil.
Jika sebatang pohon kurma saja bisa merasakan kasih sayang seorang Nabi yang memiliki sifat bil- mu’minina rouf al- rohim, (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min). Hingga ia pun merasa rindu dan cinta kepadanya, lalu bagaimana dengan kita sebagai ummatnya yang beriman?
(Hadits Bukhori Bab Alamat Annubuwwah fil Islam)
Post a Comment Blogger Disqus