Sunan Bungkul mungkin tak setenar Sunan Ampel atau Sunan Giri. Tapi, sumbangsihnya dalam awal penyebaran Islam di tanah Jawa tak bisa diabaikan begitu saja.
Sunan Bungkul mempunyai nama asli Ki Ageng Supo atau Empu Supo. Selama hidup, Sunan Bungkul dikenal sebagai tokoh masyarakat dan penyebar agama Islam pada masa akhir kejayaan Kerajaan Majapahit di abad XV.
Sunan Bungkul adalah mertua Raden Rahmat atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Berkat hubungan baiknya dengan Ki Supo, upaya Sunan Ampel menyebarkan agama Islam menjadi lebih sukses di Jawa.
Ki Supo mendapat gelar Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul. Boleh jadi Mbah Bungkul dapat dikategorikan sebagai wali lokal, dia bisa disebut sebagai tokoh Islamisasi tingkat lokal. Keberadaannya sejajar dengan Syeh Abdul Muhyi (Tasikmalaya), Sunan Geseng (Magelang), Sunan Tembayat (Klaten), Ki Ageng Gribig (Klaten), Sunan Panggung (Tegal), Sunan Prapen (Gresik), dan wali lokal yang lain.
Bagi peziarah yang datang ke Surabaya, rasanya belum lengkap kalau tidak datang ke makam Bungkul yang berada di Jalan Raya Darmo. Keberadaan makam yang tepat berada di belakang Taman Bungkul di Surabaya.
Setiap menjelang 1 Muharam banyak pengunjung yang datang untuk berziarah. Pengunjung yang datang kebanyakan berasal dari luar Kota Surabaya.
Biasanya mereka berziarah bersamaan dengan rute perjalanan ke Wali Songo. Selain bulan Muharam, menjelang bulan puasa merupakan puncak pengunjung yang datang ke Makam Bungkul. Per hari biasanya mencapai 50 bus. Setiap bulan Sya'ban selalu diperingati sebagai haul Sunan Bungkul.
Pada bulan itu, peziarah yang datang juga banyak. Di sekitar Makam Sunan Bungkul, terdapat dua mushala yang bisa dipakai untuk tempat salat bagi para pengunjung. Di sebelah kanan gapura terdapat makam Sayyid Iskandar Bassyaiban. Sedangkan makam istri Sunan Bungkul sampai sekarang masih belum diketahui jejaknya.
Sunan Bungkul mempunyai nama asli Ki Ageng Supo atau Empu Supo. Selama hidup, Sunan Bungkul dikenal sebagai tokoh masyarakat dan penyebar agama Islam pada masa akhir kejayaan Kerajaan Majapahit di abad XV.
Sunan Bungkul adalah mertua Raden Rahmat atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Berkat hubungan baiknya dengan Ki Supo, upaya Sunan Ampel menyebarkan agama Islam menjadi lebih sukses di Jawa.
Ki Supo mendapat gelar Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul. Boleh jadi Mbah Bungkul dapat dikategorikan sebagai wali lokal, dia bisa disebut sebagai tokoh Islamisasi tingkat lokal. Keberadaannya sejajar dengan Syeh Abdul Muhyi (Tasikmalaya), Sunan Geseng (Magelang), Sunan Tembayat (Klaten), Ki Ageng Gribig (Klaten), Sunan Panggung (Tegal), Sunan Prapen (Gresik), dan wali lokal yang lain.
Bagi peziarah yang datang ke Surabaya, rasanya belum lengkap kalau tidak datang ke makam Bungkul yang berada di Jalan Raya Darmo. Keberadaan makam yang tepat berada di belakang Taman Bungkul di Surabaya.
Setiap menjelang 1 Muharam banyak pengunjung yang datang untuk berziarah. Pengunjung yang datang kebanyakan berasal dari luar Kota Surabaya.
Biasanya mereka berziarah bersamaan dengan rute perjalanan ke Wali Songo. Selain bulan Muharam, menjelang bulan puasa merupakan puncak pengunjung yang datang ke Makam Bungkul. Per hari biasanya mencapai 50 bus. Setiap bulan Sya'ban selalu diperingati sebagai haul Sunan Bungkul.
Pada bulan itu, peziarah yang datang juga banyak. Di sekitar Makam Sunan Bungkul, terdapat dua mushala yang bisa dipakai untuk tempat salat bagi para pengunjung. Di sebelah kanan gapura terdapat makam Sayyid Iskandar Bassyaiban. Sedangkan makam istri Sunan Bungkul sampai sekarang masih belum diketahui jejaknya.
OO GITU...TRIMS
ReplyDelete