Pada suatu ketika, Sayyidina Syekh Syarafuddin (q) sedang duduk bersama murid-muridnya dalam suatu shuhba, dan salah seorang murid terbaiknya duduk pula bersamanya. Seseorang datang dan berbisik ke telinga murid tersebut, dan dengan segera ia meninggalkan pertemuan tersebut dan berlari ke rumahnya yang sedang terbakar, dan ia tidak dapat melakukan apa-apa. Istri dan anak-anaknya ada di dalam, tetapi ia tidak dapat menyelamatkan mereka karena seluruh rumahnya telah terbakar, kemudian ia pergi mendatangi syekhnya yang melihatnya dan berkata, “Dalam pertemuan tadi, aku akan memberimu amanatmu, tetapi engkau mengacaukannya. Apakah menurutmu Syekh itu buta terhadap apa yang terjadi dengan rumahmu? Pergilah temui istri dan anak-anakmu, kau akan melihat mereka di luar sana.” Tangan syekh menyelamatkan mereka!
(Allah berfirman) Wahai api! Jadilah dingin, dan jadilah keselamatan untuk Ibrahim! (Surat al-Anbiyaa, 21:69)
Jadi, kita semua adalah orang yang lalai; kita berpikir dengan pikiran kita tetapi tidak dengan hati kita agar kita tawakal. Ketika Sayyidina Ibrahim (as) dilemparkan ke dalam api oleh Namrud, beliau tawakal. Sayyidina Jibril (as) datang padanya dan berkata, “Wahai Ibrahim! Apakah engkau memerlukan sesuatu? Aku siap membantumu.” Beliau berkata, “Tidak, aku tidak perlu apa-apa. Mengapa demikian? Dia yang mengirimkan aku ke sini tahu apa yang kuinginkan, aku tidak memerlukanmu!” Kemudian Allah berfirman,
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Yaa naaru kuunii bardan wa salaaman `ala Ibrahim.
Yaa naaru kuunii bardan wa salaaman `ala Ibrahim.
(Allah berfirman) Wahai api! Jadilah dingin, dan jadilah keselamatan untuk Ibrahim! (Surat al-Anbiyaa, 21:69)
Jadi para Awliyaullah melalui segala kesulitan di dalam hidupnya semata-mata demi cinta mereka kepada Allah (swt), untuk memoles ego mereka, bukan untuk mencapai maqam atau level tertentu.
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani
Post a Comment Blogger Disqus