Mistikus

Syeikh Tolhah Kalisapu Cirebon: Mursyid TQN

<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzQ9KSvGYhTSyTL4yXIqAe_aRMfmaRgsbtT-bPtqFu5YxHKwQQBfNqd_kYzyrvQw93MSynmZwoKV_eukofA4js_2cRXpWNsmYoWNPnYvIEj_1Ut2NHZJCentoTU1p-y00_ZIlclbIdFH9ecQZIwpnXBIO_Fh4XuKVFB3Ep664gy027iapXBD6sTgt0dz6h/s400/Syekh%20Tolhah.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="291" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzQ9KSvGYhTSyTL4yXIqAe_aRMfmaRgsbtT-bPtqFu5YxHKwQQBfNqd_kYzyrvQw93MSynmZwoKV_eukofA4js_2cRXpWNsmYoWNPnYvIEj_1Ut2NHZJCentoTU1p-y00_ZIlclbIdFH9ecQZIwpnXBIO_Fh4XuKVFB3Ep664gy027iapXBD6sTgt0dz6h/w466-h640/Syekh%20Tolhah.JPG" width="466" /></a></div> Kelahiran

Syekh Tolhah bin
Tolabuddin lahir di Desa Trusmi, Weru, Cirebon sekitar tahun 1825 M. beliau
merupakan putra dari KH. Tolabuddin bin KH. Saidin bin Kyai Rafiuddin atau Kyai
Asasudin. Melalui jalur nasab ini, Syekh Tolhah merupakan keturunan Sunan
Gunung Jati melalui Pangeran Trusmi.<o:p></o:p>

Sanad Ilmu dan Pendidikan<o:p></o:p>

Lahir dari keluarga yang
kental dengan ilmu agama. Kyai Tolhah muda tentunya menikmati perjalanan
intelektualnya yang luar biasa. Beliau tercatat pernah berguru kepada Kyai
Adzro’i di Pesantren Babakan Ciwaringin sebelum mengembara ke Jawa Timur untuk
belajar di Pesantren Gebang Tinatar di bawah bimbingan Kyai Kasan Besari dan di
Pesantren Gresik.<o:p></o:p>

Ketika sedang belajar ilmu
di Pesantren Gresik diminta pulang oleh ayahnya yang sudah sepuh untuk membantu
mengurus Pesantren Rancang yang awalnya dibangun oleh kakek buyutnya, Kyai
Rafi’udin. Tapi tidak lama, beliau memutuskan untuk pergi belajar ilmu Islam ke
Haramain.<o:p></o:p>

Selama berada di Haramain,
Syekh Tolhah berguru dengan ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Al-Bantani dan
Syekh Khalil Bangkalan Madura. Selain melaksanakan ibadah haji, beliau juga
bermukim di Makkah.<o:p></o:p>

Di sana, beliau
mempelajari Ilmu Tasawuf dan Tarekat dari Syekh Ahmad Khatib Sambas bin Abdul
Ghafar khusus tentang TQN (Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah) hingga mencapai
kedudukan sebagai Wakil Talqin dan membantu Syekh Ahmad Khatib Sambas beberapa
tahun lamanya.<o:p></o:p>

Pada usia 43 tahun, beliau
baru kembali ke Cirebon dan telah ditetapkan sebagai khalifah Tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah. Melihat riwayat pendidikan di atas, Syekh Tolhah bisa
dikatakan sebagai sosok yang berhasil membangun jaringan ulama Cirebon dengan
Timur Tengah.<o:p></o:p>

Guru-Guru<o:p></o:p>

<ol><li>KH. Tolabuddin (ayah),</li><li>KH. Adzro’i, di Pesantren Babakan Ciwaringin</li><li>KH. Hasan Besari, di Pesantren Gebang Tinatar</li><li>Syekh Nawawi Al-Bantani</li><li>Syekh Khalil Bangkalan Madura</li><li>Syekh Ahmad Khatib Sambas</li></ol>

Murid Beliau<o:p></o:p>

<ol><li>Syekh Malawi (anak),</li><li>Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh),</li><li>KH. Zaenal Abidin,</li></ol>

Mursyid Tarekat<o:p></o:p>

Syekh Tolhah dikenal
sebagai tokoh tarekat. beliau bahkan tidak hanya mengamalkan satu tarekat saja.
Selain Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Syekh Tolhah juga menggeluti
Tarekat Khalwatiyah. Namun ijazah mursyidnya, beliau dapatkan dari Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.<o:p></o:p>

Hal itu berbeda dengan
ayahnya, KH. Tolabuddin, yang tercatat sebagai pengamal Tarekat Syathariyah.
KH. Tolabudin merupakan murid Syekh Muji atau Buyut Muji yang dikenal sebagai
guru para tokoh Perang Kedondong.<o:p></o:p>

Sebagai wakil di Cirebon
yang merupakan bagian dari wilayah Jawa Barat, Syekh Tolhah berusaha keras agar
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dapat berkembang dengan lancar. Sayangnya,
situasi yang masih dalam masa penjajahan Belanda, terlebih Belanda menyatakan bahwa
tarekat adalah musuh nomor satu dan menetapkan strategi untuk mengikis habis
tarekat, mengakibatkan perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tidak
berjalan maksimal.<o:p></o:p>

Mendirikan Pesantren<o:p></o:p>

Akhirnya, Syekh Tolhah
meminta izin kepada ayahnya untuk membuka pesantren di tempat lain yang lebih
aman dari incaran keamanan Belanda yang mulai mengetahui identitas syekh Tolhah
sebagai seorang tokoh ulama tarekat yang baru kembali dari Makkah.<o:p></o:p>

Lokasi pesantren yang
dianggap aman dan memenuhi beberapa aspek kepentingan menurut Syekh Tolhah
adalah daerah Begong (Termasuk ke wilayah desa Kalisapu Kecamatan Cirebon
Utara). Pada kondisi lingkungan seperti itulah Pesantren Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah pertama kali dibangun di Jawa Barat secara mandiri, sekitar
tahun 1879 M oleh Syekh Tolhah.<o:p></o:p>

Beberapa tahun kemudian
Syekh Tolhah memindahkan kembali Aktivitas Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
ke Trusmi dikarenakan di Begong sering terjadi banjir karena posisinya yang
dekat dengan laut. Sejak didirikan Pesantren di Begong hingga pindah ke Trusmi,
cukup banyak kyai-kyai serta santri remaja yang datang dari berbagai daerah.<o:p></o:p>

Dari sekian banyak
muridnya ada seseorang yang sangat menonjol. Beliau adalah kyai muda yang
berasal dari Tasikmalaya bernama Kyai Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang
kemudian terkenal dengan sebutan Abah Sepuh atau Ajengan Godebag. Beliau adalah
yang paling lama belajar dengan Syekh Tolhah bahkan sudah dianggap sebagai
keluarganya.<o:p></o:p>

Semula, Syekh Tolhah sudah
menunjuk calon penggantinya yaitu putra sulungnya, Kyai Malawi. Tetapi, Kyai
Malawi malah meminta izin untuk pergi ke Makkah dan tinggal di sana untuk
menuntut ilmu. Setelah kembali dari Makkah, KH. Malawi memohon untuk tidak
menjadi Khalifah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menggantikan ayahnya,
karena dia termasuk daftar kiai yang dicari aparat keamanan Belanda sehingga
dapat menggangu perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.<o:p></o:p>

Berdasarkan situasi
tersebut, maka Syekh Tolhah kemudian menetapkan pengganti dari muridnya yang
sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi khalifah atau Mursyid Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yaitu Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau
Abah Sepuh dari Tasikmalaya.<o:p></o:p>

Peresmian Abah Sepuh
menjadi wakil khalifah atau Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
dilaksanakan di rumah Syekh Tolhah yang berlokasi di Trusmi sekitar tahun 1900
M. Beberapa tahun setelah peresmian, Abah Sepuh masih berada di Trusmi untuk
membantu Syekh Tolhah. Akan tetapi karena situasi semakin memburuk di Cirebon,
maka Abah Sepuh diperintahkan oleh Syekh Tolhah untuk membuka pesantren di
Tasikmalaya dan mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Jawa
Barat.<o:p></o:p>

Selain melalui jalur Abah
Sepuh, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah juga berkembang melalui murid yang
lain yang bernama KH. Zaenal Abidin yang menjadi guru KH. Muhammad Qosim Gunung
Jati yang nantinya menurunkan kepada KH. Zamzami Amin (Katib Awwal Idarah
Aliyah JATMAN) Babakan Ciwaringin. Mata rantai kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah ini masih berjalan meskipun tidak sepopuler Tarekat Syattariyah
yang berkembang di beberapa pesantren seperti Benda Kerep maupun di keraton.<o:p></o:p>

Sementara Suryalaya
mengukir sejarah perkembangannya sendiri, dari sumber KH. Zamzami Amin, pada
jalur keluarga pun garis kemursyidan itu tetap berlangsung. Dari Sheikh Tolhah,
Syekh Malawi, KH. Zainal Abidin, KH. Muhammad Qosim serta pada KH. Zamzami Amin
sendiri sekarang.<o:p></o:p>

Menjadi Penasehat<o:p></o:p>

Syekh Tolhah pernah
menjadi penasehat dan pembimbing keagamaan di Kesultanan Kasepuhan Cirebon,
Bupati Kuningan 1892 dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para
bangsawan di Cirebon.<o:p></o:p>

Wafat<o:p></o:p>

Syekh Tolhah wafat pada
tahun 1935 M, dan dimakamkan di kompleks pemakaman Gunung Jati<o:p style="font-size: 12pt;"></o:p>

<o:p> </o:p> </div>

Syeikh Tolhah Kalisapu Cirebon: Mursyid TQN

Kelahiran Syekh Tolhah bin Tolabuddin lahir di Desa Trusmi, Weru, Cirebon sekitar tahun 1825 M. beliau merupakan putra dari KH. Tolabuddin bin KH. Saidin bin Kyai Rafiuddin atau Kyai Asasudin. Melalui jalur nasab ini, Syekh Tolhah merupakan keturunan… Read more »

29Apr2025

Pangeran Raja Atas Angin (Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i)

Mistikus 0 Pangeran Raja Atas Angin, Ulama Wali Nusantara April 25, 2025

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicoOU-NH8u0xJHBonUl8otUweh6d5dySZimFurTkdoJwzv_3LU2vgC5b72fwp__LmRooy2-gaR8e-qlPm0SySieQ0hsiXET4b8O7XaWhuJoQ6LI8EtVbS-4fHlqCjqUl7n-TijsnlfuWt49aAcbcYLpF8_Hac5JYpmAmAU1QqJSb-FZgwBmDBz-zBz-eHK/s1200/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin2.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="630" data-original-width="1200" height="336" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicoOU-NH8u0xJHBonUl8otUweh6d5dySZimFurTkdoJwzv_3LU2vgC5b72fwp__LmRooy2-gaR8e-qlPm0SySieQ0hsiXET4b8O7XaWhuJoQ6LI8EtVbS-4fHlqCjqUl7n-TijsnlfuWt49aAcbcYLpF8_Hac5JYpmAmAU1QqJSb-FZgwBmDBz-zBz-eHK/w640-h336/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin2.jpg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;">Sekitar 40 kilometer ke
arah selatan dari pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat di Desa Mekarsari,
Kecamatan Ngamprah, terdapat setitik oase menyejukan berupa wisata religi umat
Islam. Terletak di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, situs cagar
budaya tersebut adalah kompleks pemakaman umum yang didalamnya bersemayam salah
satu tokoh penyebar islam di Jawa Barat khususnya Bandung Barat. Pangeran Raja
Atas Angin atau Eyang Dalem Cijenuk, begitulah sosoknya dikenal oleh masyarakat
setempat dan para peziarah.</div><o:p></o:p>

Dikunjungi ribuan peziarah
setiap tahun, sosok Pangeran Raja Atas Angin masih terasa asing di telinga
masyarakat Indonesia karena tidak begitu tenar seperti tokoh penting lain di
Jawa Barat. Minimnya penelitian dari lembaga dan pemerintah terkait membuat
tokoh islam ini semakin tidak dikenali dan bahkan dilupakan. Padahal, Eyang
Dalem Cijenuk memiliki peranan besar dalam perkembangan agama, kultural, dan
sosial terutama di wilayah selatan Jawa Barat. Hingga kini, kisahnya hanya
dituturkan turun temurun dari mulut ke mulut oleh para sesepuh di Cijenuk.<o:p></o:p>

Dari sumber yang beredar
di lingkup sesepuh dan masyarakat sekitar, setidaknya ada dua versi asal muasal
Pangeran Raja Atas Angin. Yang jelas, ia memiliki nama asli Syekh Maulana Raden
Muhammad Syafe’i. Pendapat pertama dikemukakan pemangku Yayasan Syekh Maulana
Muhammad Syafe’i bahwa tokoh yang bersemayam di pemakaman umum Desa Cijenuk itu
berasal dari Cirebon. Ia dipercaya sebagai salah satu putra dari selir Sultan
Anom IV Muhammad Chaeruddin yang memerintah Kesultanan Kanoman antara tahun
1798 hingga 1803 Masehi.<o:p></o:p>

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpDLdeMAalYc-P0aSHMLOLIhtBqJRii-LDy7g4ZdeHVbZQcwXPx8_tAxRMmBkY6mw5YluNw2NuRONvVvmPCaagptqbUvdddZkENBEZFD6ZcOG1ftm6Ucd9SjzHkNcoieHyG0FUDaCVRvHCQLytu8lx6uWp9HthAcWmkFBSk9G8BRhZDofsEHh84eUenSIB/s1200/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="630" data-original-width="1200" height="336" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpDLdeMAalYc-P0aSHMLOLIhtBqJRii-LDy7g4ZdeHVbZQcwXPx8_tAxRMmBkY6mw5YluNw2NuRONvVvmPCaagptqbUvdddZkENBEZFD6ZcOG1ftm6Ucd9SjzHkNcoieHyG0FUDaCVRvHCQLytu8lx6uWp9HthAcWmkFBSk9G8BRhZDofsEHh84eUenSIB/w640-h336/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin.jpg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;">Pendapat ini diperkuat
dengan adanya nama Pangeran Raja Atas Angin atau Syekh Maulana Raden Muhammad
Syafe’i dalam dokumen silsilah Kesultanan Kanoman kala pengurus yayasan terkait
mengunjungi Cirebon pada 1982 silam. Bahkan, perwakilan kesultanan bertolak ke
Desa Cijenuk untuk melakukan tirakat demi memastikan kebenaran siapa yang
disemayamkan disana. Sejak saat itu, terbitlah surat keputusan bahwa sang tokoh
berasal dari Cirebon dan perwakilan sesepuh kesultanan memandu penyelanggaraan
haul tahunan Pangeran Raja Atas Angin.</div><o:p></o:p>

<span face="Verdana, "sans-serif"" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">Namun merujuk pada nama,
asal-usul sang tokoh syiar agama islam Bandung Barat ini menghasilkan pendapat
berbeda. Ia diyakini berasal dari Kesultanan Banten karena tersemat nama
“Maulana” yang identik dan biasa dipakai para Sultan Banten sebelum tahun 1638
Masehi. Sultan Banten paling tenar yang memakai nama tersebut antara lain:
Sultan Maulana Hasanuddin (masa pemerintahan: 1552<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">₋<span face="Verdana, "sans-serif"" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">1570 M), Sultan Maulana Yusuf (masa
pemerintahan: 1570<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">₋<span face="Verdana, "sans-serif"" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">1585 M), dan Sultan
Maulana Muhammad (masa pemerintahan: 1585<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">₋<span face="Verdana, "sans-serif"" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;">1596 M).<o:p></o:p>

Pendapat kedua menyebutkan
Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i adalah saudara kandung Syekh Maulana
Mansyur Cikaduen. Mereka merupakan putra Abu al-Fath ‘Abdul-Fattah atau lebih
dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Kesultanan Banten dari
tahun 1651 hingga 1683 Masehi. Pangeran Raja Atas Angin disebutkan sebagai
keturunan kesembilan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Ia diduga
sebagai sosok putra mahkota yang memilih keluar keraton untuk menyiarkan agama
islam ke wilayah selatan Jawa Barat.<o:p></o:p>

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWkeIsaTRQ_K_U3HTBO45bjPmeJPSJDVCg7YIXy-tG0vt62V52N4S8OaJCpLleBuxA0UI678KODYA3VJ4AcBFZHaNHntYXDA02K1mEpEBW5iBmiq_Jq9v-mksoIIIsrmYjokJHBZAWRa9qEsL9xSjyRdenm-NOKgF-fao6em0O0lue5W5vKTCYUvFg2P6Y/s1200/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin4.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="630" data-original-width="1200" height="336" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWkeIsaTRQ_K_U3HTBO45bjPmeJPSJDVCg7YIXy-tG0vt62V52N4S8OaJCpLleBuxA0UI678KODYA3VJ4AcBFZHaNHntYXDA02K1mEpEBW5iBmiq_Jq9v-mksoIIIsrmYjokJHBZAWRa9qEsL9xSjyRdenm-NOKgF-fao6em0O0lue5W5vKTCYUvFg2P6Y/w640-h336/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin4.jpg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;">Terlepas dari mana
asal-usulnya, Pangeran Raja Atas Angin memiliki andil besar dalam perkembangan
agama dan budaya di Tanah Priangan yang kala itu masih dijajah Belanda. Syiar
islamnya mencakup wilayah Pandeglang-Banten, Bogor, Cianjur, Surade-Sukabumi, hingga
Cisewu-Garut. Rute yang dilalui Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i
disebut-sebut sama persis dengan jalur yang ditempuh Sultan Maulana Yusuf untuk
menghindari tentara Belanda. Di akhir pengembaraan, ia menemukan lokasi
berbukit yang cocok dijadikan pusat syiar agama Islam sekaligus tempat
persembunyian dari pantauan pasukan Belanda yang kini dikenal sebagai Desa
Cijenuk.</div><o:p></o:p>

Menelusuri Jejak Syiar Islam Pangeran Raja Atas Angin
Cijenuk

Seperti kompleks pemakaman
pada umumnya, Pemakaman Umum Desa Cijenuk di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten
Bandung Barat terasa sunyi dan senyap. Namun, area makam seluas 2,25 hektar itu
memiliki sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Di sana, bersemayam
tokoh penting yang berjasa dalam islamisasi atau penyebaran agama Islam di
wilayah selatan Jawa Barat terutama Bandung Barat. Tak banyak diketahui
masyarakat luas apalagi generasi muda, ia adalah Eyang Dalem Cijenuk yang
memiliki nama asli Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i. Ia digelari Pangeran
Raja Atas Angin karena keistimewaan yang dimilikinya.<o:p></o:p>

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhljlf7fDUydYeCoO4s3RXpzmqQw5FHDOgBZQbGAoftn7SlPpBhgp4UsKdzk_jwF0mjCDfamo4K4fxjtABzYGsvOzsPz3pvoOcXMdBc18sPa1T6XtVaK3Mmao_n4DnYCxoSjmbWUXxhZ7-BnMsXkO-lggKeFiz_YyZSPxgvmgq4_GlDMv4OjWX93RABjHmk/s1200/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin3.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="630" data-original-width="1200" height="336" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhljlf7fDUydYeCoO4s3RXpzmqQw5FHDOgBZQbGAoftn7SlPpBhgp4UsKdzk_jwF0mjCDfamo4K4fxjtABzYGsvOzsPz3pvoOcXMdBc18sPa1T6XtVaK3Mmao_n4DnYCxoSjmbWUXxhZ7-BnMsXkO-lggKeFiz_YyZSPxgvmgq4_GlDMv4OjWX93RABjHmk/w640-h336/Pangeran%20Raja%20Atas%20Angin3.jpg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;">Dikisahkan secara turun
temurun dari mulut ke mulut, asal-usul Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i
masih menjadi perdebatan hingga kini. Sosoknya kurang familier terutama akibat
kurangnya penelitian dari lembaga maupun pemerintah terkait. Teori pertama
menyebut bila ia berasal dari Cirebon dan merupakan salah satu putra dari selir
Sultan Anom IV Muhammad Chaeruddin yang memerintah Kesultanan Kanoman dari
tahun 1798 hingga 1803 Masehi. Sementara teori kedua menyebut bila ia putra
dari Abu al-Fath ‘Abdul-Fattah atau Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah
Kesultanan Banten antara tahun 1651 hingga 1683 Masehi.</div><o:p></o:p>

Perjalanan spiritual
Pangeran Raja Atas Angin dimulai dari mempelajari ajaran tauhid kepada para
pemuka agama terkemuka baik dari dalam maupun luar negeri. Dahaga akan ilmu ia
tuntaskan dengan mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW di kota suci Makkah.
Sebagai bangsawan, ia disebut-sebut sebagai pewaris utama alias putra mahkota
yang berhak atas takhta kesultanan. Namun diyakini sebagai keturunan kesembilan
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, ia memilih mengembara untuk
menyiarkan ajaran tauhid yakni agama Islam.<o:p></o:p>

Di tengah ancaman Belanda,
ia beserta rombongan mengembara ke Pandeglang-Banten, Bogor, Cianjur,
Surade-Sukabumi, hingga Cisewu-Garut. Di akhir perjalanan, ia menemukan sebuah
daerah perbukitan di pelosok Bandung Selatan yang penduduknya masih menganut
agama leluhur. Lokasi tersebut dianggap sesuai untuk dijadikan pusat syiar
agama Islam. Apalagi, letaknya jauh dari pusat pemerintahan Belanda yang berada
di Kota Bandung, Sumedang, dan Cianjur. Di masa sekarang, lokasi persinggahan
Pangeran Raja Atas Angin dikenal sebagai Kecamatan Sindangkerta, dimana “sindang”
berarti “singgah”, dan “kerta” bermakna “aman”.<o:p></o:p>

Tidak berdiam di satu
tempat, Pangeran Raja Atas Angin memperluas cakupan area dakwahnya di kawasan
selatan Kabupaten Bandung Barat. Ia bergeser ke arah utara ke sebuah daerah
yang kemudian dikenal sebagai Kampung Panaruban. Nama kampung itu berasal dari
“takharub” yang artinya “mendekatkan diri (kepada yang Maha Kuasa)”. Untuk
selanjutnya, nama Kampung Panaruban berubah menjadi Kampung Gerendung yang
berasal dari kata “gerendung” atau “gerendeng”. Hal itu disebabkan karena
metode syiar berupa dzikir yang dilakukan Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i
terdengar “ngagerendeng” yang bermakna “suara halus”.<o:p></o:p>

Di Kampung Gerendung
itulah, Pangeran Raja Atas Angin mendirikan sebuah tempat yang menjadi pusat
dakwahnya. Berasal dari masyarakat sekitar, murid alias santri yang menimba
ilmu agama padanya semakin lama semakin banyak. Di kemudian hari, pusat syiar
agama Islam tersebut dijuluki “Jenuk” yang mempunyai makna “tempat berkumpul”.
Kala itu, terdapat sebuah istilah “batur jenuk balarea” yang berarti “semua
orang bersaudara”. Kini, istilah “Jenuk” yang sering dituturkan penduduk
dijadikan nama kampung yang dikenal sebagai Desa Cijenuk.<o:p></o:p>

Sang tokoh syiar Islam
tetap berdiam di kampung tersebut hingga akhir hayatnya. Di pemakaman umum Desa
Cijenuk juga bersemayam istri Pangeran Raja Atas Angin, yakni Nyimas Rangga
Wuluh, beserta kedua putri mereka, yaitu Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga
Wayan. Selain anggota keluarga, terdapat pula tiga makam yang diyakini sebagai
pendamping Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i dalam berdakwah menyiarkan
ajaran tauhid. Mereka adalah Eyang Jaga Wulan, Eyang Jaga Raksa, dan Eyang Jaga
Wadana.<o:p></o:p>

Untuk kenyamanan para
peziarah yang mencapai ribuan setiap tahunnya, Yayasan Syekh Maulana Muhammad
Syafe’i membangun infrastruktur secara bertahap. Saat ini, kompleks pemakaman
yang berlokasi di Desa Cijenuk, RT/W 07/07, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten
Bandung Barat telah memiliki ruang majelis utama yang berada tepat di depan
makam Pangeran Raja Atas Angin dengan daya tampung 1000 orang. Terdapat pula
Masjid al-Karomah, balai perkumpulan, kantor pengurus yayasan, toilet, tempat
wudhu, area parkir, dan warung. Dana pembangunan fasilitas berasal dari kantong
pribadi pendiri yayasan dan infaq para peziarah.<o:p></o:p>

Tak hanya berkunjung setiap hari, peziarah
dapat mengikuti pengajian mingguan yang diadakan yayasan setiap malam Senin.
Selain Hari Raya Idul Fitri, puncak ziarah terjadi di bulan Rabiul Awwal dimana
acara haul tahunan Pangeran Raja Atas Angin dipandu dan dibimbing langsung para
tokoh agama dan masyarakat terkemuka. Salah satunya oleh perwakilan sesepuh
dari Kesultanan Kanoman Cirebon. Dikenal sebagai tradisi “Muludan”, para
peziarah datang dari dalam serta luar Pulau Jawa, dan bahkan luar negeri,
seperti Malaysia dan Brunei Darusalam.Semangat dakwah Pangeran Raja Atas Angin
diteruskan anak-cucunya dengan mendirikan pusat pembelajaran islam atau
pesantren. Kini, wilayah selatan Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari
Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu dan Rongga dikenal
sebagai tujuan santri dari berbagai wilayah Bandung Raya untuk menimba ilmu
keagamaan. ‘Kelompok’ kecamatan tersebut bahkan mendapat julukan kultural
berupa “Kota Santri” dan “Pabrik Haji”.

<o:p> </o:p>

Pangeran Raja Atas Angin (Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i)

Mistikus 0 Pangeran Raja Atas Angin, Ulama Wali Nusantara April 25, 2025

Sekitar 40 kilometer ke arah selatan dari pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat di Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, terdapat setitik oase menyejukan berupa wisata religi umat Islam. Terletak di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, … Read more »

25Apr2025

Eyang Langlang Buana (Eyang Jagaraksa Atau Jagasatru), Pengawal Prabu Siliwangi

Mistikus 0 Eyang Langlang Buana April 23, 2025

<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBwxHYQZ4RYcBKPiJwKfjaGb-dww9KJrAf1Jf_CeIRkXpvHPVRUoSpF2LZLxtomP10lw1IXU2DziT1UEtD7mx7iK9kXOr9FNw4jp0EbSUb4EjclUlnpkiCabUw3l1rghH_DBfQk1hXCugfyTXKrNUBEBLEm0lMXPWcsg08q3sQaTL1FL7GKAPVUq5kdLGu/s561/eyang-langlang-buana.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="311" data-original-width="561" height="354" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBwxHYQZ4RYcBKPiJwKfjaGb-dww9KJrAf1Jf_CeIRkXpvHPVRUoSpF2LZLxtomP10lw1IXU2DziT1UEtD7mx7iK9kXOr9FNw4jp0EbSUb4EjclUlnpkiCabUw3l1rghH_DBfQk1hXCugfyTXKrNUBEBLEm0lMXPWcsg08q3sQaTL1FL7GKAPVUq5kdLGu/w640-h354/eyang-langlang-buana.jpg" width="640" /></a></div> Warga Jawa Barat, masyarakat Pasundan khususnya, selama ini mungkin
banyak mendengar cerita tentang adanya harimau gaib yang diyakini sebagai wujud
penjelmaan dari Prabu Siliwangi. Harimau gaib ini digambarkan sebagai hewan berbulu loreng, atau ada juga yang mengatakan
berbulu putih dan disebut sebagai Lodaya.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Disamping harimau loreng dan Lodaya, yang diyakini sebagai jelmaan Prabu
Siliwangi dan para pengikut setianya, sesungguhnya masih ada jenis harimau gaib
lainnya, yakni harimau yang berbulu hitam pekat. Nah, jenis harimau hitam
inilah yang mungkin masih kurang diketahui seperti apa asal-usulnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Meski terkesan musykil, namun bagi masyarakat Jawa Barat, khususnya yang
tinggal di daerah pinggiran, masih meyakini kalau ke semua jenis harimau gaib
tersebut hingga kini masih ada dan kerap menampakkan wujudnya di tempat-tempat
tertentu. Fenomena itu utamanya kerap terjadi di sekitar Leuweung Sancang,
Garut Selatan. Menurut cerita, di Leuweung Sancang inilah Prabu Siliwangi
bersama para pengikut setianya memutuskan jalan gaib dengan cara ngahyang atau
moksa.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Lantas, bagaimana asal-usul harimau hitam dari Pajajaran itu?</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Menurut informasi, sosok harimau hitam yang kini dijadikan lambang kesatuan
kepolisian daerah di Jawa Barat ini tidak lain mulanya berasal dari salah
seorang tokoh pengabdi setia di Pajajaran.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Saat Prabu Siliwangi berkuasa, sang tokoh mendapat kepercayaan jabatan sebagai
pejabat tinggi keamanan, atau setara dengan Panglima Polri pada saat sekarang.
Dialah petinggi polisi pertama yang sempat diangkat dilingkungan Kerajaan
Pajajaran. Tokoh dimaksud tak lain adalah yang namanya populer dengan sebutan
Eyang Langlangbuana. Dia pertama kali ditunjuk sebagai pengabdi polisi di
lingkungan kerajaan pada 1515, dan bersamanya sempat pula ditunjuk dua orang
ajudannya, yaitu yang bernama Eyang Jagariksa dan Eyang Jagapirusa.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Disebutkan, ketiga tokoh inilah yang bertanggungjawab terhadap keamanan di
lingkungan dalam kerajaan. Mereka juga memiliki pos pusat di Pakuan, juga
sejumlah pos-pos jaga di kawasan Sukadana, Cibitu dan Cianjur.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Eyang Langlangbuana, atau yang dikenal pula sebagai Eyang Jagaraksa atau
Jagasatru, menurut sejarah, sebenarnya bukanlah orang Pajajaran asli. Dia
adalah pengembara yang berasal dari Kerajaan Bugis, Makasar. Kemudian dia
menikah dengan wanita di Pajajaran.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Sebelum singgah di Pajajaran, Eyang Langlangbuana sempat pula mengembara ke
belahan bumi lain. Seperti ke Tanah Arab yang lamanya 77 tahun, dan terakhir ke
Tanah Jawa, atau dalam hal ini adalah Pajajaran.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Seperti diceritakan, Prabu Siliwangi dan segenap pengikut setianya akhirnya
sepakat memilih jalan gaib untuk mati secara moksa. Sementara. saat mendapati
tekanan berat dari pihak musuh, Eyang Langlangbuana memilih jalan akhirnya
sendiri, yaitu meninggal secara wajar.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Menurut sebuah sumber, makam Eyang Langlangbuana berada di kawasan Cibule, di
kaki Gunung Pangrango, Cianjur.</div><div style="text-align: justify;"> </div>
<div style="text-align: justify;">Sudah barang tentu, Eyang Langlangbuana termasuk leluhur yang memiliki jasa
besar bagi Pajajaran. Makamnya kini sangat dikeramatkan. "Namun, untuk
dapat mencapainya, boleh dikata tidaklah gampang. Sebab, disamping lokasinya
yang berada di kedalaman hutan yang rimbun, juga untuk tiba di sana kita pun
harus siap berjalan jongkok dan merayap, dikarenakan makam itu terkurung oleh
pohon-pohon yang besar," tegas sumber yang enggan disebutkan namanya.</div><o:p></o:p> <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; color: #212121; letter-spacing: 0.15pt;"><o:p></o:p>

<o:p> </o:p>

Eyang Langlang Buana (Eyang Jagaraksa Atau Jagasatru), Pengawal Prabu Siliwangi

Mistikus 0 Eyang Langlang Buana April 23, 2025

Warga Jawa Barat, masyarakat Pasundan khususnya, selama ini mungkin banyak mendengar cerita tentang adanya harimau gaib yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari Prabu Siliwangi. Harimau gaib ini digambarkan sebagai hewan berbulu loreng, atau ada j… Read more »

23Apr2025

Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti), Sang Panglima Awal Abad ke-17

Mistikus 0 Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti) April 23, 2025

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6frlF_AttfJg90V0k5ZTIzGcwbwSSoltq-6uEShqjqWpOQAQ9kCRnvRveRdc1I9qSesb7BZzY8Udsw7TBjLGhm0nCAnNzbNUZSticKOnMGtOV-N2urQgTwmfxvGdNvlWgiOuwoSaf3iIgxE4iski3isHLJYKCOpXZb1Lx1AQErijWG_8wdiGjTijD0b85/s700/makam-keramat-eyang-entang_1.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="364" data-original-width="700" height="332" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6frlF_AttfJg90V0k5ZTIzGcwbwSSoltq-6uEShqjqWpOQAQ9kCRnvRveRdc1I9qSesb7BZzY8Udsw7TBjLGhm0nCAnNzbNUZSticKOnMGtOV-N2urQgTwmfxvGdNvlWgiOuwoSaf3iIgxE4iski3isHLJYKCOpXZb1Lx1AQErijWG_8wdiGjTijD0b85/w640-h332/makam-keramat-eyang-entang_1.jpeg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;">Namanya Eyang Entang atau dikenal juga dengan
sebutan Embah Dalem Jagat Sakti. Makamnya ada di Desa Nyalindung, Kecamatan
Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.</div><div style="text-align: justify;">Lokasi makam ini tak terlalu sulit dijangkau
karena cukup dekat dari Jalan Raya Purwakarta-Padalarang. Makam ini kemudian
dikenal dengan nama Makam Eyang Entang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Tak semua warga di kampung tersebut ngeuh dengan
keberadaan makam yang sosoknya bisa disebut legendaris itu. Bahkan, banyak
warga di sana yang kebingungan jika ditanya di mana keberadaan Makam Eyang
Entang atau Embah Dalem Jagat Sakti.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Sebagian dari mereka hanya bisa mengarahkan pada
sebuah makam tanpa tahu cerita menarik di baliknya. Padahal, makam yang mereka
tunjukkan adalah Makam Eyang Entang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Di makam tersebut, jangan bayangkan makam megah
dan terawat seperti petilasan makam keramat lainnya. Makam Eyang Entang memang
memiliki kawasannya tersendiri, sebuah area pemakaman berpagar besi usang
dengan pendopo yang kotor tempat peziarah hendak berdoa maupun nadran.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Di area itu ternyata tak cuma ada makam Eyang
Entang. Di sebelahnya ada makam sang istri, Ibu Entang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Ya, sesederhana itu namanya. Makam keduanya jauh
dari kesan megah. Hanya sebuah makam biasa tanpa nisan yang dibatasi batu
sebagai penanda bahwa itu makam gegeden alias orang penting di kampung tersebut.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Panglima Perang, Penyebar Agama Islam</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQiFsxZmsDn6olQVIO1Thw_WH-A4PY2kc6KurnVQ0oucK9Akjl-nF4_1_xCFudlAhwDZXfIBIbVfAN3xbDLPF2gAFnN0bSXo9rl0jQDJQXevCJn2J4kq7qpLQbfHSOaOEHF6sXWZX2bzMZH9pW54F5fqXMufDovn2tBDbm1yCmwzt7ARlu9qD0-cYCYA5Q/s620/makam-keramat-eyang-entang-2.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="322" data-original-width="620" height="332" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQiFsxZmsDn6olQVIO1Thw_WH-A4PY2kc6KurnVQ0oucK9Akjl-nF4_1_xCFudlAhwDZXfIBIbVfAN3xbDLPF2gAFnN0bSXo9rl0jQDJQXevCJn2J4kq7qpLQbfHSOaOEHF6sXWZX2bzMZH9pW54F5fqXMufDovn2tBDbm1yCmwzt7ARlu9qD0-cYCYA5Q/w640-h332/makam-keramat-eyang-entang-2.jpeg" width="640" /></a></div> Siapa sebenarnya sosok Eyang Entang ini? Sehebat
apa kisah perjalanan hidupnya hingga layak disebut sosok legendaris?</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;">Embah Dalem Jagat Sakti atau Eyang Entang. beliau
ini merupakan seorang panglima perang di Umbul Kahuripan Kaadipatian Ukur tahun
1620."</div>
<div style="text-align: justify;"> </div>
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Sebagai tokoh penyebar agama Islam dan panglima
perang, Embah Dalem Jagat Sakti dikabarkan menguasai kesaktian dan kedigdayaan.
Namun, lebih dari itu, ia juga menguasai keahlian ilmu hitung (falaq) serta
ilmu perbintangan. Hal itu yang membuatnya dijuluki Embah Dalem Jagat Sakti.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Sejumlah tradisi yang berkaitan dengan Eyang
Entang pun masih terjaga sampai sekarang, khususnya oleh tokoh atau sesepuh
Desa Nyalindung. Selayaknya tradisi pada umumnya, ada makna dan nilai
tersendiri di dalamnya. Di antaranya Ritual Hajat Arwah, Upacara Mikul Lodong,
Upacara Hajat Cai, dan upacara lainnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Berasal dari Cianjur</div>
<div style="text-align: justify;"> </div>
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3C5MFDx7p4i8RsHBMyEl0Xpx69CvKJb4HEuhjpBxgNIqELDyj4rHGWVVYH7qf3-HMXDu-3Nvq-6DxfJzeV0CYpdeM5WSJJM7DMWoz_W44nbO8NEAw2rCaujkMenu205fuHAPG77e5PlOm6_S6wGsl8QJRHVJs7NEszSl9ph0Qr2PtIXYjyAS2U1_hkEix/s653/makam-keramat-eyang-entang-3.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="366" data-original-width="653" height="358" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3C5MFDx7p4i8RsHBMyEl0Xpx69CvKJb4HEuhjpBxgNIqELDyj4rHGWVVYH7qf3-HMXDu-3Nvq-6DxfJzeV0CYpdeM5WSJJM7DMWoz_W44nbO8NEAw2rCaujkMenu205fuHAPG77e5PlOm6_S6wGsl8QJRHVJs7NEszSl9ph0Qr2PtIXYjyAS2U1_hkEix/w640-h358/makam-keramat-eyang-entang-3.jpg" width="640" /></a></div> Dikutip dari laman resmi Desa Nyalindung, turut
dijabarkan dengan cukup jelas soal sejarah sesepuh mereka, yakni Embah Dalem
Jagat Sakti alias Eyang Entang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Di laman tersebut dijelaskan jika Embah Dalem
Jagat Sakti berasal dari daerah Kampung Sanalika, Cikundul, Cianjur. Ia
ditugaskan menetap di Kampung Pondok Kondang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Sebab, saat itu, diperkirakan pada tahun 1601 atau
sekitar abad 17 awal, wilayah Cikalong Cianjur masuk Umbul Kahuripan Tumenggung
Wirasuta yang beribukota di Pangheotan, sekarang Cikalongwetan.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Tugas beliau membantu dan mengawasi perjalanan
pasukan atau bala tentara Adipati Ukur yang mengemban amanat Raja Mataram yang
melewati jalur Kahuripan/Cikalongwetan yang akan menyerang Batavia (Jakarta).</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Selain mengemban tugas pemerintahan, beliau
merupakan cikal bakal adanya masyarakat serta pemukiman di Pondok Kondang.
Istilah Pondok Kondang artinya rumah yang ditempati oleh orang Cikondang,
Cikundul, Cianjur yang sekarang berubah menjadi Parakan Salam. Parakan Salam
sendiri merupakan kampung tempat makam keramat Embah Dalem Jagat Sakti kini
berada.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Sebutan nama Parakan Salam mengambil dari tradisi
mengambil ikan atau marak lauk dalam persiapan hajat cai ngaruwat lembur yang
dimulai acaranya dari Cimani Agung. Ritualnya adalah membawa sesaji berupa
kambing untuk disembelih yang diiringi aneka tetabuhan dan berakhir dengan
mengambil ikan (marak lauk) di Sungai Cikubang.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Istilah nama Parakan Salam dibuat keturunan Eyang
Entang dan Ibu Entang, yaitu Mama Idris atau Ayah Katmah. Dalam
pengembaraannya, Eyang Entang tidak pernah menyatakan keturunan Menak Cikundul.
Sehingga, keturunannya sampai saat ini tidak ada satupun yang memakai gelar
nama Menak dengan alasan penyamaran.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><div style="text-align: justify;">Oleh karena itu, masyarakat lebih mengenal beliau
dengan nama Eyang Entang. Entang sendiri bisa didasarkan pada karyanya,
jasanya, serta loyalitas beliau kepada Tumenggung Wirasuta sangat tinggi.
Sehingga ia mendapat penghargaan Bentang atau Entang dari Umbul Kahuripan yang
dipimpin oleh Tumengung Wirasuta.</div><div style="text-align: justify;"> </div>

<div style="text-align: justify;"> </div>
<o:p></o:p>

Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti), Sang Panglima Awal Abad ke-17

Mistikus 0 Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti) April 23, 2025

Namanya Eyang Entang atau dikenal juga dengan sebutan Embah Dalem Jagat Sakti. Makamnya ada di Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.Lokasi makam ini tak terlalu sulit dijangkau karena cukup dekat dari Jalan Raya Purwakarta-Pada… Read more »

23Apr2025

Mama Aang Nuh Gentur Cianjur

Mistikus 0 Mama Aang Nuh Gentur, Ulama Wali Nusantara April 22, 2025

<h3 style="background: white; line-height: 21pt; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv6mhdv5OBNHfnpRXx4lnweu7bgO3ziGm_HT-Z0149I_JjxrkSOJ4se7exLmADfdGUsyixiiwLtqgWW7ynAJrhrnQgoeDf8CgW7bhZDxTdxK1O-HHtrlwjPjjsduhNankw4u5GbnvvnxCaIT4a2B4zIMpKAK0RBjFgZPEcRk4c7Qe2ZRH-VJVtvvsS99iv/s611/Mama-nuh-gentur.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="611" data-original-width="474" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv6mhdv5OBNHfnpRXx4lnweu7bgO3ziGm_HT-Z0149I_JjxrkSOJ4se7exLmADfdGUsyixiiwLtqgWW7ynAJrhrnQgoeDf8CgW7bhZDxTdxK1O-HHtrlwjPjjsduhNankw4u5GbnvvnxCaIT4a2B4zIMpKAK0RBjFgZPEcRk4c7Qe2ZRH-VJVtvvsS99iv/w496-h640/Mama-nuh-gentur.jpg" width="496" /></a></div> Mama Aang Nuh
Gentur Cianjur Jawa Barat merupakan sosok ulama karismatik sekaligus paku tanah
Jawa Barat pada masanya.<o:p></o:p></h3>

Mama Aang Nuh adalah salah satu ulama kebanggaan Tanah Pasundan
yang Al-'Alim Al-'Allaamah Al-Kaamil Al-Waro' dari Pondok Pesantren di Gentur,
Cianjur. Siapa yang tak kenal akan sosok Aang Nuh yang begitu terkenal dengan
ketinggian akan ilmu agamanya, bahkan dari segi karomah pun sudah banyak orang
yang membuktikan dan menyaksikannya.Karena terkenal sebagai ulama berilmu agama tinggi sekaligus
Kyai dengan beribu karomahnya, tak heran jika semasa hidupnya beliau dijuluki
sebagai Jawara se-Indonesia. Selain menjadi kebanggaan tanah Jawa Barat, Mama
Aang Nuh juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Bernama asli Mama Abdullah Haq Nuh bin Syekh Ahmad Syathiby
Gentur bin Syekh Muhammad Said bin Syekh Abdul Qodir Cihaneut Ciawi Tasikmalaya
bin Syekh Nur Hajid bin Syekh Nur Katim bin Sembah Dalem Bojong bin Waliyullah
Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang tembus hingga Rasulullah SAW.<o:p></o:p>

Putra dari seorang ulama kharismatik Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi
(Mama Ajengan Kaler), sosok waliyullah yang merupakan guru besar
ulama tanah pasundan. Sebab dari didikan beliaulah lahir banyak ulama besar
yang tersebar di berbagai daerah.<o:p></o:p>

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidvEYlFmLzxWheH4M3hR4S5PaA2kRhQzQ88thOrSPjD-AEJK1dHNKKhkD8qg5ekGJWxiJgkjiFIEEeSE1mtwu6GSbkWAlwlROYuQoRWMCcEskcrQVXslcCs148wBkFqvKRkWJvwYO7kNww3Va_OA76Xx93eWPFcAe1nDzfxeXpPh1zZNrairoKDxUtFTwN/s180/eyang-gentar-bumi.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="180" data-original-width="133" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidvEYlFmLzxWheH4M3hR4S5PaA2kRhQzQ88thOrSPjD-AEJK1dHNKKhkD8qg5ekGJWxiJgkjiFIEEeSE1mtwu6GSbkWAlwlROYuQoRWMCcEskcrQVXslcCs148wBkFqvKRkWJvwYO7kNww3Va_OA76Xx93eWPFcAe1nDzfxeXpPh1zZNrairoKDxUtFTwN/w473-h640/eyang-gentar-bumi.jpeg" width="473" /></a></div> NASABNYA:<o:p></o:p>

Silsilah Keturunan Mama Aang Nuh Gentur<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Dari pihak Ibu:<ol style="text-align: left;"><li>Nabi Muhammad Saw</li><li>Sayyidina Ali karroma Allahu wajhahu
dan Fatimati Azzahro’</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Sayidina Husein As.</li><li>Sayyidina Ali Zaenal Abidin Ra.</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Muhammad Al Baqir</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ja'far Ashodiq</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ali AI'Aridhi</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Muhammad</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Isa Albasyari</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ahmad Al Muhajir</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ubaidillah</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">'Uluwi</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ali Kholi'i Qosim</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Muhammmad Shohibul Murobath</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">‘Uluwi</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Abdul Malik</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Abdullah Khona</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Imam Ahmad Syah</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Jamaludin Akbar</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Asmar Kandi Gisik Karjo Tuban</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ishak Makdhum</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Muhammad Ainul Yaqin</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Sunan Giri Laya</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Wira Candera</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Kentol Sumbirana</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Rd. Ajeng Tanganziah</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Waliyullah Syeikh Haji Abdul Muhyi Pamijahan</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Syekh Abdullah</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Syekh Tubagus Nidhor</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Syekh Abdul Qodir Cihaneut</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Syekh Muhammad Sa`id</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Syekh Ahmad Syathiby</li><li><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Mama Aang Nuh Gentur</li></ol><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Dari ayah: 
 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">1. Nabi Adam As. 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">2. Nabi Syis As. 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">3. Anwar (Nur cahya) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">4. Sangyang Nurasa 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">5. Sangyang Wenang 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">6. Sangyang Tunggal 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">7. Sangyang Manikmaya 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">8. Brahma 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">9. Bramasada 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">10. Bramasatapa 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">11. Parikenan 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">12. Manumayasa 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">13. Sekutrem 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">14. Sakri 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">15. Palasara 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">16. Abiyasa 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">17. Pandu Dewanata 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">18. Arjuna 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">19. Abimanyu 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">20. Parikesit 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">21. Yudayana 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">22. Yudayaka 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">23. Jaya Amijaya 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">24. Kendrayana 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">25. Sumawicitra 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">26. Citrasoma 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">27. Pancadriya 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">28. Prabu Suwela 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">29. Sri Mahapunggung 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">30. Resi Kandihawan 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">31. Resi Gentayu 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">32. Lembu Amiluhur 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">33. Panji Asmarabangun 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">34. Rawisrengga 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">35. Prabu Lelea (Maha Raja Adi Mulya) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">36. Prabu Ciung Wanara 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">37. Sri Ratu Dewi Purbasari 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">38. Prabu Lingga Hyang 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">39. Prabu Lingga Wesi 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">40. Prabu Susuk Tunggal 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">41. Prabu Banyak Larang 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">42. Prabu Banyak Wangi / Munding Sari I 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">43. (a) Prabu Mundingkawati / Prabu Lingga
Buana <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">/ Munding Wangi (Raja yang tewas di Bubat) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">      (b) Prabu Borosngora / Bunisora Suradipati <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">/ Prabu Kuda Lelean berputra : Ki Gedeng Kasmaya 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">44. Prabu Wastu Kencana / Prabu Niskala Wastu Kancana <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">/ Prabu Siliwangi
I 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">45. Prabu Anggalarang / Prabu Dewata Niskala / <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Jaka Suruh (Raja
Galuh / Kawali)   
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">46. Prabu Siliwangi II / Prabu Jaya Dewata <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">/ Raden Pamanah Rasa / Sri Baduga Maha Raja 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">47. Ratu Galuh 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">48. Ratu Puhun 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">49. Kuda Lanjar 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">50. Mudik Cikawung Ading 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">51. Entol Penengah 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">52. Sembah Lebe Warto Kusumah 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">53. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">54. Syekh Abdullah 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">55. Syekh Tubagus Nidhor 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">56. Syekh Abdul Qodir Cihaneut 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">57. Syekh Muhammad Sa`id 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">58. Syekh Ahmad Syathiby 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">59. Mama Aang Nuh Gentur 
 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">PARA GURUNYA: <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">1. Ayahnya sendiri yakni Mama
Ajengan Kaler (K.H. Ahmad Syathiby) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">2. Uaknya yakni Mama Ajengan
Kidul K.H. Muhammad Qurthuby 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">3. Mama Cijerah K.H. Muhammad
Syafi`i 
 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">TEMAN SEPERJUANGANNYA DI PONDOK PESANTREN
CIJERAH: 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">1. Mama Sindang Sari (K.H.Thoha bin
K.H.Muhammad Showi) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">2. Mama Badaraksa (K.H.Thoha bin K.H.Hasan
Al-Mustawi) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">3. Mama Gelar (K.H.Abdus Shommad) 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">4. Mama Obay Karawang 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">5. Mama Syarifuddin Ponpes Fathul Huda Cipaku
Samarang Garut 
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">6. Ir. Soekarno Hatta (Presiden RI Pertama), <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Dll.PARA GURUNYA

<ol start="1" type="1">
 <li class="MsoNormal" style="background: white; color: #545454; line-height: 19.5pt; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;">Ayahnya sendiri yakni Mama Ajengan
 Kaler (KH. Ahmad Syathiby)<o:p></o:p></li>
 <li class="MsoNormal" style="background: white; color: #545454; line-height: 19.5pt; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;">Uaknya yakni Mama Ajengan Kidul
 K.H. Muhammad Qurthuby<o:p></o:p></li>
 <li class="MsoNormal" style="background: white; color: #545454; line-height: 19.5pt; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;">Mama Cijerah KH. Muhammad Syafi`i<o:p></o:p></li>
</ol>

KAROMAH<ol><li style="text-align: justify;">Bertemu dengan Al Imam Al Habib Husein bin Abubakar Al Aydrus.
Di waktu beliau melakukan ziarah ke makam Al Imam Al Habib Husein bin Abubakar
Al Aydrus di Luar Batang, Jakarta, beliau langsung bertemu langsung dengan Al
Imam Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus dan disambut baik sambil keluar dari
dalam kuburnya. Kemudian dibaiat langsung oleh Al Imam Al Habib Husein bin
Abubakar Al Aydrus pemilik makam keramat, Luar Batang, masyaallah itu semua
adalah kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.</li><li style="text-align: justify;">Suatu ketika Aang Nuh naik ke atas sambil ditembaki, namun tidak
mempan, lalu tiba-tiba saja beliau langsung berada di rumahnya.</li><li style="text-align: justify;">Ada orang yang sedang melamun lalu ditempeleng Aang Nuh dan
beliau memerintahkan orang itu agar jualan peuyeum ubi, kemudian orang tersebut
mendadak kaya raya.</li><li style="text-align: justify;">Menaburkan daun pisang kering ke kolam, seketika daun tersebut
berubah menjadi ikan mas kecil di kolam.</li><li style="text-align: justify;">Pernah terjun dari air terjun yang tinggi yang di bawahnya
ada batu runcing dengan posisi kepala terlebih dahulu, namun anehnya tidak terjadi
apa-apa pada Aang Nuh. Setelah itu, beliau lalu berkata kepada
santri-santrinya, “Kalau belum waktunya meninggal dia tidak akan meninggal.”</li><li style="text-align: justify;">Pernah suatu ketika, beliau menendang tiang masjid yang tak
kunjung usai pembangunannya, sambil berkata “Ini masjid apa kandang hewan?”
Tidak lama dari kejadian itu, ada mobil yang mengirim bahan-bahan bangunan dan
masjid pun rampung didirikan.</li><li style="text-align: justify;">Ada sebuah kisah yang sangat mengherankan., saat Aang Nih
pergi haji bersama beberapa muridnya. Tiba-tiba ada dua orang pria yang
menghampiri dan mencium tangan Aang Nuh, bingunglah murid-muridnya sebab kedua
pria itu asing bagi mereka dan baru pertama kali melihatnya. Lalu salah seorang
murid mengejar kedua pria itu dan bertanya dengan bahasa Arab, “Mengapa Anda berdua
tiba-tiba mencium tangan guru saya?” kata murid dari Aang Nuh. Kedua pria itu
lalu menjawab, “Tadi kami didatangi seseorang dan orang itu menunjuk kepada
guru Anda, lalu ia berkata ciumlah tangan beliau karena beliau termasuk tentara
Imam Mahdi di akhir zaman.”</li><li style="text-align: justify;">Ada sebuah kisah yang disaksikan langsung oleh seorang kakek,
ketika dahulu tahun 1978 saat si kakek mengawal Aang Nuh berziarah ke makam
kakeknya yaitu Syekh Abdul Qodir Cihaneut, Ciawi, Tasikmalaya. Ada keajaiban
saat itu yakni si kakek melihat langsung Aang melakukan Salat Tahajud di atas
air. Air yang dipijak Syekh Aang Nuh seperti sajadah yang menahan tubuh beliau.</li><li style="text-align: justify;">Ada kisah berkait karomah Aang Nuh dengan karomah Mama Gelar
beliau berdua merupakan dua ulama masyhur dari Cianjur. Suatu ketika saat Mama
Gelar mengadakan sebuah acara di pondok pesantren Gelar. Beliau mengundang Aang
Nuh untuk hadir lalu pada hari yang telah dijadwalkan acara pun berlangsung
dengan dihadiri banyak ulama lainnya.</li></ol>

Saat itulah, karomah Aang Nuh yang tinggi ini terlihat. Saat itu
Aang Nuh memukulkan tangannya ke kolam ikan, atas izin Allah SWT, seketika saja
ikan-ikan yang ada di kolam itu pun naik ke daratan. <o:p></o:p>

Lalu, Mama Gelar juga ikut memukulkan tangannya ke kolam atas
izin Allah SWT seketika saja ikan-ikan yang ada di kolam itu pun naik ke darat
dengan kondisi sudah matang. <o:p></o:p>

Semua keistimewaan jika kita renungkan kembali adalah sesuatu
hal yang tidak ada yang tidak mungkin, tinggal bagaimana kita menyikapinya
kemablikan semua ke Allah SWT. Tiada daya dan upata kecuali kehendak-Nya. Dan
jika masih banyak diantara kita yang meragukan akan keistimewaan dari seorang
Wali Allah. Maka tidak perlu diperdebatkan yang menyakini tinggal menyakini
saja dan yang bertentangan atau meragukan karena hal-hal yang lain ya kita
hormati. Semua cara pandang dan perbedaan adalah keindahan dan rahmat-Nya<o:p></o:p>

Itulah biografi serta beberapa karomah dari Mama Aang Nuh Gentur
Cianjur Jawa Barat yang dalam menjalani kehidupannya penuh kewibawaan serta
membuat masyarakat sangat menghormatinya. <o:p></o:p>

Mama Aang Nuh Gentur Cianjur

Mistikus 0 Mama Aang Nuh Gentur, Ulama Wali Nusantara April 22, 2025

Mama Aang Nuh Gentur Cianjur Jawa Barat merupakan sosok ulama karismatik sekaligus paku tanah Jawa Barat pada masanya. Mama Aang Nuh adalah salah satu ulama kebanggaan Tanah Pasundan yang Al-'Alim Al-'Allaamah Al-Kaamil Al-Waro' dari Pondok Pesantren… Read more »

22Apr2025

Eyang Haji Gentar Bumi (Wali Sakti Qudratullah) Pelabuhan Ratu

Mistikus 0 Eyang Haji Gentar Bumi April 22, 2025

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8G4Oc7ygGVBLrVdGqnZKs5dyJeuQP52cdDcAgZRLKX-RLofDpIq25qH5CSVpvwZNMcsqsZKOYnz7gmugi2PQmcn-XM3J1Q-dnUqMZDwEr5P46kSyLPNw_xxNU5S-WtkdR4O1LGZssQ4FNJJSyP-bED7OXT1AYiDfXFoVhiwr4c3qzRbnEH0x7jiUiNFzX/s474/Makam%20Eyang%20Haji%20Gentar%20Bumi.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="266" data-original-width="474" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8G4Oc7ygGVBLrVdGqnZKs5dyJeuQP52cdDcAgZRLKX-RLofDpIq25qH5CSVpvwZNMcsqsZKOYnz7gmugi2PQmcn-XM3J1Q-dnUqMZDwEr5P46kSyLPNw_xxNU5S-WtkdR4O1LGZssQ4FNJJSyP-bED7OXT1AYiDfXFoVhiwr4c3qzRbnEH0x7jiUiNFzX/w640-h360/Makam%20Eyang%20Haji%20Gentar%20Bumi.jpeg" width="640" /></a></div> <div><div style="text-align: justify;">Wali sakti Qudratullah adalah seorang Wali Allah yang tugasnya sungguh
sangat berat karena pada zamannya ia bertugas untuk menjaga benteng selatan
pulau Jawa yang khususnya Pelabuhan Ratu dan sekitarnya tak heran kisah-kisah perjalanan beliau selalu diliputi dengan kisah yang diluar akal sehat manusia
karena tingginya karomah yang diberikan oleh Allah SWT sehingga beliau bergelar
wali sakti sebutan akrab bagi masyarakat sekitar.</div><span style="-webkit-text-stroke-width: 0px; float: none; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;">Wali sakti Qudratullah atau dikenal dengan sebutan
Eyang Haji Gentar Bumi. Merupakan keturunan seorang ulama besar antara
perpaduan dari keturunan wali Cirebon dan ulama besar di Garut, Jawa Barat.
Masa kecilnya dihabiskan di sebuah pondok di Garut. Setelah cukup dengan ilmu
agama dan kadigdayaan, Eyang Haji Gentar Bumi mulai mengembara. Dengan
kebijaksanaan dan kesaktiannya, Eyang Haji Gentar Bumi berhasil mengalahkan
lawan-lawannya dan menjadikan mereka sebagai santri-santrinya. Pemukiman yang
beliau tinggali berada pada kaki gunung Halimun yang pada waktu itu sebagai
basis markas besar para pelarian laskar Pajajaran untuk melarikan diri dan
bersembunyi. Melalui tangan dan dakwah beliau para pelarian tersebut di Islamkan
dan di jadikan murid oleh beliau.<o:p></o:p>

Dan kebanyakan murid beliau adalah bekas musuh dari beliau yang
ditaklukan karena adu kesaktian dan akhirnya menyerah menjadi muridnya. Namun
tidak banyak  kisah perjalanan hidup yang tertinggal dari sosok waliyullah
yang kesohor ini. Tak ada literature resmi yang menceritakan perjuangannya.
Namun sebuah sumber menceritakan, Eyang Haji Gentar Bumi adalah seorang manusia
yang takwa. Kesaktian Eyang <span style="-webkit-text-stroke-width: 0px; float: none; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;">Haji Gentar Bumi memang kesohor. Tak ada musuh
yang sanggup berdiri tegak di hadapannya manakala mereka tengah bertarung.
Dengan sekali hentakan kaki Eyang Haji Gentar Bumi, setiap musuhnya pasti
oleng. Mereka merasa tanah yang dipijaknya bergetar serasa dilanda gempa
dahsyat.<br style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;" />
<br style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;" />
<span style="-webkit-text-stroke-width: 0px; float: none; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;">Makam Eyang Haji Gentar Bumi berada di kaki Gunung
Halimun, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Berada di bukit kecil, makam keramat yang
memiliki areal luas di tengah sejuknya udara pegunungan ini kerap dijadikan
sebagai tempat pertapaan terakhir bagi orang-orang yang ngalab ilmu hikmah.
Keramat ini dipercaya banyak orang sebagai persemedian terakhir untuk
menyempurnakan ilmu kesaktian.<o:p></o:p>

Meski berada jauh di kaki gunung Halimun, areal makam ini nampak asri
dan terawat dengan baik. Batu-batu menhir bertebaran menghiasi taman-taman di
sekelilingnya. Sementara batu-batu alam tertata apik di sekeliling makam,
nampak seperti lantai yang terbuat dari marmer hitam. Empat buah tiang penyangga
cungkup pun tak kalah artistiknya. Terbuat dari kayu hitam berukir, yang
menyangga cungkup berukiran kayu jati.<o:p></o:p></div>

Eyang Haji Gentar Bumi (Wali Sakti Qudratullah) Pelabuhan Ratu

Mistikus 0 Eyang Haji Gentar Bumi April 22, 2025

Wali sakti Qudratullah adalah seorang Wali Allah yang tugasnya sungguh sangat berat karena pada zamannya ia bertugas untuk menjaga benteng selatan pulau Jawa yang khususnya Pelabuhan Ratu dan sekitarnya tak heran kisah-kisah perjalanan beliau selalu … Read more »

22Apr2025

Title

Syeikh Tolhah Kalisapu Cirebon: Mursyid TQN

Pangeran Raja Atas Angin (Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i)

Eyang Langlang Buana (Eyang Jagaraksa Atau Jagasatru), Pengawal Prabu Siliwangi

Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti), Sang Panglima Awal Abad ke-17

Mama Aang Nuh Gentur Cianjur

Eyang Haji Gentar Bumi (Wali Sakti Qudratullah) Pelabuhan Ratu

Kisah Sufi

Sahabat Nabi

Tokoh Sufi

Ulama & Wali Nusantara

Tasawuf

Wasiat

Ziarah Wali

Populars

Comment