
Di Desa Bondan Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu,
Terdapat dua tempat yang cukup di kenal masyarakat sekitar maupun luar Daerah.
Syekh Alimuddin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Buyut Sapu Angin, merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam di Desa Bondan. Syekh Alimuddin (Ki Buyut Sapu Angin) ini, berasal dari wilayah Jawa Timur yang belajar agama Islam dengan Syekh Dzatul Kahfi.
Syekh Dzatul Kahfi lalu pergi ke wilayah Cirebon dan
penyebaran Islam diteruskan oleh muridnya yaitu Ki Buyut Sapu Angin.
Di makam Ki Buyut Sapu Angin ini, selalu ramai oleh orang-orang yang ingin berziarah, atau melakukan wisata religi, terutama pada malam Jum'at Kliwon.
Masjid Kuno Sapuangin Bondan
Tersembunyi di antara rimbunnya pepohonan dan desiran angin sepoi-sepoi, berdiri megah Masjid Kuno Sapu Angin Bondan.
Berdasarkan penuturan warga setempat, masjid yang terletak di Desa Bondan, Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu, ini didirikan oleh Syekh Dzatul Kahfi, seorang ulama besar yang memiliki karomah luar biasa.
Berdasarkan cerita turun temurun, masjid ini berdiri pada abad ke 13–14 Masehi. Pendiriannya kurang lebih di tahun 1414. Dari hasil penelitian, kayunya sudah ada sejak tahun 1300an.
Dikisahkan, Syekh Dzatul Kahfi berhasil membangun masjid megah ini dalam waktu semalam dengan bantuan kekuatan gaibnya. Tak heran jika masjid ini sering disebut dengan sebutan Masjid Sapu Angin. Syekh Dzatul Kahfi, membangun masjid tersebut untuk keperluan syiar Islam.
Tujuan pembangunan masjid oleh Syekh Dzatul Kahfi, sebagai pusat penyebaran agama Islam di wilayah Bondan. Hal itu beliau lakukan sebelum berdirinya Cirebon dan Indramayu sebagai sebuah kerajaan atau daerah. Waktu itu, Indramayu dan Cirebon masih berupa alas (hutan), masih sedikit permukiman warga.
Berdasarkan arsitektur masjid ini pun sangat unik dan menarik perhatian. Keberadaan kubah tumpang tindih atau kubah dengan bahan gerabah menjadi ciri khas masjid-masjid kuno di Jawa, yang dibangun sekitar abad 13-14.
Masjid tertua ini menyimpan kisah sejarah yang unik dari
tokoh pendirinya. Berawal dari kisah penyebar agama Budha Majapahit. Yang pada
awal penyebarannya di tanah Jawa (1400 Masehi) datang dua orang kakak beradik
yang bernama Ki Rakinem dan Nyimas Ratu Kencana Wungu di sekitar kali Cimanuk.
Keduanya merupakan penyebar agama Budha dari kerajaan Majapahit dan tengah
menjalankan misi keagamaan di daratan Jawa pesisir barat. Mereka terkesan
dengan alam yang terjaga walaupun suasana tidak lengang lantaran banyak
aktivitas masyarakat pesisir.
Kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi adalah senjata
yang ampuh untuk mendapatkan simpatik dan diterimanya seseorang. Tidak butuh
waktu yang lama keduanya mampu menjadi panutan di daerah tersebut. Tokoh
panutan ini lantas menyebar ke daerah sekitarnya.
Mereka menyusuri lembah yang terletak di Jawa bagian barat,
sampai-sampai menyusuri kali Cimanuk dengan menggunakan Gethet (rakit bambu)
menuju muara.
Setelah sekian bersahaja Ki Rakinem akhirnya mampu
menjadikan dirinya sebagai tokoh panutan di padukuhan Bondan tersebut. Sampai
akhirnya ia dijuluki sebagai Ki Geden Bondan, yang artinya "Panutan
masyarakat Bondan."
Disaat-saat bersahaja bestari di sana, muncullah tokoh Syekh
Dzatul Kahfi yang merupakan penyebar agama Islam dari semenanjung Malaya di
Thailand. Syekh Dzatul Kahfi pun singgah di kawasan yang sama sembari
beradaptasi dengan masyarakat sekitar yang sudah menganut Budha. Saat itu
proses penyebaran agama Budha dari Ki Geden Bondan dan Nyi Mas Ratu Kencana
Wungu masih terus berlangsung.
Keduanya mengenalkan ajaran agama Budha lewat budaya
kesenian setempat seperti wayang, topeng dan ronggeng. Syekh Dzatul Kahfi pun
tertarik dengan kesenian yang mereka bawakan dan berupaya berinteraksi dengan
keduanya.
Setelah beberapa waktu mereka berinteraksi Syekh Dzatul
Kahfi pun menyukai Nyi Mas Ratu Kencanawungu dan disebutkan keduanya mulai
intens untuk saling berinteraksi. Hal tersebut merupakan strategi penyebaran
agama Islam oleh tokoh yang wafat di Astana Gunung Jati Cirebon tersebut.
"Mereka menjalin hubungan cinta tanpa sepengetahuan Ki
Geden Bondan kakaknya. Syekh Dzatul Kahfi pun mengajarkan agama Islam kepada
Nyi Mas Kencanawungu, dan pada akhirnya dia memeluk Islam pertama di Bondan.
Atas tindakan nekad dari Syekh Dzatul Kahfi dan Nyi Mas Ratu
Kencanawungu, Sang kakak, Ki Geden Bondan pun murka hingga niat pernikahan
keduanya pun terhalang.
Beragam upaya pembunuhan terhadap penyebar Agama Islam di
kawasan pesisir Utara Jawa Barat tersebut terus digencarkan, hingga Ki Geden pun
meminta syarat khusus kepadanya agar keduanya dapat menikah.
"Dalam upaya membunuh Syekh Dzatul Kahfi, Ki Geden
Bondan memerintahkannya untuk menyiapkan seekor banteng yang berada di hutan
dan wajib dicari hingga tempat yang jauh sekalipun untuk dijadikan korban dalam
upacara adat satu malam,"katanya.
Setelah beberapa waktu akhirnya banteng tersebut didapatkannya
setelah shalat subuh di tengah hutan dengan bantuan dari selendang Nyi Mas Ratu
Kencanawungu.
Dalam perjalanan mendapatkan seekor banteng, saat itu pula
Nyi Mas Ratu Kencanawungu mengucapkan kata-kata "Bongkoran" yang
berarti pembunuhan terhadap Syekh Dzatul Kahfi telah gagal. Hal ini kelak
berdirinya blok pedukuhan bernama Bongkoran.
Selain itu saat masyarakat pendukung Syekh Dzatul Kahfi
menunggu kedatangannya saat tengah berburu banteng sebagai syarat pernikahannya.
Merekapun merasakan rasa cemas dan menganggap tokoh tersebut telah mati dengan
sebutan "medukuhan" yang kelak dijadikan blok Dukuh.
Selain itu, terdapat pula blok Tangkil yang diambil dari
kata "Tangkilan" (peperangan) saat Syekh Dzatul Kahfi kembali. Lalu
blok Grojogan yang terinspirasi dari istilah "banjir darah" saat
peperangan terjadi dan lainnya.
Hingga masa peperangan pun berakhir dan Ki Geden Bondan
takluk sembari berkata "Lanjutkan cita-cita kalian". Sejak saat itu
Syekh Dzatul Kahfi pun berupaya bermusyawarah dengan para pengikutnya untuk
membangun masjid di lokasi yang tak jauh dari kali Cimanuk.
Masjid yang berdiri dalam waktu satu malam ini (usianya
kurang lebih 600 tahun) mempunyai keunikan yang kelak turut menginspirasi bagi
nama-nama blok di desa Bondan.
Disebutkan bahwa masjid yang juga bernama Masjid Darus Sajidin Bondan tersebut didirikan sebagai simbol kemasyuran masyarakat sekitarnya. Akhirnya Syekh Dzatul Kahfi pun membuat bedug dari kayu Sidaguri yang bila ditabuh dapat didengar sampai Cirebon. Namun bedug tersebut saat ini telah hilang, begitu dikisahkan.
Post a Comment Blogger Disqus
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.