Banyak dimensi kehidupan dari tokoh kelahiran Paoman tersebut
yang dapat dipelajari untuk diambil nilai-nilainya. Mulai dari
keintelektualannya sampai garis perjuangannya untuk masyarakat Indramayu.
Untuk mengabadikan namanya, pemerintah Kabupaten Indramayu
menjadikan nama Syekh Abdul Manan menjadi nama Masjid di Islamic Center
Indramayu.
Keberadaan Syekh Abdul Manan dapat ditelusuri dari keberadaan
situs-situs yang terkait padanya. Rumah, makam, dan karya-karyanya yang berada
dan ditemukan di Kelurahan Paoman merupakan beberapa hal yang menunjukan
keberadaannya.
Paoman sendiri adalah salah satu kelurahan yang terletak di
kecamatan Indramayu, Indramayu, Jawa Barat, Indonesia,
Situs pertama yang dapat digunakan untuk menelusuri jejak
Syekh Abdul Manan adalah sebuah rumah yang terletak di Kelurahan Paoman.
Rumah tersebut selain digunakan sebagai tempat tinggal juga
digunakan sebagai tempat mengajar. Otentisitas dari rumah tersebut dapat
dirujuk dari pernyataan salah satu keturunan Syekh Abdul Manan sendiri, yaitu
Apiah, yang selama ini menempati rumah tersebut.
Menurut Apiah, rumah yang dulu ditinggali Syekh Abdul Manan
hingga kini struktur bangunannya tidak ada yang diubah. Dia mengaku hanya
mengubah bagian belakang rumahnya saja. “Rumah ini umurnya sudah ratusan tahun.
Kayu-kayu di rumah ini masih asli seperti dulu. Syekh Abdul Manan itu bapak
dari buyut saya,” terang Apiah (Pikiran Rakyat, 2018).
Selain keberadaan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat
mengajar, jejak Syekh Abdul Manan dapat dilihat dari karya-karyanya yang
ditemukan di musala dan beberapa tempat yang tidak jauh letaknya dari rumah
tersebut.
Karya-karya yang ditemukan berupa tujuh buah naskah yang
ditulis menggunakan tulisan arab pegon atau arab gundul berbahasa Jawa Dermayu.
Menurut Penasihat Sanggar Aksara Jawa Ki Tarka Sutarahardja,
berdasarkan kajian sementara dari tim, naskah tersebut sangat erat kaitannya
dengan perkembangan Thariqah Qadariyah wa Naqsabandiyah.
“Syekh Abdul Manan merupakan murid Syekh Tolhah Bin Talabudin
asal Cirebon," tuturnya
Adapun makam Syekh Abdul Manan terletak di Tempat Pemakaman
Umum (TPU) Kelurahan Paoman, tepatnya di belakang SD Paoman Kecamatan
Indramayu.
Posisi makamnya cukup mudah untuk ditelusuri karena beratap
genteng dengan warna dinding yang mengitarinya cukup mencolok, biru.
Seorang Mursyid Tarekat
Salah satu dimensi kehidupan Syekh Abdul Manan yang akan
dibahas pada tulisan ini adalah dimensi kehidupannya sebagai mursyid Tarekat
Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN).
Hal ini dilandasi pada kegunaan praktis tarekat.
Menurut Bruinessen, pembahasan hubungan seseorang dengan
tarekat menjadi penting karena tarekat memiliki kegunaan praktis: sebagai
sumber kekuatan spiritual sekaligus melegitimasi dan mengukuhkan posisi raja
(Bruinessen, 1995, hlm. 197).
Keberadaan awal tarekat di Pulau Jawa dapat ditelusuri jauh
hingga abad ke-19.
Ada tiga tarekat yang berperan besar dalam mengorganisasikan
gerakan keagamaan di Pulau Jawa, yaitu Syatariah, Qadiriyah, dan
Naqsyabandiyah.
Ketiga aliran sufi ini muncul sebagai penentu gerakan
kebangkitan Islam di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa (Kartodirjo, 1984,
hlm. 227).
Tarekat Syatariah yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Syattar
di India mulai menyebar ke Aceh dibawa oleh Abdurrauf Sinkel pada abad ke-17,
kemudian di Jawa disiarkan oleh muridnya bernama Syekh Abdul Muhyi di wilayah
Priangan, tepatnya di daerah Pamijahan, Tasikmalaya. Hingga kini makam Syek
Muhyi banyak diziarahi orang, meski Pemijahan sekarang merupakan salah satu
pusat Tarekat Qadiriyah di Priangan Timur (Sunarjo, 1985, hlm. 9).
Tarekat Qadiriyah adalah tarekat tertua yang didirikan oleh
Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Tarekat ini dikembangkan di Indonesia secara
intensif oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh pada abad ke-17. Demikian pula
penyebaran tarekat ini di Jawa telah berlangsung sejak abad tersebut, sebab
Fansuri pada masa hayatnya sempat mengunjungi beberapa tempat di Jawa dalam
lawatan keagamaan (Kartodirjo, 1984, hlm. 212).
Pengaruh Tarekat Qadiriyah kemudian mengalami penurunan sejak
pertengahan abad ke-19 dengan munculnya tarekat baru yang bernama Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). TQN adalah tarekat yang menggabungkan antara
ajaran Qadiriyah dan ajaran Naqsyabandiyah.
Tarekat Naqsyabandiyah sendiri adalah tarekat yang didirikan
oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi.
Tarekat Naqsyabandiyah sendiri masuk ke Indonesia melalui
para pelajar yang menuntut ilmu di Mekah. Orang pertama yang dilantik menjadi
khalifah Naqsyabandiyah pertama untuk wilayah Nusantara adalah seorang ulama
Minangkabau yang pernah lama belajar di kota suci, yaitu Syekh Sulaeman Effendi
pada tahun 1840.
Pesatnya pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah, selain karena
mendapat pengikut dari kebanyakan orang Islam juga dikarenakan mendapat
dukungan dari kalangan bangsawan dan sebagian birokrat pribumi.
Salah satu landasannya adalah laporan K. F. Holle, Penasehat
Kehormatan untuk urusan bumiputera yang bertempat tinggal di Bandung. Pada
tahun 1886, K.F. Holle melaporkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia bahwa
tarekat Naqsyabandiyah telah berkembang dengan pesat, khususnya di daerah
Cianjur.
Menurutnya, di Cianjur hampir seluruh bangsawan telah
bergabung dengan Tarekat Naqsyabandiyah, bahkan Residen Priangan mengangkat
orang-orang fanatik dari pengikut tarekat ini sebagai penghulu di Cianjur dan
Sumedang.
Bupati Sumedang sendiri memberi dukungan kepada kalangan
fanatisme itu (Bruinessen, 1995). Hal ini merupakan langkah strategis bagi para
guru tarekat dalam merangkul tokoh-tokoh masyarakat ke lingkungan tarekat dan
dalam upaya memperoleh pengaruh rakyat banyak.
Selain adanya persamaan (salah satunya banyaknya pengikut)
yang kemudian menyatukan tarekat Qadiriyah dan Naqsybandiyah.
Kedua tarekat tersebut juga memiliki perbedaan dan keunikan
masing-masing.
Salah satunya adalah dalam praktik wirid kedua tarekat
tersebut. Qadiriyah biasa melakukan wirid dan zikir zahri (suara nyaring),
sedangkan Naqsyabandiyah lebih banyak mempraktikkan zikir khafi (samar, di
dalam hati).
Penggabungan kedua model ritual tersebut dilakukan Syekh
Ahmad Khatib Sambas, seorang tokoh Tarekat Qadiriyah dari Kalimantan yang lama
tinggal di Mekah pada abad ke-19, menjadi tarekat baru dengan nama Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).
Penyebaran TQN di Jawa kemudian dilakukan oleh tiga murid
Syekh Khatib Sambas, yaitu Syekh Abdul Karim (Banten), Syekh Tolhah (Cirebon),
dan Kiai Ahmad Hasbullah (Madura)(Herlina, t.t.).
Selain itu, menurut Aly Mashar terdapat satu lagi penyebar
TQN di Jawa, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (Mashar, 2016).
Syekh Abdul Karim, yang semula hanya sebagai khalifah TQN di
Banten, kemudian diangkat oleh Syekh Khatib Sambas menjadi penggantinya dalam
kedudukan sebagai mursyid utama TQN yang berkedudukan di Mekah pada tahun 1876
(Bruinessen, 1994).
Dengan demikian, semenjak itu seluruh pengikut TQN di
Indonesia menelusuri jalur spiritualnya melalui ulama asal Banten tersebut.
TQN sendiri masuk ke Indramayu lewat Cirebon. Seperti
keterangan bagan di atas, mursyid TQN pertama di Cirebon adalah Syekh Tolhah
Kalisapu.
Syekh Tolhah sendiri adalah murid langsung Syekh Khatib
Sambas Kalimantan. Dari Cirebon tarekat ini selain menyebar ke Priangan (lewat
TQN Suryalaya Tasikmalaya) juga menyebar ke arah barat (termasuk Indramayu),
dan melahirkan tiga mursyid tarekat, yaitu Syekh Abdul Manan Paoman, Syekh
Abdul Gofar Cikedung Lor, dan Syekh Abdullah Mundakjaya, Cikedung (I. Iryana
& Herlina, 2018, hlm. 95).
Penelusuran tentang Syekh Abdul Manan Paoman sebagai mursyid
TQN dapat dijejaki dari keterangan beberapa narasumber, di antaranya adalah
keterangan Kiai Nawawi Ibrahim (termuat dalam artikel jurnal berjudul,
“Perjuangan Rakyat Cirebon-Indramayu Melawan Imperialisme,” karya Wahyu Iryana
dan Nina Herlina yang diterbitkan di jurnal Tsaqafa Vol.15 No. 1. Juli 2018)
dan keterangan Humaedi Ahmad (Mama Humed)-pendiri pusat kegiatan TQN di
Indramayu dengan yayasannya yang bernama Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren
Suryalaya. Menurut Humaedi Ahmad selain Syekh Abdullah Mubarok yang menjadi
kiblat TQN di Jawa Barat, Syekh Tolhah juga memiliki murid lain yang semasa
dengan Syekh Abdullah Mubarok yang bernama Syekh Abdul Manan dari desa Paoman.
Adapun derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman dalam
mengamalkan TQN dapat dilihat dari karya-karya berupa tujuh buah naskah yang
ditulis menggunakan tulisan arab pegon atau arab gundul berbahasa Jawa Dermayu
yang berkaitan dengannya ataupun dengan perkembangan TQN di Indramayu (Paoman).
Karya-karya Terkait
Dalam sejarah naskah-naskah yang ditemukan di Jawa Barat,
terdapat naskah dengan tema yang beraneka ragam dari berkaitan dengan tauhid
sampai tema tasawuf dan tarekat.
Naskah-naskah tersebut di antaranya adalah: Wawacan Jaka
Surti, Sipat Duapuluh, Tarékat Satariah, Wawacan Abdulkodir Jaélani, Wawacan
Hakékat, Wawacan Ngélmu Tasauf, Punika Kitab Tarékat (shadat Ibrahim), Babad
Cirebon, Kumpulan Doa (Doa Raja Sulaeman, Doa Salamet), Kitab Suluk, Kitab
Sakaratil Maot, Kitab Kabatinan (termasuk di sini: Imam Mahdi, Doa Kabatinan,
Sahadat Fatimah), dan naskah-naskah Riwayat Rapa Nabi (Herlina, t.t., hlm.
203).
Keanekaragaman judul naskah-naskah tersebut menunjukan
kekayaan tradisi literasi di kalangan masyarakat khususnya penganut tarekat.
Hal yang sama juga berlaku pada tradisi literasi di
Indramayu.
Beberapa contoh karya yang ditemukan di antaranya adalah
Satus Jawokan Dermayu, Lontar Jawokan Dermayu, Kidung Sahabat Nabi dan Kidung
Jabang Bayi, Manunggaling Kawula ing Gusti, Babad Bagelen lan Babad Dermayu,
Pawukon. Hal ini juga menunjukan kekayaan tradisi literasi di Indramayu.
Adapun tujuh naskah yang berkenaan dengan Syekh Abdul Manan
Paoman yang baru-baru ini ditemukan, tema ataupun isinya masih dalam tahap
pengerjaan. Hasil dari pengerjaan tersebut akan menambah kekayaan literasi di
Indramayu sekaligus akan mengungkap derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman
beserta murid-muridnya dalam menjalankan TQN di Indramayu secara umum dan di Paoman
secara khusus.
Penulis : Roni Tobroni
Sumber : Buku Jejak Ulama Nahdlatul Ulama Kab. Indramayu
Post a Comment Blogger Disqus
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.