Mistikus Cinta

0


Syekh Abdul Manan bin Asnawi bin Ki Baludin bin Pangeran Surya Negara Cirebon adalah seorang ulama dari kelurahan Paoman Indramayu. Beliau adalah ulama dan sekaligus mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.

Banyak dimensi kehidupan dari tokoh kelahiran Paoman tersebut yang dapat dipelajari untuk diambil nilai-nilainya. Mulai dari keintelektualannya sampai garis perjuangannya untuk masyarakat Indramayu.

Untuk mengabadikan namanya, pemerintah Kabupaten Indramayu menjadikan nama Syekh Abdul Manan menjadi nama Masjid di Islamic Center Indramayu.

Keberadaan Syekh Abdul Manan dapat ditelusuri dari keberadaan situs-situs yang terkait padanya. Rumah, makam, dan karya-karyanya yang berada dan ditemukan di Kelurahan Paoman merupakan beberapa hal yang menunjukan keberadaannya.

Paoman sendiri adalah salah satu kelurahan yang terletak di kecamatan Indramayu, Indramayu, Jawa Barat, Indonesia,

Situs pertama yang dapat digunakan untuk menelusuri jejak Syekh Abdul Manan adalah sebuah rumah yang terletak di Kelurahan Paoman.

Rumah tersebut selain digunakan sebagai tempat tinggal juga digunakan sebagai tempat mengajar. Otentisitas dari rumah tersebut dapat dirujuk dari pernyataan salah satu keturunan Syekh Abdul Manan sendiri, yaitu Apiah, yang selama ini menempati rumah tersebut.

Menurut Apiah, rumah yang dulu ditinggali Syekh Abdul Manan hingga kini struktur bangunannya tidak ada yang diubah. Dia mengaku hanya mengubah bagian belakang rumahnya saja. “Rumah ini umurnya sudah ratusan tahun. Kayu-kayu di rumah ini masih asli seperti dulu. Syekh Abdul Manan itu bapak dari buyut saya,” terang Apiah (Pikiran Rakyat, 2018).

Selain keberadaan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat mengajar, jejak Syekh Abdul Manan dapat dilihat dari karya-karyanya yang ditemukan di musala dan beberapa tempat yang tidak jauh letaknya dari rumah tersebut.

Karya-karya yang ditemukan berupa tujuh buah naskah yang ditulis menggunakan tulisan arab pegon atau arab gundul berbahasa Jawa Dermayu.

Menurut Penasihat Sanggar Aksara Jawa Ki Tarka Sutarahardja, berdasarkan kajian sementara dari tim, naskah tersebut sangat erat kaitannya dengan perkembangan Thariqah Qadariyah wa Naqsabandiyah.

“Syekh Abdul Manan merupakan murid Syekh Tolhah Bin Talabudin asal Cirebon," tuturnya

Adapun makam Syekh Abdul Manan terletak di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Paoman, tepatnya di belakang SD Paoman Kecamatan Indramayu.

Posisi makamnya cukup mudah untuk ditelusuri karena beratap genteng dengan warna dinding yang mengitarinya cukup mencolok, biru.

Seorang Mursyid Tarekat

Salah satu dimensi kehidupan Syekh Abdul Manan yang akan dibahas pada tulisan ini adalah dimensi kehidupannya sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah (TQN).

Hal ini dilandasi pada kegunaan praktis tarekat.

Menurut Bruinessen, pembahasan hubungan seseorang dengan tarekat menjadi penting karena tarekat memiliki kegunaan praktis: sebagai sumber kekuatan spiritual sekaligus melegitimasi dan mengukuhkan posisi raja (Bruinessen, 1995, hlm. 197).

Keberadaan awal tarekat di Pulau Jawa dapat ditelusuri jauh hingga abad ke-19.

Ada tiga tarekat yang berperan besar dalam mengorganisasikan gerakan keagamaan di Pulau Jawa, yaitu Syatariah, Qadiriyah, dan Naqsyabandiyah.

Ketiga aliran sufi ini muncul sebagai penentu gerakan kebangkitan Islam di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa (Kartodirjo, 1984, hlm. 227).

Tarekat Syatariah yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Syattar di India mulai menyebar ke Aceh dibawa oleh Abdurrauf Sinkel pada abad ke-17, kemudian di Jawa disiarkan oleh muridnya bernama Syekh Abdul Muhyi di wilayah Priangan, tepatnya di daerah Pamijahan, Tasikmalaya. Hingga kini makam Syek Muhyi banyak diziarahi orang, meski Pemijahan sekarang merupakan salah satu pusat Tarekat Qadiriyah di Priangan Timur (Sunarjo, 1985, hlm. 9).

Tarekat Qadiriyah adalah tarekat tertua yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Tarekat ini dikembangkan di Indonesia secara intensif oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh pada abad ke-17. Demikian pula penyebaran tarekat ini di Jawa telah berlangsung sejak abad tersebut, sebab Fansuri pada masa hayatnya sempat mengunjungi beberapa tempat di Jawa dalam lawatan keagamaan (Kartodirjo, 1984, hlm. 212).

Pengaruh Tarekat Qadiriyah kemudian mengalami penurunan sejak pertengahan abad ke-19 dengan munculnya tarekat baru yang bernama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). TQN adalah tarekat yang menggabungkan antara ajaran Qadiriyah dan ajaran Naqsyabandiyah.

Tarekat Naqsyabandiyah sendiri adalah tarekat yang didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi.

Tarekat Naqsyabandiyah sendiri masuk ke Indonesia melalui para pelajar yang menuntut ilmu di Mekah. Orang pertama yang dilantik menjadi khalifah Naqsyabandiyah pertama untuk wilayah Nusantara adalah seorang ulama Minangkabau yang pernah lama belajar di kota suci, yaitu Syekh Sulaeman Effendi pada tahun 1840.

Pesatnya pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah, selain karena mendapat pengikut dari kebanyakan orang Islam juga dikarenakan mendapat dukungan dari kalangan bangsawan dan sebagian birokrat pribumi.

Salah satu landasannya adalah laporan K. F. Holle, Penasehat Kehormatan untuk urusan bumiputera yang bertempat tinggal di Bandung. Pada tahun 1886, K.F. Holle melaporkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah berkembang dengan pesat, khususnya di daerah Cianjur.

Menurutnya, di Cianjur hampir seluruh bangsawan telah bergabung dengan Tarekat Naqsyabandiyah, bahkan Residen Priangan mengangkat orang-orang fanatik dari pengikut tarekat ini sebagai penghulu di Cianjur dan Sumedang.

Bupati Sumedang sendiri memberi dukungan kepada kalangan fanatisme itu (Bruinessen, 1995). Hal ini merupakan langkah strategis bagi para guru tarekat dalam merangkul tokoh-tokoh masyarakat ke lingkungan tarekat dan dalam upaya memperoleh pengaruh rakyat banyak.

Selain adanya persamaan (salah satunya banyaknya pengikut) yang kemudian menyatukan tarekat Qadiriyah dan Naqsybandiyah.

Kedua tarekat tersebut juga memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing.

Salah satunya adalah dalam praktik wirid kedua tarekat tersebut. Qadiriyah biasa melakukan wirid dan zikir zahri (suara nyaring), sedangkan Naqsyabandiyah lebih banyak mempraktikkan zikir khafi (samar, di dalam hati).

Penggabungan kedua model ritual tersebut dilakukan Syekh Ahmad Khatib Sambas, seorang tokoh Tarekat Qadiriyah dari Kalimantan yang lama tinggal di Mekah pada abad ke-19, menjadi tarekat baru dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).

Penyebaran TQN di Jawa kemudian dilakukan oleh tiga murid Syekh Khatib Sambas, yaitu Syekh Abdul Karim (Banten), Syekh Tolhah (Cirebon), dan Kiai Ahmad Hasbullah (Madura)(Herlina, t.t.).

Selain itu, menurut Aly Mashar terdapat satu lagi penyebar TQN di Jawa, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (Mashar, 2016).

Syekh Abdul Karim, yang semula hanya sebagai khalifah TQN di Banten, kemudian diangkat oleh Syekh Khatib Sambas menjadi penggantinya dalam kedudukan sebagai mursyid utama TQN yang berkedudukan di Mekah pada tahun 1876 (Bruinessen, 1994).

Dengan demikian, semenjak itu seluruh pengikut TQN di Indonesia menelusuri jalur spiritualnya melalui ulama asal Banten tersebut.

TQN sendiri masuk ke Indramayu lewat Cirebon. Seperti keterangan bagan di atas, mursyid TQN pertama di Cirebon adalah Syekh Tolhah Kalisapu.

Syekh Tolhah sendiri adalah murid langsung Syekh Khatib Sambas Kalimantan. Dari Cirebon tarekat ini selain menyebar ke Priangan (lewat TQN Suryalaya Tasikmalaya) juga menyebar ke arah barat (termasuk Indramayu), dan melahirkan tiga mursyid tarekat, yaitu Syekh Abdul Manan Paoman, Syekh Abdul Gofar Cikedung Lor, dan Syekh Abdullah Mundakjaya, Cikedung (I. Iryana & Herlina, 2018, hlm. 95).

Penelusuran tentang Syekh Abdul Manan Paoman sebagai mursyid TQN dapat dijejaki dari keterangan beberapa narasumber, di antaranya adalah keterangan Kiai Nawawi Ibrahim (termuat dalam artikel jurnal berjudul, “Perjuangan Rakyat Cirebon-Indramayu Melawan Imperialisme,” karya Wahyu Iryana dan Nina Herlina yang diterbitkan di jurnal Tsaqafa Vol.15 No. 1. Juli 2018) dan keterangan Humaedi Ahmad (Mama Humed)-pendiri pusat kegiatan TQN di Indramayu dengan yayasannya yang bernama Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Menurut Humaedi Ahmad selain Syekh Abdullah Mubarok yang menjadi kiblat TQN di Jawa Barat, Syekh Tolhah juga memiliki murid lain yang semasa dengan Syekh Abdullah Mubarok yang bernama Syekh Abdul Manan dari desa Paoman.

Adapun derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman dalam mengamalkan TQN dapat dilihat dari karya-karya berupa tujuh buah naskah yang ditulis menggunakan tulisan arab pegon atau arab gundul berbahasa Jawa Dermayu yang berkaitan dengannya ataupun dengan perkembangan TQN di Indramayu (Paoman).

Karya-karya Terkait

Dalam sejarah naskah-naskah yang ditemukan di Jawa Barat, terdapat naskah dengan tema yang beraneka ragam dari berkaitan dengan tauhid sampai tema tasawuf dan tarekat.

Naskah-naskah tersebut di antaranya adalah: Wawacan Jaka Surti, Sipat Duapuluh, Tarékat Satariah, Wawacan Abdulkodir Jaélani, Wawacan Hakékat, Wawacan Ngélmu Tasauf, Punika Kitab Tarékat (shadat Ibrahim), Babad Cirebon, Kumpulan Doa (Doa Raja Sulaeman, Doa Salamet), Kitab Suluk, Kitab Sakaratil Maot, Kitab Kabatinan (termasuk di sini: Imam Mahdi, Doa Kabatinan, Sahadat Fatimah), dan naskah-naskah Riwayat Rapa Nabi (Herlina, t.t., hlm. 203).

Keanekaragaman judul naskah-naskah tersebut menunjukan kekayaan tradisi literasi di kalangan masyarakat khususnya penganut tarekat.

Hal yang sama juga berlaku pada tradisi literasi di Indramayu.

Beberapa contoh karya yang ditemukan di antaranya adalah Satus Jawokan Dermayu, Lontar Jawokan Dermayu, Kidung Sahabat Nabi dan Kidung Jabang Bayi, Manunggaling Kawula ing Gusti, Babad Bagelen lan Babad Dermayu, Pawukon. Hal ini juga menunjukan kekayaan tradisi literasi di Indramayu.

Adapun tujuh naskah yang berkenaan dengan Syekh Abdul Manan Paoman yang baru-baru ini ditemukan, tema ataupun isinya masih dalam tahap pengerjaan. Hasil dari pengerjaan tersebut akan menambah kekayaan literasi di Indramayu sekaligus akan mengungkap derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman beserta murid-muridnya dalam menjalankan TQN di Indramayu secara umum dan di Paoman secara khusus.

Penulis : Roni Tobroni

Sumber : Buku Jejak Ulama Nahdlatul Ulama Kab. Indramayu 


Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Syekh Abdul Manan Paoman Indramayu | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

Emoticon
:) :)) ;(( :-) =)) ;( ;-( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.

 
Top