Mistikus Cinta

0
Mursyid Ke 19
Syekh Yaqub al-Charkhi qaddasa-l-Lahu sirrah

"Aku sudah mengenal Tuhan dan aku tidak melihat selain Dia
Sehingga Dalam diri kami 'Lainnya' ditutup.
Karena aku menyadari kesatuan, aku tidak lagi takut berpisah;
Hari ini aku telah tiba dan aku bersatu."

Anonim.


Ulama Bagi Para Awliya dan Awliya Bagi Para Ulama

Beliau tampil di antara manusia dibusanai dengan dua ilmu: ilmu lahir dan batin. Akhlak dan perilakunya begitu halus sehingga beliau mencerminkan Sifat-Sifat Allah kepada seluruh manusia. Beliau membangkitkan spiritualitas dalam Syari`ah dan beliau membangkitkan Syari`ah di dalam spiritualitas. Orang-orang mengikutinya karena jalannya adalah yang terbaik, karena beliau mewarisi Ilmu Gaib dari Nabi (s).

Beliau dilahirkan di kota Jark, sebuah daerah pinggiran Garnin, antara kota Kandahar dan Kabul, di Transoxiana. Di masa mudanya beliau pergi ke kota Herat untuk belajar. Beliau kemudian pergi ke Mesir untuk mempelajari Ilmu Syari`ah dan Logika. Beliau menghafal Qur’an dan juga 500,000 hadits, baik hadits yang sahih maupun yang palsu. Salah satu gurunya adalah Syihabuddin asy-Syirawani, yang dikenal sebagai Sang Ensiklopedia di zamannya. Beliau melanjutkan pendidikannya hingga mencapai level di mana beliau dapat memberi fatwa mengenai berbagai hal yang dialami oleh umat Muslim. Beliau adalah seorang mujtahid mutlaq (mempunyai kecakapan dalam penalaran hukum secara independen) dalam ilmu lahir dan batin. Beliau kemudian kembali ke daerah asalnya dan mengikuti Baha’uddin Naqsyband (q) kemudian Alauddin al-Aththar (q) untuk mengasah dirinya dalam ilmu tasawwuf.

Mengenai Guru di bidang Ilmu Spiritualnya, beliau berkata,

Cintaku terhadap Syekh Baha’uddin loyal dan tulus bahkan sebelum aku mengenal beliau. Ketika aku mendapat ijazah untuk menjadi seorang mujtahid mutlaq dan memberi fatwa, aku kembali ke negeriku dan aku pergi untuk mengunjunginya dan memberi penghormatanku. Aku berkata kepadanya, dengan kepatuhan dan ketawadukan penuh, “Aku mohon jagalah aku senantiasa di dalam Inti dari Penglihatanmu.” Beliau berkata, “Kau datang padaku dalam perjalananmu pulang kembali ke negerimu, Jarkh?” Aku berkata, “Aku mencintaimu dan aku adalah hambamu karena engkau yang paling termasyhur dan diterima oleh setiap orang.” Beliau berkata, “Itu bukan alasan yang cukup baik bagiku untuk menerimamu.” Kemudian aku menjawab, “Wahai Syekhkhu, Nabi (s) bersabda di dalam hadits autentik, ‘Jika Allah mencintai seseorang, Dia akan mempengaruhi kalbu orang-orang untuk mencintainya juga.’” Kemudian Bahauddin tersenyum dan berkata, “Aku adalah pewaris spiritual dari Azizan. Apa yang kau katakan adalah benar.” Ketika beliau mengatakan hal ini, aku sangat terkejut karena aku mendengar di dalam mimpiku satu bulan sebelumnya, sebuah suara yang berkata kepadaku, “Jadilah murid dari Azizan.” Pada saat itu aku tidak mengetahui siapa Azizan itu. Tetapi beliau menyebutkan kata itu seolah-olah beliau telah mengetahui mimpi itu. Setelah itu aku pun mohon pamit. Beliau berkata, ‘Kau boleh pergi, tetapi aku ingin memberimu sebuah hadiah yang akan mengingatkan engkau padaku.’ Beliau memberiku turbannya. Beliau berkata, ‘Ketika engkau melihatnya atau memakainya kau akan ingat padaku, dan ketika kau mengingatku, kau akan menemukan aku dan kau akan menemukan Jalanmu kepada Allah.’

Beliau berkata kepadaku, ‘Dalam perjalananmu pulang ke negerimu di Balkh, jika engkau bertemu Mawlana Tajuddin al-Kawlaki, jagalah kalbumu dari menggunjing dalam hadiratnya karena beliau adalah seorang wali besar dan beliau akan menegurmu.’ Aku berkata pada diriku sendiri, ‘Aku akan kembali ke Herat melalui Balkh, tetapi aku tidak akan melewati Kawlak, di mana Mawlana Tajuddin tinggal. Jadi aku pikir aku tidak akan bertemu dengannya.’ Tetapi dalam perjalanan terjadi sesuatu pada karavan yang kunaiki dan mengharuskan kami untuk melewati Kawlak. Aku ingat kata-kata Syekh Bahauddin, ‘Jika engkau melewati Kawlak, maka kunjungilah Syekh Tajuddin al-Kawlaki.’ Dalam benakku terpikir bahwa Syekh Bahauddinlah yang menyebabkan peristiwa itu terjadi sehingga aku harus mengunjungi Syekh. Ketika kami tiba di Kawlak, saat itu sangat gelap, tidak ada bintang-gemintang di langit. Aku pergi ke masjid untuk menanyakan tentang Mawlana Tajuddin Kawlaki. Seorang pria mendatangiku dari balik tiang dan berkata kepadaku, ‘Apakah engkau Ya`qub al-Charki?’ Aku terheran-heran. Ia berkata, ‘Jangan terkejut. Aku sudah mengetahui tentang dirimu sebelum engkau sampai di sini. Syekhku, Syekh Bahauddin, mengirimku untuk membawamu menemui Syekh Tajuddin al-Kawlaki.’ Dalam perjalanan menemuinya, kami bertemu dengan seorang orang tua yang berkata, ‘Wahai anakku, jalan kita penuh dengan kejutan. Siapapun yang memasukinya, ia tidak bisa memahaminya. Seorang salik harus meninggalkan pikirannya.’ Kemudian kami memasuki hadirat Mawlana Mawlana Tajuddin dan sangat sulit untuk menjaga kalbuku bebas dari gunjingan. Mawlana Tajuddin memberiku sepotong ilmu spiritual yang beliau miliki tetapi belum pernah kudengar sebelumnya. Semua yang pernah kepelajari tidak ada apa-apanya dibanding ilmu ini. Aku sangat bahagia dengan Syekhku, Syekh Bahauddin, dan jalan yang beliau atur agar aku dapat bertemu dengan Mawlana Tajuddin, sehingga cintaku padanya meningkat dengan pesat.

Setelah aku tiba di negeriku, waktu demi waktu aku sering pergi ke Bukhara untuk mengunjungi Syekh Bahauddin. Di Bukhara ada seorang majdub--seorang yang hilang di dalam Cinta Ilahi, yang sangat terkenal dan banyak orang yang mendatanginya untuk mendapatkan keberkahan. Suatu hari ketika aku berniat untuki mengunjungi Syekh Bahauddin, aku memutuskan untuk melewati orang itu dan ingin tahu apa yang ia katakan. Ketika ia melihatku ia berkata kepadaku, ‘Cepat pergilah ke tujuanmu dan jangan berhenti. Apa yang telah kau putuskan adalah yang terbaik.’ Ia mulai menggambar garis-garis pada debu. Terlintas dalam kalbuku untuk menghitung garis itu. Jika jumlah garisnya ganjil, itu adalah tanda baik untukku, karena Nabi (s) bersabda, ‘Allah adalah Satu dan Dia menyukai bilangan ganjil.’ Aku menghitung jumlah garisnya dan mendapati jumlahnya ganjil dan itu membuatku gembira. Aku lalu mengunjungi Syekh Bahauddin dan memintanya untuk memberiku bay’at dan mengajariku zikir. Jadi beliau mengajariku tentang wuquf `adadi (Kesadaran akan Jumlah), dan beliau berkata kepadaku--seolah-olah beliau telah bersamaku ketika aku bertemu dengan sang majdub, ‘Wahai anakku, peganglah selalu bilangan yang ganjil, seperti halnya engkau mengharapkan jumlah garis akan menjadi ganjil, dan itu memberimu sebuah tanda, jadi jagalah kesadaran itu ketika engkau melakukan zikir.’

Aku begitu tenggelam di dalam pancuran cahaya dan cinta syekhku sehingga aku lebih sering mengunjunginya dan cintaku padanya semakin berkembang di dalam kalbuku. Suatu hari aku membuka kitab suci al-Qur’an hingga ayat, ula’ik alladziina hada-l-Lahu fa bi hudahum uqtadih (‘Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, jadi ikutilah petunjuk mereka.’) [6:90]. Aku sangat gembira membaca ayat itu. Pada saat itu aku tinggal di kota yang disebut Fatahabad. Pada penghujung hari aku memutuskan untuk mengunjungi masjid dan makam Syekh al-Bakharazi. Dalam perjalanan ada pikiran yang mengusikku sehingga aku memutuskan untuk mengunjungi Syekh Bahauddin. Ketika aku tiba di hadapannya, aku melihat seolah-olah beliau telah menunggu kedatanganku. Beliau memandang mataku dan berkata, ‘Waktu salat telah masuk, nanti kita akan bicara.’ Setelah salat ‘Lihat aku.’ Aku melihat sebuah pemandangan yang luar biasa di wajahnya, yang mengguncang kalbuku. Aku tetap menutup mulutku dan beliau berkata kepadaku, ‘Ilmu ada dua macam: ilmu kalbu, dan ini adalah ilmu yang bermanfaat dan merupakan ilmunya para Nabi dan Rasul; yang kedua adalah ilmu lidah, ilmu lahir, dan ini adalah semua ajaran yang terlihat dan terdengar, Bukti Allah kepada makhluk-Nya. Aku berharap bahwa Allah akan memberimu keberuntungan dalam Ilmu Batin. Dan hal itu berasal dari hadits, ‘Jika engkau duduk bersama para Shadiqiin, duduklah bersama mereka dengan kalbu yang benar, karena mereka adalah mata-mata kalbu. Mereka bisa masuk dan melihat apa yang berada di dalam kalbumu.’

Beliau melanjutkan,

Aku diperintahkan oleh Allah `Azza wa Jalla, dan oleh Nabi (s) dan oleh Syekhku, untuk tidak menerima seseorang di jalanku kecuali Allah, Nabi (s) dan Syekhku menerima orang itu. Jadi nanti malam aku akan melihat apakah engkau dapat diterima.’ Ini adalah hari tersulit di dalam hidupku. Aku merasa aku akan meleleh karena takut mereka tidak menerimaku di jalan ini. Aku melakukan salat Subuh bersamanya dan aku merasa takut. Ketika beliau melihat ke dalam kalbuku segala sesuatunya lenyap dan beliau muncul di mana-mana. Aku mendengar suaranya yang berkata, ‘Semoga Allah memberkatimu, Dia menerimamu dan aku menerimamu.’ Kemudian beliau mulai membaca nama-nama Syekh dalam Silsilah Keemasan, mulai dari Nabi (s) kepada Abu Bakar (r), Salman (r), Qassim (q), Ja`far (a), Tayfur (q), Abul Hassan (q), Abu `Ali (q), Yasuf (q), Abul `Abbas (a), `Abdul Khaliq (q). Setiap syekh yang beliau sebutkan muncul di hadapannya. Ketika beliau menyebutkan `Abdul Khaliq (q), beliau berhenti dan `Abdul Khaliq (q) muncul di hadapanku. Beliau berkata, ‘Serahkan ia kepadaku sekarang,’ dan beliau mengajariku lebih banyak mengenai ilmu wuquf al-`adadi, Ilmu mengenai Angka-Angka. Beliau berkata kepadaku bahwa ilmu itu berasal dari Khidr (a). Kemudian Syekhku meneruskan membaca nama-nama dalam silsilah, `Arif (q), Mahmoud (q), `Ali Ramitani (q), Muhammad Baba as-Samasi (q), Sayid Amir Kulal (q). Mereka semua muncul secara bergiliran dan memberiku bay’at. Aku melanjutkan khidmahku kepadanya, berdiri di pintunya, belajar darinya, hingga beliau memberiku izin untuk menjadi mursyid untuk membimbing orang-orang ke jalan ini. Beliau berkata kepadaku, ‘Jalan ini akan menjadi kebahagiaan terbesar bagimu.’

Ubaydullah al-Ahrar (q) melaporkan bahwa Ya`qub (q) berkata kepadanya, “Wahai anakku, aku menerima sebuah perintah dari Syah Naqsyband (q) untuk menemani Syekh Ala’uddin al-`Attar setelah wafatnya beliau [Syah Naqsyband]. Atas perintah Syekhku, aku mendampinginya sebagai muridnya, sejak saat wafatnya Syah Baha’uddin (q) di Jaganyan, Bukhara. Dengan keberkahan dari mendampinginya maqamku dinaikkan dan latihanku diselesaikan.”

Ubaidullah al-Ahrar (q) berkata bahwa Syekh Ya`qub al-Charkhi (q) dan Syekh Zainuddin al-Khawafi bagaikan dua saudara ketika mereka belajar di bawah bimbingan Syekh Syihabuddin as-Syirwani. Seykh Zainuddin berkata bahwa Syekh Ya`qub al-Charkhi (q) seringkali menghilang kemudian muncul kembali ketika beliau sedang mengajar. Keramat ini menandakan maqam fana yang lengkap di Hadratillah. Ini adalah maqamnya di Mesir, sampai beliau datang dan mengikuti Syah Naqsyband (q), dan kemudian beliau mencapai Maqamul Ishan.

Beliau wafat di desa Hulgatu, pada tanggal 5 Shafar 851 H. Beliau mempunyai banyak khalifah. Beliau meneruskan Rahasia dari Tarekat ini kepada Syekh Ubaydullah al-Ahrar (q), semoga Allah memberkati rahasianya. (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/yaqub-al-charkhi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Syekh Yaqub al-Charkhi | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top