Mistikus Cinta

0
Mursyid Ke 33
Syekh Khas Muhammad Shirwani
Semoga Allah Mensucikan Ruhnya

“Aku menangis tetapi Dia membuatku bahagia.
Aku menjadi sadar tetapi Dia membuatku mabuk.
Aku diselamatkan tetapi Dia menenggelamkan aku.
Satu waktu Dia bersahabat denganku,
Di waktu yang lain Dia mengangkatku
Di waktu yang lain lagi, Dia memerangi aku
hingga aku menjadi marah.
Satu waktu aku bermain dengan-Nya,
Satu waktu aku menemani-Nya,
Di waktu yang lain aku menghindari-Nya,
Di waktu yang lain aku berbicara dengan-Nya
Jika engkau mengatakan bahwa Dia senang,
Kau akan mendapati Dia murka,
atau jika kau katakan Dia mempunyai kewajiban,
kau akan mendapati Dia memutuskan.”

Abdul Karim Jili

Ia adalah ulama yang paling bijaksana di zamannya, dihiasi dengan keindahan ilmu, dibusanai dengan kesalehan dan kesabaran, dicerahkan dengan inti dari keyakinan dan didukung dengan keteguhan imannya. Ia dapat membedakan yang haqq dari yang batil. Ia tidak tertandingi dalam keelokan dan klarifikasinya. Ia adalah master dari tarekat ini dan yang pertama dalam jemaah. Ia adalah sang pemenang di antara orang-orang yang arif dan sang penunjuk arah bagi para salik.

Bicaranya menjadi teladan dan indah dalam kefasihannya. Bukti-bukti dan contoh-contoh yang diberikannya merupakan metafora yang menjelaskan suatu konsep agar dapat diterima dan dipahami oleh orang-orang. Semua orang kagum akan kefasihannya. Jika ia melewati sebuah kota di Daghestan, orang-orang akan berbaris di jalan untuk melihatnya. Para penulis biasa mendatangi majelisnya untuk mendengar kefasihan tutur katanya, sementara para ahli fiqh datang untuk mendengar uraian fiqhnya, para filsuf untuk logika yang disampaikannya, para pembicara untuk kejelasan ceramahnya, dan para Sufi untuk Tajali Kebenarannya.

Ia dilahirkan di Kulal, sebuah distrik di Shirwan, di selatan Daghestan pada hari Senin, tanggal 1 Muharram 1201 H./1786 C.E.

Ia berperawakan tinggi dan kulitnya sangat putih. Janggutnya berwarna antara hitam dan putih. Matanya hitam. Nada suaranya tinggi.

Ia adalah salah satu fuqaha yang saleh dan banyak berdoa. Ia mengikuti dan mengajarkan Mazhab Syafi’i. Ia hafal "Kitab ul-Umm" dari Imam Syafi’i. Ia mampu memberi fatwa pada usia dua puluh tahun. Ia sangat dihormati oleh semua orang di kotanya. Ia memperoleh pelajaran Tasawuf pertamanya dari keluarganya.


Dari Kata-Katanya

Ia berkata, “Jalan kita dikontrol dengan al-Qur’an dan Sunnah.”

“Aku telah berjumpa dengan empat tipe awliya dari Tarekat Naqsybandi, dan dari masing-masing tipe ada tiga puluh contoh; tetapi pada akhirnya aku mengikuti Syekh Isma`il ash-Shirwani (q).”

“Allah tidak mengirim segala sesuatu ke bumi ini kecuali sebagai pelajaran bagi hamba- hamba-Nya.”

Orang-orang bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang arif?” Ia menjawab, “Seorang arif adalah orang yang mengetahui rahasia kalian tanpa kalian mengatakannya.”

Ia berkata, “Kami tidak mengambil Sufisme melalui pembicaraan atau kata-kata yang menyolok atau dengan mengatakan, ‘Syekh kami mengatakan ini dan itu.’ Kami mengambil Sufisme dengan lapar dan meninggalkan dunia dan dengan mengasingkan diri dari semua orang.”

Ia pernah ditanya, “Apa perbedaan antara murid dan murad?” Ia menjawab, “Murid adalah orang yang memperoleh ilmunya melalui aktivitas dan kegiatan belajarnya, sedangkan murad adalah orang yang menerima ilmunya melalui ilham dan inspirasi. Murid bergerak dan berjalan, tetapi murad terbang, dan sangat berbeda antara orang yang berjalan dengan orang yang terbang.”

“Keikhlasan antara Allah dan hamba-hamba-Nya tidak disaksikan oleh seseorang, tidak pula malaikat mencatatnya, dan tidak pula Setan merusaknya serta tidak pula nafsu menghancurkannya.”
“Bahkan para shiddiqin pun dapat mengubah pendapatnya lebih dari empat puluh kali dalam semalam, meskipun ia dapat dipercaya. Sementara al-Musyahid (orang yang menyaksikan) pandangannya teguh selama empat puluh tahun.”

Orang yang berada pada “Maqam Musyahada” dari Hadratillah, ia melihat Hakikat. Ia akan mencapai tiga tahap penyaksian: `ilm al-yaqin; `ayn al-yaqin; dan haqq al-yaqin. Ilmu yang ia peroleh akan diterima secara langsung dari Hadratillah, yang tidak pernah berubah. Oleh sebab itu orang-orang pada maqam ini keputusannya teguh, dan itu berasal dari Hakikat, bukannya dari buah pikiran akalnya.

Ia berkata, “Seseorang tidak bisa disebut sebagai hamba yang bijaksana sampai tidak tampak lagi pada dirinya hal-hal yang tidak disukai Allah.”

“Tarekat Sufi Naqsybandi adalah berdasarkan empat karakteristik perilaku, yaitu: tidak bicara kecuali jika ditanya atau diminta, tidak makan kecuali jika lemah karena lapar; tidak tidur kecuali ketika lelah; dan tidak tinggal diam ketika berada di Hadirat-Nya (yakni bermunajat terus kepada Allah).”

“Kemurnian kalbu tergantung pada kemurnian zikir dan kemurnian zikir tergantung pada tidak adanya syirik khafi (syirik yang tersembunyi).”

“Bicaranya Nabi (s) adalah dari Hadratillah, sedangkan bicaranya Sufi adalah dari Musyahadah (Penyaksian).”

“Jalan bagi Sufi kepada Allah adalah dengan berjuang melawan diri mereka sendiri.”

“Ilmu Tauhid telah terhijab dari mata ulama lahir (ulama dengan ilmu eksternal) sejak dulu kala. Mereka hanya bisa membicarakan bagian luarnya saja.”

“Apa yang menyebabkan kalbu merasa gembira dan damai ketika ia mendengar suara yang indah? Itu adalah suatu konsekuensi dari peristiwa di mana Allah telah berbicara kepada ruh ketika mereka masih berupa atom di Hadirat-Nya; Allah bertanya kepada mereka, ‘Bukankah Aku adalah Tuhanmu?’ Manisnya Kalamullah menjadi terpatri pada mereka. Sehingga di dunia ini, ketika kalbu mendengar suatu zikir atau musik, ia mengalami kegembiraan dan kedamaian, karena ini adalah refleksi dari manisnya Kalamullah tadi.”


Mengenai Keramatnya

Selama dua puluh tahun ia tidak makan kecuali hanya sekali seminggu. Wirid hariannya terdiri dari salat 350 rakaat.

Syekh Ahmad al-Kawkasi berkata, “Suatu ketika aku sedang menempuh perjalanan dari suatu kota ke kota lain dengan menembus hutan untuk suatu urusan yang penting. Di tengah perjalanan salju turun dengan lebatnya, dan angin bertiup kencang. Setelah salju berhenti, hujan mulai turun, membuat semua jalan seperti sungai. Aku tidak mempunyai pilihan lain, kecuali melewati hutan itu. Aku masuk ke hutan itu menjelang malam, tetapi aku tersesat di tengah hutan. Langit menumpahkan hujan dan malam menyelimutiku, banjir semakin tinggi dan aku tidak tahu ke mana aku harus pergi. Aku sampai pada sebuah sungai yang mengalir melewati pepohonan. Banjir membuat sungai itu seperti samudra, penuh dengan gelombang. Jembatan di atasnya telah hancur, tetapi aku harus menyebranginya. Air sungai semakin tinggi hingga mencapai kakiku dan kemudian mencapai kaki kudaku. Aku takut akan tenggelam bersama kudaku. Aku lalu mengangkat kedua tanganku dan berdoa kepada Tuhanku, “Ya Allah, tolonglah aku dalam kesulitan ini.” Dengan segera aku mendengar sebuah suara di belakangku yang mengatakan, ‘Wahai Ahmad, mengapa engkau memanggilku dan membuatku keluar dari rumahku? Aku menoleh dan aku melihat Syekh Khas Muhammad di belakangku, tetapi beliau sangat besar. Beliau berkata, ‘Peganglah tanganku dan mari kita sebrangi sungai ini.’ Aku merasa ketakutan. Beliau berkata, “Bila engkau bersama kami, kau tidak perlu takut.’ Lalu kami menyebrangi sungai dan beliau berjalan di atas air dan aku berjalan bersamanya di atas air hingga ke sebrang. Beliau berkata, ‘Sekang kau sudah aman,’ lalu beliau menghilang. Ketika aku sampai di tempat tujuanku dan pergi ke masjid, aku melihat beliau sedang duduk di sana. Aku bertanya kepadanya, ‘Bagaimana engkau bisa sampai ke sini?’ Beliau berkata, ‘Wahai Ahmad, bagi kami tidak ada batas. Kami bisa berada di mana saja dan kapan saja.’”


Jihadnya

Benningsen dan Wimbush menggambarkan tentang pengaruh Syekh Isma`il ash-Shirwani (q) dan khalifahnya di Daghestan, “Tarekat Naqsybandiyyah memainkan peranan penting dalam sejarah bangsa Kaukasia. Disiplinnya kuat, dedikasi mereka total bagi cita-citanya, dan mempunyai hierarki yang ketat, hal itu dapat terlihat dari epik perlawanan orang-orang gunung di Kaukasia terhadap penaklukan Rusia. Suatu perlawanan yang berlangsung sejak 1824 hingga 1855, di mana bukan hanya pemimpin gerakan mereka tetapi juga para penguasa setempat (na'ib) dan mayoritas para pejuangnya adalah para pengikut Naqsybandi. Dapat dikatakan bahwa hampir selama lima puluh tahun perang Kaukasia memberikan kontribusi yang penting bagi kehancuran Kekaisaran Tsar baik secara moral maupun material dan mempercepat kejatuhan monarki Rusia. “Persaudaraan itu juga meraih hasil lain yang mendalam dan bertahan lama, yaitu mengubah orang-orang setengah kafir di daerah pegunungan itu menjadi penganut Muslim ortodoks yang kuat, dan mereka berhasil memperkenalkan Islam ke daerah di atas Chechnya dan suku-suku di Kirkasia, di bagian barat Kaukasus yang menganut paham animisme.”... “Migrasi besar-besaran Muslim Kaukasus ke Turki tidak menghancurkan Tarekat Naqsybandiyyah di Daghestan dan Chechnya; karena akarnya telah menyebar begitu luas dan mendalam.”

Khas Muhammad (q) wafat pada hari Minggu, tanggal 3 Ramadan 1260 H./1844 M. ketika kembali ke Daghestan setelah menunaikan ibadah haji. Ia dimakamkan di Damaskus. Ia meneruskan otoritas tarekat ini kepada penerusnya, yaitu Sayyiddina asy-Syekh Muhammad Effendi al-Yaraghi (q), sesuai dengan kehendak Syekh mereka sebelumnya, Sayyidina Isma`il ash-Shirwani (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/khas-muhammad-shirwani-qaddasa-l-lahu-sirrah/)


Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Khas Muhammad Shirwani | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top