Rindu Seekor Ular dan Cinta Sayyidina Abu Bakar Kepada Rasulullah

<p dir="ltr" style="text-align: center;"><i></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2BSjBnjRA1mrvASRuItAILJrrmYB-prUm0UlcGSmDaiS05loVcN8M1aVBOvhucYXVukFQovPOz1gcHTAL1zGvTgH-MzmFO2IgVqLJSirULNhKuvO8T22vnRabLAAXDb2dFn3QQSF0aLSvqXtC4STQnXcLhu99euT5wOmJz30IebvVBqt8DPCemLRlzhJ4/s1280/Ular%20Gua%20Tsur%20thumb.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2BSjBnjRA1mrvASRuItAILJrrmYB-prUm0UlcGSmDaiS05loVcN8M1aVBOvhucYXVukFQovPOz1gcHTAL1zGvTgH-MzmFO2IgVqLJSirULNhKuvO8T22vnRabLAAXDb2dFn3QQSF0aLSvqXtC4STQnXcLhu99euT5wOmJz30IebvVBqt8DPCemLRlzhJ4/w640-h360/Ular%20Gua%20Tsur%20thumb.png" width="640" /></a></i></div><i><br />Ketika Rasulullah</i> ﷺ <i>berada dihadapanku, kupandangi pesonanya dari kaki hingga ujung kepala. Tahukah kalian apa yang terjelma? CINTA!</i><p></p><p dir="ltr" style="text-align: center;"><b> [Abu Bakar Ash-Shiddiq]</b></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Kecintaan dan getar hati Abu Bakar ketika Rasulullah ﷺ harus hijrah ke Madinah. Rasulullah ﷺ mengajak Sayyidina Abu Bakar, orang yang sangat dekat dengan Beliau untuk menjadi pendamping dalam perjalanan menuju ke Madinah. Sayyidina Abu Bakar dengan penuh adab yang bersungguh, kata kuncinya dengan “Penuh Adab yang Bersungguh”, diajak ke Madinah. Harusnya dari kediaman Beliau berjalannya adalah ke Utara, karena Madinah secara geografis terletak di Utara dari Makkah, tetapi Rasulullah ﷺ berjalan menuju ke Tenggara.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Abu Bakar tidak bertanya, Beliau ikut saja apa yang dibuat oleh Rasulullah ﷺ, karena di hati Beliau hanya ada “cinta” dan “percaya” dan sesuatu yang tidak lagi perlu tawar-menawar. Rasulullah ﷺ Al-Amin, tidak pernah keluar dari lidah Beliau sesuatu yang tidak patut tidak dipercaya. Pribadinya penuh pancaran kecintaan. Mencintai dan sangat pantas dicintai. Pribadinya begitu rupa menimbulkan kerinduan</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Nabi Muhammad ﷺ berjalan. Sayyidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai, 8 km dari arah Masjidil Haram, baru Sayyidina Abu Bakar sadar. Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur. Sebelum Nabi Muhammad ﷺ memasuki gua, Abu Bakar dengan sigapnya mengecek dan menutup lubang² yang ada di gua guna terhindar dari binatang buas. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Di dalam gua, mereka sepakat untuk bergantian berjaga. Dalam tidurnya, Nabi Muhammad ﷺ melabuhkan kepalanya di pangkuan sang sahabat. Di dalam gua yang dingin dan remang², tiba² seekor ular mendesis keluar dari salah satu lubang yang belum ditutup oleh Abu Bakar.Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur Rasulullah ﷺ. Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih Allah ﷻ itu.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Abu Bakar menutup lubang itu dengan salah satu kakinya.lalu ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun Dalam hening, sekujur tubuh Abu Bakar terasa panas, ketika bisa ular menjalar cepat di dalam darahnya. Abu Bakar tak kuasa menahan isak tangis ketika rasa sakit itu tak tertahankan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah ﷺ yang tengah berbaring.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Rasulullah ﷺ terbangun dan berkata, “Wahai hamba Allah ﷻ, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini?” “Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas mengikutimu kemana pun,” jawab Abu Bakar. “Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?” bertanya Rasulullah ﷺ dengan bersahaja. “Seekor ular, baru saja menggigit saya, wahai Rasulullah ﷺ, dan bisanya menjalar begitu cepat ke dalam tubuhku.</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">Lalu Nabi Muhammad ﷺ berbicara kepada sang ular itu ” Wahai ular Tahu nggak Kamu? Jangankan daging, atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram Kamu makan?”</div><div style="text-align: justify;">Dialog Rasulullah ﷺ dengan sang Ular itu didengar pula oleh Abu Bakar As-Shiddiq, berkat mukjizat Beliau.</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">“Iya hamba mengerti duhai Rasulullah ﷺ, bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah ﷻ mengatakan, "Barang siapa memandang kekasihKu, Muhammad ﷺ, Fî 'Ainil Mahabbah <i>(dengan pandangan kecintaan)</i>, Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke surga firdaus,” kata sang ular. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">“Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasihMu Fi 'Ainil Mahabbah,” lanjut sang ular.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Apa kata Allah ﷻ Tuhan Semesta Alam?</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">“Silakan pergi ke Gua Tsur, tunggu disana, kekasihKu akan datang pada waktunya,’ jawab Allah ﷻ. “Ribuan tahun aku menunggu disini. Aku digodok oleh kerinduan untuk jumpa Engkau, Duhai Muhammad ﷺ. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Nabi Muhammad ﷺ. “Jawab sang Ular dari gua Tsur.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah ﷺ. Dan sang ular dari gua Tsur-pun memandang wajah Nabi Muhammad ﷺ penuh dengan rasa cinta dan rindu.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Selanjutnya tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Rasulullah ﷺ meraih pergelangan kaki Abu Bakar, dengan mengagungkan Nama Allah ﷻ Sang pencipta semesta, Nabi Muhammad ﷺ mengusap bekas gigitan itu dengan tangan lembutnya. Maha suci Allah ﷻ, seketika rasa sakit itu hilang tak berbekas.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah ﷺ berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng kuat² ketika Rasulullah ﷺ menawarkan pangkuannya untuk beristirahat. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Siapakah yang salah, Sayyiduna Abu Bakar ataukah Ular Gua Tsur? Jawabannya tidak ada yang salah, karena keduanya bertindak atas nama CINTA & KERINDUAN kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;"> As-Sirah An-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">• Semoga kita bisa selalu menjaga CINTA & KERINDUAN kita kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ ...</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">#AAMIIN</div><div style="text-align: justify;">#SHALLŮ_ALANNABI_MUHAMMAD</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّـدِنَا مُحَمَّدْ</p>

Rindu Seekor Ular dan Cinta Sayyidina Abu Bakar Kepada Rasulullah

Mistikus 0 May 16, 2025

Ketika Rasulullah ﷺ berada dihadapanku, kupandangi pesonanya dari kaki hingga ujung kepala. Tahukah kalian apa yang terjelma? CINTA! [Abu Bakar Ash-Shiddiq] Kecintaan dan getar hati Abu Bakar ketika Rasulullah ﷺ harus hijrah ke Madinah. Rasulullah ﷺ … Read more »

Read more »

Kisah Sayyidina Khalid Bin Walid Pedang Allah Yang Terhunus

<p dir="ltr" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5RxBe3rvJFLkeFhme2lzA2bFuxFoUwKzJvkqK4rkjhn4oYkM-3QpCR1T0c-RI8uZJRZUZdfItmXPaFfKU5m-qPAVYgiCwkO9rmY4sRW6J-CZiN9nobXwo4ntBAMBC5Bnh8hyP_XfLpFXdA2qEH0sHGyRvFHpfvPis3LibJlPq_UdqZjNa3ptRABAyRume/s1152/Sayyidina%20Khalid%20Bin%20Walid.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1152" data-original-width="768" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5RxBe3rvJFLkeFhme2lzA2bFuxFoUwKzJvkqK4rkjhn4oYkM-3QpCR1T0c-RI8uZJRZUZdfItmXPaFfKU5m-qPAVYgiCwkO9rmY4sRW6J-CZiN9nobXwo4ntBAMBC5Bnh8hyP_XfLpFXdA2qEH0sHGyRvFHpfvPis3LibJlPq_UdqZjNa3ptRABAyRume/w426-h640/Sayyidina%20Khalid%20Bin%20Walid.jpg" width="426" /></a></div><br /><div style="text-align: justify;">Pada zaman pemerintahan Khalifah Sayidina Umar bin Khatab, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat muslim. Beliau adalah Jenderal Khalid bin Walid.</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Namanya harum dimana-mana. Semua orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut dengan teriakan, "Hidup Khalid, hidup Jenderal, hidup Panglima Perang, hidup Pedang Allah yang Terhunus." Ya!.. beliau mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai Pedang Allah yang Terhunus. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Dalam suatu peperangan beliau pernah mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan kejeliannya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Itulah Khalid bin Walid, beliau bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Ada satu kisah menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Pada suatu ketika, di saat beliau sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang utusan dari Amirul mukminin, Sayidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, "Dengan ini saya nyatakan Jenderal Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera menghadap!"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Menerima khabar tersebut tentu saja sang jenderal sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan? Kira-kira begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Sebagai prajurit yang baik, taat pada atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Sesampai di depan Umar beliau memberikan salam, "Assalamualaikum ya Amirul mukminin! Langsung saja! Saya menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat?"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Walaikumsalam warahmatullah! Betul Khalid!" Jawab Khalifah.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Kalau masalah dipecat itu hak Anda sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Kamu tidak punya kesalahan."</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Kalau tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Pada zaman ini kamu adalah panglima terbaik."</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Lalu kenapa saya dipecat?" tanya Jenderal Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Dengan tenang Khalifah Umar bin Khatab menjawab, "Khalid, engkau jenderal terbaik, panglima perang terhebat. Ratusan peperangan telah kau pimpin, dan tak pernah satu kalipun kalah. Setiap hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjungmu. Tak pernah saya mendengar orang menjelek-jelekkan. Tapi, ingat Khalid, kau juga adalah manusia biasa. Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa sombong''</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">''Seberat debu rasa sombong di dalam hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku, untuk menjagamu terpaksa saat ini kau saya pecat. Supaya engkau tahu, jangankan di hadapan Allah, di depan Umar saja kau tak bisa berbuat apa-apa!"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Mendengar jawaban itu, Jenderal Khalid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang ada beliau langsung mendekap Khalifah Umar.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Sambil menangis beliau berbisik, "Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!"</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Bayangkan …. mengucapkan terima kasih setelah dipecat, padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. Adakah pejabat penting saat ini yang mampu berlaku mulia seperti itu? Yang banyak terjadi justru melakukan perlawanan, mempertahankan jabatan mati-matian, mencari dukungan, mencari teman, mencari pembenaran, atau mencari kesalahan orang lain supaya kesalahannya tertutupi.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Jangankan dipecat dari jabatan yang sangat bergengsi, 'kegagalan' atau keterhambatan dalam perjalanan karir pun seringkali tidak bisa diterima dengan lapang dada. Akhirnya semua disalahkan, sistem disalahkan, orang lain disalahkan, semua digugat... bahkan hingga yang paling ekstrim.... Tuhan pun digugat..</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Kembali ke Khalid bin Walid, hebatnya lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tapi, tidak lagi sebagai panglima perang. Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemarin. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Beberapa orang prajurit terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara mereka yang bertanya, "Ya Jenderal, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal Anda sudah dipecat."</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Dengan tenang Khalid bin Walid menjawab, "Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah."</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: center;">*</div><div style="text-align: justify;">Sebuah cuplikan kisah yang sangat indah dari seorang Jenderal, panglima perang, ''Pedang Allah yang Terhunus''</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Menarik sekali Pelajaran Makna Ikhlas dan Ketaatan dari sosok Anak Muda Panglima Khalid bin Walid</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">Patut direnungkan dan di hayati. Semoga bermafaat</div><div style="text-align: justify;">.</div><p></p>

Kisah Sayyidina Khalid Bin Walid Pedang Allah Yang Terhunus

Mistikus 0 May 13, 2025

Pada zaman pemerintahan Khalifah Sayidina Umar bin Khatab, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menj… Read more »

Read more »

Ketinggian Ilmu Sayyidina Ali Bin Abi Thalib Menjawab Pendeta Yahudi Tentang Kisah Ashabul Kahfi

<div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiY0bHIwgLSNudtaWbNdfEjLlWNu5vXdA-QsKM53KWb4azB2Rv0AwjtfNanSv3cNHLILX1I7ff8R0N9CiDnU1lBSnxWCD72lfoXj0DecbWmLnpWjeNdkJSiaGHCDcElR8705YucHdPCCdq0zaB40DD1ZFdEEir98W634BJ9lDRiesIDTA1a5QTzd_419JQO/s720/ali-bin-abi-thalib.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="477" data-original-width="720" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiY0bHIwgLSNudtaWbNdfEjLlWNu5vXdA-QsKM53KWb4azB2Rv0AwjtfNanSv3cNHLILX1I7ff8R0N9CiDnU1lBSnxWCD72lfoXj0DecbWmLnpWjeNdkJSiaGHCDcElR8705YucHdPCCdq0zaB40DD1ZFdEEir98W634BJ9lDRiesIDTA1a5QTzd_419JQO/w400-h265/ali-bin-abi-thalib.jpg" width="400" /></a></div>Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu dalam kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan Nabi Musa as dan Nabi Khidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran <i>(ibrah)</i> didalamnya.<br /> </div><div style="text-align: justify;"><br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT <b>(Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-’Adzim; jilid: 3; hal.67-71)</b>.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya…..</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Penulis <b>Kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah</b> (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari <b>Kitab Qishashul Anbiya</b>. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:<br /> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> إِذْ أَوَى الفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوْا رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> <i>“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”</i> <b>(QS al-Kahfi:10)</b><br /> </div><div style="text-align: justify;"><b><br /></b></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan panjang lebar Kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Jelaskan kepada kami tentang induk kunci mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ya baik!” jawab mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan. “Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.”</div> <div style="text-align: justify;"> Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ya,” jawab penggembala itu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Aphesus,” sahut penjual roti itu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ya. Benar,” sahut Tamlikha.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ya, ada,” jawab Tamlikha.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Aku Tamlikha anak Filistin!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.” Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab merekaMereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا</div> <div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”</div> <div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasulallah SAW</div>

Ketinggian Ilmu Sayyidina Ali Bin Abi Thalib Menjawab Pendeta Yahudi Tentang Kisah Ashabul Kahfi

Mistikus 0 November 25, 2023

Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu dalam kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan Nabi Musa as dan Nabi Khidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat t… Read more »

Read more »

Kisah Abu Dujanah Yang Membuat Rasulullah SAW Menangis

<p dir="ltr" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp5dU9P476GLYO7HycUfuNU-zDK5me-a9BV5og15FEvtRlpgmBa-CftqvKiscnPqwoJ4Ec0XIx3YvQAtB0ARGxWrJydFfM-p4m1vitYLNw345Vc1NChlNh_k152zMQ-hG9VDbw9slHO_Uo5m6rpp6Jws6L1WDcdDgMnOTFlREP4MG9Rvn5H3WxDg8ypFRc/s280/pohon-kurma-vector-19.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="280" data-original-width="224" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp5dU9P476GLYO7HycUfuNU-zDK5me-a9BV5og15FEvtRlpgmBa-CftqvKiscnPqwoJ4Ec0XIx3YvQAtB0ARGxWrJydFfM-p4m1vitYLNw345Vc1NChlNh_k152zMQ-hG9VDbw9slHO_Uo5m6rpp6Jws6L1WDcdDgMnOTFlREP4MG9Rvn5H3WxDg8ypFRc/w256-h320/pohon-kurma-vector-19.png" width="256" /></a></div>Pada masa Rasulullah SAW, terdapat seorang sahabat bernama Abu Dujanah.<p></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"> Setiap usai menjalankan ibadah shalat berjamaah shubuh bersama Baginda Nabi, Abu Dujanah selalu tidak sabar. Ia terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah selesai.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Ada satu kesempatan, Rasulullah mencoba meminta klarifikasi pada pria tersebut. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Hai, apakah kamu ini tidak punya permintaan yang perlu kamu sampaikan pada Allah sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. Kenapa kamu buru-buru pulang begitu? Ada apa?” tanya Nabi. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Abu Dujanah menjawab, “Anu Rasulullah, kami punya satu alasan.”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">'Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!” perintah Baginda Nabi. </p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">"Begini,” kata Abu Dujanah memulai menguraikan jawabannya.</div><div style="text-align: justify;">“Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah kami.”</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai shalat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di rumah, lalu kami haturkan kepada pemiliknya.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana. Kami katakan, ‘Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.’ Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Wahai Baginda Nabi, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak’.” </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Pandangan mata Rasulullah SAW sontak berkaca-kaca, lalu butiran air mata mulianya berderai begitu deras.</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Baginda Rasulullah Muhammad SAW mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah dalam kisah yang ia sampaikan tersebut. Abu Dujanah pun kemudian menjelaskan, pohon kurma tersebut adalah milik seorang laki-laki munafik. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Tanpa basa-basi, Baginda Nabi mengundang pemilik pohon kurma. Rasul lalu mengatakan, “Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada.” Begitu tawar Rasulullah SAW.  </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Pria yang dikenal sebagai orang munafik ini lantas menjawab dengan tegas, “Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Tiba-tiba Abu Bakar as-Shiddiq radliyallahu 'anh datang. Lantas berkata, “Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya).”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Si munafik berkata kegirangan, “Oke, ya sudah, aku jual.”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Abu Bakar menyahut, “Bagus, aku beli.”</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Setelah sepakat, Abu Bakar menyerahkan pohon kurma kepada Abu Dujanah seketika. </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik berlalu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ia berjalan mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kisah yang baru saja terjadi. "Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun.”</div><p></p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">Malamnya, saat si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Dan seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ia keheranan tiada tara.</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Dalam kisah ini, dapat kita ambil pelajaran, betapa hati-hatinya sahabat Rasulullah tersebut dalam menjaga diri dan keluarganya dari makanan harta haram. Sesulit apa pun hidup, seberat apa pun hidup, seseorang tidak boleh memberikan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya dari barang haram.</p> <p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;">Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT sepuluh kali lipat sebagaimana janji Baginda Nabi Muhammad SAW.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Adapun panen dari pada janji itu bukanlah kontan sekarang, namun di akhirat kelak. Karena dunia ini adalah dâruz zar‘i (tempat bercocok tanam), bukan dârul hashâd (tempat memanen).</div><p></p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Kisah di atas disarikan dari kitab I’anatuth Thâlibîn (Beirut, Lebanon, cet I, 1997, juz 3, halaman 293) karya Abu Bakar bin Muhammad Syathâ ad Dimyatîy (w. 1302 H).</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">(Ahmad Mundzir) </p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">wallaahu a'lam bishshawaa</p> <p dir="ltr" style="text-align: justify;">Allaahumma sholli wasallim wabaarik alaa Syayyidina Muhammadin wa'alaa aali Syayyidina Muhammadin fil awwaliina wal aakhiriina wa fil mala'il a'laa ilaa yaumiddiin</p>

Kisah Abu Dujanah Yang Membuat Rasulullah SAW Menangis

Mistikus 0 October 23, 2023

Pada masa Rasulullah SAW, terdapat seorang sahabat bernama Abu Dujanah. Setiap usai menjalankan ibadah shalat berjamaah shubuh bersama Baginda Nabi, Abu Dujanah selalu tidak sabar. Ia terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan … Read more »

Read more »

Kisah Sayyidina Umar Bin Khattab Menerima Pengaduan Yahudi Tua

<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioLvGjLFidOxAw11ylvNLzcvaesARensHQ-4ETDLvcbVgatYKn-HxxkCqW_4Bbf0QHNotR1Bgpph7qf1nxGUCcBP9Py4g-KcmTJr0pGAj81CP2vl27asdLVyPAZ282VR_D-Xd_lM0BpdXI/s1600/Masjid-Amr-bin-al-Ash.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="299" data-original-width="500" height="380" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioLvGjLFidOxAw11ylvNLzcvaesARensHQ-4ETDLvcbVgatYKn-HxxkCqW_4Bbf0QHNotR1Bgpph7qf1nxGUCcBP9Py4g-KcmTJr0pGAj81CP2vl27asdLVyPAZ282VR_D-Xd_lM0BpdXI/s640/Masjid-Amr-bin-al-Ash.jpg" width="640" /></a></div><br /> Pada masa Khalifah Umar bin Al-Khattab رضي الله عنه, ada sorang gubernur Mesir bernama Amr bin ‘Ash رضي الله عنه. Ia berniat untuk membangun sebuah masjid di wilayah yang masih dalam kekuasaannya. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Tetapi keinginannya itu terbentur dengan adanya rumah atau lahan yang harus digusur. <br /> Rumah tersebut ternyata milik seorang Yahudi tua.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه kemudian memanggil seorang yahudi tua pemilik rumah tersebut dan meminta agar dia mau menjual lahannya. Namun orang Yahudi itu tidak berniat untuk menjual lahannya. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Selanjutnya gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه memberikan penawaran tinggi dengan harga yang jauh diatas harga pasaran pada umumnya. Akan tetapi orang Yahudi ini tetap saja bersikeras menolak untuk menjual lahannya.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Akhirnya gubernur kesal karena berbagai cara telah dilakukan namun tetap saja tidak membuahkan hasil, maka sang gubernur pun menggunakan kekuasaanya dengan cara memerintahkan tangan besinya untuk menyiapkan surat pembongkaran dan menggusur paksa lahan milik Yahudi tersebut, sementara si Yahudi tua itu tidak bisa berbuat apa-apa melihat tindakan sang penguasa kecuali menangis. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Kemudian sang Yahudi itu berniat mengadukan kesewenang-wenangan Amr bin ‘Ash رضي الله عنه itu kepada Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Akhirnya orang Yahudi itu berjalan kaki pergi menuju ke Madinah untuk mengadukan masalah yang terjadi kepada Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Begitu tiba di Madinah, seorang Yahudi tua itu merasa takjub karena Khalifah Umar رضي الله عنه tidak mempunyai istana yang megah. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Bahkan ia diterima Umar رضي الله عنه hanya di halaman Masjid Nabawi di bawah naungan pohon kurma. Selain itu penampilan Khalifah Umar رضي الله عنه sangat sederhana untuk ukuran pemimpin yang mempunyai kekuasaan begitu luas.</div><br /> <div style="text-align: justify;">“Ada keperluan apa tuan datang jauh-jauh dari Mesir ke Madinah?” tanya sang Amirul Mukminin.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Kemudian setelah mengatur detak jantungnya karena berhadapan langsung dengan seorang Khalifah yang tinggi besar, penuh wibawa dan ramah, sang Yahudi itu mengadukan kasus yang sedang ia alami.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Dia bercerita pula tentang perjuangannya untuk memiliki rumah itu, dimana sejak masih muda dia telah bekerja keras untuk dapat membeli sebidang tanah dan membuat tempat tinggal di atas tanah tersebut.</div><br /> <div style="text-align: justify;">“Akan tetapi wahai Amirul Mukminin, sungguh sangat menyedihkan. Harta satu-satunya yang aku miliki sekarang sudah sirna, karena telah terkena gusur oleh gubernur Amr bin ‘Ash, ujar orang Yahudi itu tanpa rasa takut.”</div><br /> <div style="text-align: justify;">Laporan tersebut membuat sang Khalifah Umar رضي الله عنه marah dan wajahnya menjadi merah padam (menahan marah). </div><br /> <div style="text-align: justify;">Kemudian setelah amarahnya mereda, Yahudi tua itu diminta Amirul Mukminin untuk mengambil tulang belikat unta dari tempat sampah lalu menyerahkannya tulang itu kepada Umar رضي الله عنه . </div><br /> <div style="text-align: justify;">Selanjutnya Khalifah Umar رضي الله عنه menggores tulang busuk tersebut dengan huruf alif yang lurus dari atas ke bawah.<br /> <br /> Dan di tengah-tengah goresan tersebut ada goresan melintang dengan menggunakan ujung pedang, kemudian tulang itu pun diberikan kembali kepada orang Yahudi dan berpesan:<br /> <br /> “Tuan bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir kemudian berikanlah kepada Gubernur Amr bin ‘Ash” jelas Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab رضي الله عنه.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Seorang Yahudi tua itu kebingungan ketika diperintahkan untuk membawa tulang dari tempat sampah yang telah digores dan kemudian memberikannya kepada sang Gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Sontak wajah gubernur langsung pucat pasi dan menggigil ketika menerima pesan dari tulang busuk tersebut. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Saat itu juga sang gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه langsung mengumpulkan rakyatnya untuk membongkar masjid yang sedang dibangun dan membangun kembali gubuk reot milik orang Yahudi tua itu.</div><br /> <div style="text-align: justify;">“Bongkar masjid itu!”, teriak sang Gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه gemetar. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Orang Yahudi itu merasa terheran-heran dan tidak mengerti dengan tingkah laku sang Gubernur.</div><br /> <div style="text-align: justify;">“Tunggu!” teriak orang Yahudi tua itu. </div><br /> <div style="text-align: justify;">“Maaf Tuan, tolong izinkan saya mendapati penjelasan tentang perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang tersebut? Lalu apa keistimewaan dari tulang itu sehingga Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang sangat mahal ini? Sungguh saya tidak paham.”</div><br /> <div style="text-align: justify;">Kemudian gubernur Amr bin ‘Ash رضي الله عنه memegang pundak orang Yahudi sambil berkata:<br /> <br /> “Wahai tuan, tulang ini hanyalah tulang belikat unta biasa dan baunya pun busuk. Namun tulang ini merupakan peringatan keras kepada diriku dan tulang ini juga merupakan ancaman dari Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Artinya apa pun jabatan dan kekuasaanmu, suatu saat pasti kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu berlaku adillah kamu seperti huruf Alif yang lurus. Adil di atas, dan adil pula di bawah. Sebab kalau kamu tidak berlaku adil dan lurus layaknnya goresan tulang ini, maka Khalifah Umar رضي الله عنه tidak akan segan-segan untuk memenggal kepala saya”, jelas Gubernur Amr bin ‘Ash.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Orang Yahudi tua itu tunduk terharu dan terkesan dengan keadilan dalam Islam yang ditegakkan oleh Khalifah Umar bin Khattab.</div><br /> <div style="text-align: justify;">“Sungguh mulia ajaran agama Tuan. Sungguh aku ikhlas dan rela menyerahkan tanah dan gubuk milik saya. Bimbinglah saya dalam memahami ajaran Islam!”</div><br /> <div style="text-align: justify;">Akhirnya orang Yahudi itu mengikhlaskan lahannya untuk pembangunan masjid kemudian dia sendiri langsung masuk agama Islam.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Wallahu a'lam</div><br /> <div style="text-align: justify;">Mari bersholawat:<br /> اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد</div><br /> <div style="text-align: justify;">Allahumma Sholli 'Alaa Sayyidina Muhammad, Wa 'alaa Aali Sayyidina Muhammad.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Semoga bermanfaat.</div><br /> <div style="text-align: justify;">(Kisah ini diambil dari buku 30 kisah teladan yang ditulis K.H Abdurrahman Arroisi)</div>

Kisah Sayyidina Umar Bin Khattab Menerima Pengaduan Yahudi Tua

Mistikus 0 March 07, 2020

Pada masa Khalifah Umar bin Al-Khattab رضي الله عنه, ada sorang gubernur Mesir bernama Amr bin ‘Ash رضي الله عنه. Ia berniat untuk membangun sebuah masjid di wilayah yang masih dalam kekuasaannya. Tetapi keinginannya itu terbentur dengan adanya rum… Read more »

Read more »

Kisah Cinta Antar Sahabat Nabi SAW

<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTEGRoIErROCuyLf6EUpUvT4XPUbGCNv33_WDExCdhyphenhyphenJsON4IAiJ9CoytDuv6ot_muIJr8KOK-6vz1HqOSnbH9cmciMwYY6uD3xNPFo2XmJ1ie3_0eL5UU-lf_KP-CexcY9rf2lBGinMdj/s1600/kisah+sahabat+nabi+saw.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="600" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTEGRoIErROCuyLf6EUpUvT4XPUbGCNv33_WDExCdhyphenhyphenJsON4IAiJ9CoytDuv6ot_muIJr8KOK-6vz1HqOSnbH9cmciMwYY6uD3xNPFo2XmJ1ie3_0eL5UU-lf_KP-CexcY9rf2lBGinMdj/s1600/kisah+sahabat+nabi+saw.jpg" /></a></div><br /> Sebuah kisah cinta antar Sahabat Rasulullah صل الله عليه وسلم,<br /> <br /> Suatu hari Umar Bin Khattab Alfaruq mengadu kepada Rasulullah صل الله عليه وسلم akan sahabatnya Abu Bakar As-Shiddiq yang mengganggu pikirannya.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Umar berkata:<br /> "Wahai Rasulullah, ijinkan aku mengungkapkan keresahan hatiku akan apa yang telah Abu Bakar lakukan terhadap diriku."</div><br /> <div style="text-align: justify;">Dengan lembut Rasulullah menjawab:<br /> "Damaikan hatimu sahabatku, lalu teruskan maksud hatimu"</div><br /> <div style="text-align: justify;">Setelah tenang, Umar kembali berkata:<br /> "Suatu waktu, Abu Bakar bertemu denganku, akan tetapi dia tidak langsung memberi salam kepadaku, dia menunggu aku yang terlebih dahulu mengucapkan salam kepadanya. Aku tidak tahu apa salahku padanya."</div><br /> <div style="text-align: justify;">Rasulullah صل الله عليه وسلم tidak ingin masalah ini mengganggu persahabatan diantara kedua sahabat yang sangat dicintainya ini.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Maka Rasulullah pun meminta Abu Bakar dihadapkan bersama agar dapat menjelaskan perihal yang sebenarnya.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Dan ketika Abu Bakar hadir ditempat, maka Rasulullah pun bertanya kepada dirinya akan prasangka kerenggangannya dengan Umar.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Maka Abu bakar pun menjawab dengan jawaban santun penuh kasih sayang yang membuat tangis seisi ruangan. </div><br /> <div style="text-align: justify;">Katanya:<br /> "Wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Engkau bersabda:<br /> "Bahwasanya orang yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada saudaranya,  maka Allah akan membangunkan untuknya satu istana di dalam syurga".</div><br /> <div style="text-align: justify;">Maka aku ingin istana tersebut menjadi miliknya Umar Bin Khattab sahabatku tercinta"</div><br /> <div style="text-align: justify;">Maka Umar pun menangis mendengar jawabannya dan memeluk erat sahabat mulianya itu.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Yaa Allah... berikanlah kepada kami sahabat seperti mereka wahai Dzat Yang Maha Mulia. Aamiin</div><br /> <div style="text-align: justify;">Al-Hasan al-Bashri:<br /> "Perbanyaklah Sahabat-sahabat mu’minmu, karena mereka memiliki Syafa’at pada hari kiamat nanti."</div><br /> <div style="text-align: justify;">Abul Hasan as-Sadzili:<br /> "Jika ada musuh yang bisa mendekatkan kamu kepada Allah, maka hal itu lebih baik dari pada teman akrab yang menjauhkan kamu dari Allah."</div><br /> <div style="text-align: justify;">Untuk sahabat-sahabat dalam kebaikanku yang tak pernah lelah menebarkan kebaikan dan kedamaian walau dihantam kerasnya ombak cemoohan disana-sini.</div><br /> <div style="text-align: justify;">Semoga kita bisa menjadi sahabat yang Saling Asih, Saling Asah dan Saling Asuh, </div><br /> <div style="text-align: justify;">آمين يارب العالمين<br />   </div>

Kisah Cinta Antar Sahabat Nabi SAW

Mistikus 0 February 04, 2018

Sebuah kisah cinta antar Sahabat Rasulullah صل الله عليه وسلم, Suatu hari Umar Bin Khattab Alfaruq mengadu kepada Rasulullah صل الله عليه وسلم akan sahabatnya Abu Bakar As-Shiddiq yang mengganggu pikirannya. Umar berkata: "Wahai Rasulullah, ijinkan … Read more »

Read more »

Kisah Amirul Mukminin Sayyidina Umar Ketika Memutuskan Perkara

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio4gtp2XDZHazCYb14veYkY2O8G1FT93pfVje64ZmpffDO5WfKXj_Z33bcYczinbna_mwvaxITioDr40fKUKYUz_vyqzQb9uPiplWB_RbIsA4rSuwqvMuNyye2AFfXjLX378yOfhKNy7Jp/s1600/kisah+sahabat+Umar.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="337" data-original-width="504" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio4gtp2XDZHazCYb14veYkY2O8G1FT93pfVje64ZmpffDO5WfKXj_Z33bcYczinbna_mwvaxITioDr40fKUKYUz_vyqzQb9uPiplWB_RbIsA4rSuwqvMuNyye2AFfXjLX378yOfhKNy7Jp/s320/kisah+sahabat+Umar.jpg" width="320" /></a></div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Suatu hari, Sayyidina Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Ketika sudah berhadapan dengan Sayyidina Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!"</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini!".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Umar segera bangkit dan berkata:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?"</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Benar, wahai Amirul Mukminin."</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tukas Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah", ujarnya dengan tegas.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?", tanya Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggungjawaban kaumku bersamaku?", pemuda lusuh balik bertanya kepada Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Aku tidak memiliki seorang kerabat pun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Salman?" hardik Sayyidina Umar marah.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Sayyidina Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Akhirnya dengan berat hati, Sayyidina Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Sayyidina Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Itu dia!” teriak Sayyidina Umar.<br /> “Dia datang menepati janjinya!”.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah,<br /> “Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”.<br /> ”Kupacu... tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..”</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Demi Allah”, ujar Sayyidina Umar menenangkannya dan memberinya minum,</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Sayyidina Umar.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Mata Sayyidina Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> “Lalu kau, Salman, mengapa mau-maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?"</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Kemudian Salman menjawab:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> "Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak. </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Semua orang tersentak kaget.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Kalian...” ujar Sayyidina Umar.<br /> “Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Sayyidina Umar semakin haru.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> ”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">”Allahu Akbar!” teriak hadirin.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.<br /> </div>

Kisah Amirul Mukminin Sayyidina Umar Ketika Memutuskan Perkara

Mistikus 0 January 13, 2018

Suatu hari, Sayyidina Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka… Read more »

Read more »

Kisah Sayyidina Ja'far Bin Abi Thalib

<div dir="ltr" style="text-align: justify;">AL HABIB UMAR BIN HAFIDZ...<br /> MENGISAHKAN TENTANG GUGURNYA SAYYIDINA JA'FAR BIN ABI THALIB YANG MENGHARUKAN...</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-vVymYLzpHC-vjIQcDE2lzJX3B9rKvV0PX-EuQAjuuikPdXCOO2tt-Iv4OpFCxBAtcIESjp-ddtj30lEqZFVs_jJT2X14XX2LJyxKVWO8-P_8tNQvPHcdNMyJY-DbQ56ro05CFNRBvbBu/s1600/AL-HABIB+UMAR+BIN+HAFIDZ.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="428" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-vVymYLzpHC-vjIQcDE2lzJX3B9rKvV0PX-EuQAjuuikPdXCOO2tt-Iv4OpFCxBAtcIESjp-ddtj30lEqZFVs_jJT2X14XX2LJyxKVWO8-P_8tNQvPHcdNMyJY-DbQ56ro05CFNRBvbBu/s320/AL-HABIB+UMAR+BIN+HAFIDZ.jpg" width="214" /></a></div><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Perhatikanlah perjuangan Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib...Ketika tangan kanannya putus, ia genggam bendera perang ditangan kirinya dan ketika tangan kirinya putus, ia rangkul bendera itu dengan kedua lengannya. Ia tidak rela bendera Rasulullah Saw jatuh.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Ja'far terluka dengan 80 tusukan dibagian depan tubuhnya dan semua luka-lukanya itu ada dibagian depan tubuhnya...Mengapa? Karena ia maju terus pantang mundur.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Para sahabat memikul tubuhnya yang penuh luka itu.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Minumlah air ini,” kata seorang sahabat.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Aku puasa,” jawabnya lemah.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Padahal saat itu cuaca sangat panas, di medan jihad, dalam kancah peperangan.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Berbukalah hari ini dan berpuasalah di hari lain, lukamu sangat parah,” bujuk sahabat-sahabatnya.<br /> “Aku ingin berbuka di surga.”</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Dan beliau pun akhirnya berbuka di surga.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Muhammad SAW yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat di Madinah tiba-tiba menengadahkan wajahnya ke langit dan menjawab salam:</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ<br /> <i>Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya juga menyertaimu.</i></div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Beliau kemudian terlibat dalam pembicaraan.  Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu terdiam, menundukkan kepala.  Salah seorang dari mereka kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang engkau ajak bicara?”</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Ja’far bin Abi Thalib datang mengunjungiku bersama jutaan malaikat.  Allah mengganti kedua tangannya dengan dua buah sayap.  Ia dapat terbang ke mana pun ia suka di surga,” jawab Nabi.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Perhatikanlah, Allah telah memerintahkan untuk mengawalnya ke surga, namun ia merindukan Nabinya.  Ia ingin menemuinya lebih dahulu.  Surga dan segala kenikmatannya tidak melalaikannya dari nabi kecintaannya.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">“Aku ingin mengucapkan salam kepada kekasihku, aku ingin mendekat dulu kepada Nabiku, aku ingin melihat Rasul-Mu yang darinya aku memperoleh hidayah", demikian permohonan Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Ruhnya datang ke Madinah mengunjungi Nabi Saw dan mengucapkan salam kepada kekasih Allah Swt...Hanya dengan memandang wajah Nabi Saw dapat membuat hatinya menjadi tentram.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Allahumma Shalli 'Alaa Sayyidina Muhammad Wa 'Alaa Aali Sayyidina Muhammad.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Rasulullah SAW bersabda; <i>"Sungguh rendah dan hina orang yang mendengar namaku disebut tetapi tidak mengucapkan shalawat kepadaku."</i>.<b> (HR. Imam Tirmidzi)</b></div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Nabi SAW bersabda; <i>"Siapa yang mendengar namaku disebut lalu ia tidak membaca shalawat untukku, maka ia akan salah jalan menuju surga".</i> (yakni akan tersesat dari jalan surga), <b>(HR. Imam At-Thabarani)</b></div>

Kisah Sayyidina Ja'far Bin Abi Thalib

Mistikus 0 July 22, 2017

AL HABIB UMAR BIN HAFIDZ... MENGISAHKAN TENTANG GUGURNYA SAYYIDINA JA'FAR BIN ABI THALIB YANG MENGHARUKAN... Perhatikanlah perjuangan Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib...Ketika tangan kanannya putus, ia genggam bendera perang ditangan kirinya dan ketik… Read more »

Read more »

Kisah Sayyidina Ali dan Seorang Yahudi

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4VSiAtsngLZ0VG2KMIFuWt4IYyyEdZC-VNS6r1QPmlABGLp3RSzSo-YokxclFazdQ0Td09hPp6UiQ61d3-6K05Qf1TLBC05guHj4dWZ1cpgy6t_DoqoseElG3GeYUQj2ZvCj8SvXgDg_w/s1600/kisah_sufi_mistikus-sufi.blogspot.com.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4VSiAtsngLZ0VG2KMIFuWt4IYyyEdZC-VNS6r1QPmlABGLp3RSzSo-YokxclFazdQ0Td09hPp6UiQ61d3-6K05Qf1TLBC05guHj4dWZ1cpgy6t_DoqoseElG3GeYUQj2ZvCj8SvXgDg_w/s400/kisah_sufi_mistikus-sufi.blogspot.com.jpg" width="400" /></a></div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Seorang Yahudi mengundang Sayyidina Ali. menuju rumahnya, maka si Yahudi menyuguhkan kepada beliau buah anggur, maka Sayidina Ali memakannya. Kemudian beliau disuguhkan khamr, maka Sayyidina Ali berkata: "ini haram bagi kami."</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> Si Yahudi pun berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Aneh sekali kalian wahai muslimin! kalian menghalalkan ini dan mengharamkan ini, padahal ini <i>(khamr)</i> berasal dari ini <i>(anggur)</i>!?"</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> Maka Sayyidina Ali menjawab: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Apakah engkau punya istri?" </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Yahudi menjawab: "Iya." </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Ali berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Datangkan dia kepadaku."</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Maka si Yahudi mendatangkannya. </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> Kemudian Sayyidina Ali berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Apakah engkau punya putri?" </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Si Yahudi: "iya." </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Sayyidina Ali berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Datangkan dia kepadaku." </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">Maka si Yahudi mendatangkannya.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> Kemudian Sayyidina Ali berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Apakah engkau tau bahwa Allah menghalalkan kepadamu ini (istri) dan mengharamkan kepadamu ini (putri)!? padahal ini (putri) berasal dari ini (istri)!?</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> Maka si Yahudi berkata: </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;"><br /> </div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">"Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan engkau adalah Wali Allah."</div>

Kisah Sayyidina Ali dan Seorang Yahudi

Paseban 0 February 23, 2017

Seorang Yahudi mengundang Sayyidina Ali. menuju rumahnya, maka si Yahudi menyuguhkan kepada beliau buah anggur, maka Sayidina Ali memakannya. Kemudian beliau disuguhkan khamr, maka Sayyidina Ali berkata: "ini haram bagi kami." Si Yahudi pun berkata:… Read more »

Read more »