Prabu Kian Santang atau Raden Sangara atau Syekh Sunan Rohmat Suci
adalah putra Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.
Ketika dewasa, ia belajar agama Islam di Mekkah
dan mengubah namanya menjadi Galantrang Setra.
Meski berbeda keyakinan dengan sang ayah yang
memeluk Hindu, Kian Santang tetap menjadi penyebar agama Islam di wilayah
Pajajaran.
Kehidupan awal
Raden Kian Santang lahir pada sekitar abad
ke-15 dan merupakan anak Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Nyai Subang
Larang.
Ia memiliki dua saudara kandung yang bernama
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (pendiri Kerajaan Cirebon) dan Rara
Santang (ibu Sunan Gunung Jati).
Sejak kecil hingga remaja, Kian Santang dilatih
ilmu bela diri hingga tumbuh menjadi sosok ksatria Pajajaran.
Ketika sudah mahir dalam bela diri, Kian Santang
mengisi waktunya dengan berburu ke hutan. Ia pun mudah untuk mendapatkan hewan
buruan menggunakan panahnya.
Hal itu membuat Prabu Siliwangi sangat bangga
dan mengangkatnya menjadi senopati Pajajaran.
Kian Santang pun tumbuh menjadi ksatria yang
gagah perkasa dan tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Bertemu Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Selama hidup di istana, Kian Santang serba
kecukupan, tetapi merasa kurang mengenal jati dirinya. Ia juga merasa jenuh
karena tidak ada satu pun ksatria yang mampu mengalahkannya.
Konon, Kian Santang kemudian mendatangi peramal
untuk mengetahui lawan tangguh yang dapat menandinginya.
Ia diberikan petunjuk bahwa orang yang dapat
menandinginya adalah Sayyidina Ali dari Tanah Arab.
Sebetulnya Sayyidina Ali hidup pada abad ke-7
dan telah wafat saat itu, tetapi mereka dapat dipertemukan secara goib dengan
kekuasaan Allah.
Selain itu, Kian Santang harus melakoni dua
syarat agar dapat bertemu Sayyidina Ali, yaitu melakukan semedi di ujung kulon
dan mengganti namanya menjadi Galantrang Setra (Galantrang berarti berani dan
Setra berarti bersih atau suci).
Setelah melakoni dua syarat tersebut, Kian
Santang segera melakukan perjalanan ke Arab untuk menemui Sayyidina Ali.
Sesampainya di Mekkah, ia bertemu seseorang dan
kemudian menanyakan keberadaan Sayyidina Ali.
Orang tersebut mau memberi tahu keberadaan
Sayyidina Ali, asalkan Kian Santang mau mengambil tongkatnya yang ditancapkan
di tanah.
Tidak disangka, Kian Santang kesulitan mencabut
tongkat itu hingga keluar darah dari seluruh tubuhnya ketika berupaya untuk
menyelesaikan tugas yang dianggap sangat mudah.
Belakangan diketahui, sosok yang menancapkan
tongkat itu adalah Sayyidina Ali.
Masuk Islam
Setelah pertemuannya dengan Sayyidina Ali, Kian
Santang memutuskan untuk menetap di Mekkah dan berlajar agama Islam di sana.
Kian Santang menetap cukup lama guna belajar
dan memahami agama Islam. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke
Pajajaran.
Sesampainya di Pajajaran, ia menemui sang ayah
dan kerabatnya untuk menceritakan pengalamannya selama mengembara ke Tanah
Arab.
Kian Santang kemudian mengajak Prabu Siliwangi
untuk memeluk Islam, begitu juga dengan rakyat Pajajaran, tetapi ditolak.
Menyebarkan agama Islam
Meski ajakannya ditolak oleh Prabu Siliwangi,
Raden Kian Santang tetap menyebarkan agama Islam di pelosok Pasundan.
Pada awalnya, ia menyebarkan agama Islam di
Limbangan, kemudian sampai ke Garut dan pesisir utara Pantai Jawa.
Dalam perjalanannya, Kian Santang mengubah
namanya menjadi Syekh Sunan Rohmat Suci. Ia pun pergi ke Galuh dan berhasil
mengislamkan Raja Galuh Pakuwon di Limbangan, yang dikenal memiliki nama Sunan
Pancer.
Berkat Sunan Pancer, agama Islam bisa tersebar
luas dan berkembang di daerah Galuh Pakuwon.
Sejak penguasa lokal banyak yang menjadi umat
Muslim, ajaran Islam menjadi berkembang di hampir seluruh wilayah Priangan.
Wafat
Setelah berhasil mengislamkan hampir seluruh
Priangan, Raden Kian Santang memilih menetap di daerah sekitar Garut.
Di tempat itulah, ia menyebarkan agama Islam
dan menjadi guru syariat hingga akhir hayatnya.
Tidak diketahui kapan Raden Kian Santang
meninggal, tetapi masyarakat lokal menyakini makamnya terletak di lereng Gunung
Karacak, yang berada di Kecamatan Karangpawitan, Kota Garut.
Referensi:
Kusdiana, Ading. (2014). Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaram, dan Jaringannya
di Wilayah Priangan (1800-1945). Bandung: Humaniora.
Makam Godog adalah makam yang terletak di lereng Gunung Karacak, tepatnya di
Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Garut. Makam ini dipercaya sebagai
makam Prabu Kian Santang, anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Informasi mengenai keberadaan makam Godog sebagai makan Kian Santang terdapat
dalam beberapa naskah Sunda lama. Di antaranya Babad Godog, Babad Pasundan, dan
Wawacan Prabu Kian Santang Aji. Dalam naskah-naskah tersebut diceritakan bahwa
Kian Santang adalah putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Setelah
memeluk Islam di Mekah, namanya berubah menjadi Sunan Rohmat. Karena setelah
wafat dimakamkan di Godog, tokoh ini juga disebut Sunan Godog.
Kini makam Godog banyak didatangi penziarah. Oleh sebagian orang
makam ini memang sangat dikeramatkan, karena Kian Santang sering disejajarkan
dengan para wali yang berjasa dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Mereka yang
datang bukan hanya dari wilayah Tatar Sunda saja, tetapi banyak pula yang
datang dari luar Jawa.
Post a Comment Blogger Disqus