Kebiasaan Gus Dur untuk melakukan ziarah ke makam-makam yang dianggap keramat, yang bagi orang muslim Jawa dianggap sebagai “laku” atau tirakat ternyata telah tumbuh dan berkembang dari usia muda.
Ketika belajar di pesantren Tambakberas dan Denanyar Jombang, antara tahun 1959-1963, yang berarti pada usia 20 tahunan, ia rutin menjalankan aktifitas ini, bahkan ke makam yang sangat jauh dengan berjalan kaki.
Dalam buku biografinya, yang ditulis oleh Greb Barton, digambarkan
“Ia sangat tertarik pada sisi sufistik dan mistik dari kebudayaan Islam tradisional dan juga telah membiasakan diri untuk secara teratur berziarah ke makam-makam untuk berdoa dan bermeditasi, biasanya pada tengah malam. Kadangkala pendekatan terhadap kedua ilmu ini saling tumpang tindih….
Dalam tradisi pesantren, para santri biasanya menghapal kitab Alfiyah, yang merupakan tata bahasa Arab. Untuk bisa menghafal kitab ini, Gus Dur pun melakukan ziarah.
“Ketika menyiapkan dirinya untuk menghapal teks ini, Gus Dur bersumpah untuk melakukan ziarah dengan berjalan kaki ke makam-makam di selatan Jombang dengan puncaknya di daerah yang tidak rata dan berpenduduk jarang di pantai selatan Jawa.
Ia berhasil dan berangkat melakukan ziarah pribadinya sambil menuju arah selatan lewat jalan-jalan yang tak banyak ditempuh orang karena ia kuatir dikenali dan kemudian diberi tumpangan.
Perjalanan kaki ini menempuh jarak lebih dari 100 km, dan memerlukan beberapa hari. Bagi Gus Dur, perjalanan ini benar-benar di luar batas kemampuan manusiawi tubuhnya yang kurang atletis, namun kekerasan hatinyalah yang membuatnya dapat menempuh jarak sejauh itu.
Namun demikian, ketika baru memulai perjalanan pulangnya, ia dikenali oleh beberapa orang yang menumpang mobil dan dengan gembira, ia menerima tawaran tumpangan untuk kembali ke Jombang”.
Sumber:
Judul asli: Gus Dur Tertarik Dunia Sufistik dan Mistik sejak Muda
NU Online (www.nu.or.id)
Post a Comment Blogger Disqus