Ibnu Mas'ud meriwayatkan, seseorang mendatangi Rasulullah lalu bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang mencintai kaum, tetapi tidak bersama mereka (di akhirat)?" Rasulullah menjawab, "Seseorang itu bersama orang yang dicintainya." (Muttafaq 'Alayhi)
Dalam riwayat lain, seperti yang dikisahkan Anas bin Malik, Rasulullah didatangi seorang Arab Badui yang menanyakan kapan datangnya hari kiamat. Rasulullah terkejut seraya bertanya, "Celaka, apa yang kamu persiapkan untuknya?"
Badui itu menjawab, dia tidak mempersiapkan apa-apa melainkan cinta kepada Allah dan RasulNya. Mendengar jawaban itu, Rasul menimpali, "Sesungguhnya dia akan bersama orang yang dicintainya." Mereka yang mendengar jawaban tersebut bertanya, "Apakah kami pun demikian?" Rasul menjawab, "Benar." Jawaban tersebut membuat mereka gembira bukan main.
Kedua hadits di atas menerangkan kaidah syariat dan kemasyarakatan. Ikatan hati dan kebersamaan di dunia akan bertahan hingga akhirat. Seseorang yang cintanya tulus kepada seseorang atau sekelompok orang didunia kelak ia akan bersama mereka. Islam sebagai pandangan hidup mempunyai perspektif dalam segala hal. Mulai dari perkara besar hingga urusan kecil. Termasuk juga urusan cinta. Cinta bukan perkara sepele, melainkan sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena, dengan cinta manusia bisa tetap eksis di dunia.
Oleh sebab itu, Islam juga mengatur apa dan bagaimana seharusnya cinta itu. Cinta pada Allah dan rasulNya merupakan fondasi agama. Perkara inilah yang mengantarkan seseorang rela melakukan amaliah ibadah yang dikehendaki syariat.
Ibnu Rajab berkata, kecintaan kepada Rasul adalah fondasi iman. Dia dikaitkan dengan kecintaan kepada Allah. Sesungguhnya, Allah telah menggandeng keduanya. Allah pun menegaskan, tidak boleh kecintaan kepada perkara apa pun berupa keluarga, harta benda, dan lain-lain mengalahkan cinta kepada Allah dan RasulNya.
Dalam hadits, Nabi SAW bersabda, "Tidak sempurna iman seseorang hingga aku lebih dicintai dari anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya." (HR. Bukhari).
Cinta itu menuntut pembuktian. Tidak aneh jika seorang kekasih atau pasangan suami istri rela melakukan apa saja untuk membahagiakan tambatan hatinya. Seharusnya, kecintaan kepada Allah dan RasulNya melebihi hal itu. Bukti kecintaan kepada Allah adalah dengan banyak mengingatnya dengan berdzikir. Cinta kepada Rasulullah ditunjukkan dengan sering bershalawat, menyebut namanya, dan mengikuti petunjuk yang dibawanya.
Sumber:
Kamu akan Bersama yang Kamu Cintai, Oleh M. Shobri Azhari, Kolom "Hikmah", Republika, 24 Januari 2014
Post a Comment Blogger Disqus