Mursyid Ke 25
Syekh Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
Syekh Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi qaddasa-l-Lahu sirrah
"Jika Tuhan menyebabkan seseorang mendekatiNya,
Ia menyatakan diri-Nya sebagai objek keinginannya, tanpa sepengetahuannya,
Seperti api Musa, yang dilihatnya melalui mata kebutuhannya,
Dan siapa Keilahian yang tidak dia kenali.
Jika kamu mengerti kata-kata saya
Engkau tahu bahwa Engkau membutuhkan bentuk nyata:
Jika Musa telah mencari sesuatu selain api
Dia akan melihat Dia dalam hal itu, dan bukan sebaliknya."
Ia menyatakan diri-Nya sebagai objek keinginannya, tanpa sepengetahuannya,
Seperti api Musa, yang dilihatnya melalui mata kebutuhannya,
Dan siapa Keilahian yang tidak dia kenali.
Jika kamu mengerti kata-kata saya
Engkau tahu bahwa Engkau membutuhkan bentuk nyata:
Jika Musa telah mencari sesuatu selain api
Dia akan melihat Dia dalam hal itu, dan bukan sebaliknya."
Ibn Arabi, Fusus al-Hikam
Ia adalah Mutiara dari Mahkotanya para Awliya yang Berilmu. Ia adalah Harta bagi mereka yang Muncul Sebelumnya dan yang Lahir Setelahnya. Di dalam dirinya tergabung seluruh nikmat dan kemurahan mereka. Ia adalah Bukit Sinainya dari Tajali Ilahi, Pohon Lotus Terjauh dari Ilmu yang Khas, dan Mata Air dari Ilmu Kenabian yang Tersembunyi. Ia adalah Sang Jenius di antara para Ulama, dan ia adalah Sultan bagi bumi, yang tersenyum ketika ia dilahirkan dan dimuliakan dengan kehadirannya. Ia adalah seorang Mursyid Kamil Mukammil. Ia adalah Sang Penyeru menuju Hadirat Allah, seorang Qutub dan Imam yang Unik. Ia adalah Sang Mujahid bagi Milenium Kedua, Sayyidina wa Mawlana (Junjungan dan Guru kami) asy-Syekh Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi, ibn asy-Syekh `Abdul Ahad, ibn Zainu-l-`Abidin, ibn `Abdulhayy, ibn Muhammad, ibn Habibullah, ibn Rafi`uddin, ibn Nur, ibn Sulayman, ibn Yusuf, ibn `Abdullah, ibn Ishaq, ibn `Abdullah, ibn Syu`ayb, ibn Aad, ibn Yusuf, ibn Syihabuddin, yang dikenal sebagai Farq Syah al-Qabidi, ibn Nairuddin, ibn Mahmud, ibn Sulayman, ibn Mas`ud, ibn `Abdullah al-Wa`i al-Asghari, ibn `Abdullah al-Wa`i al-Akbar, ibn Abdu-l-Fattah, ibn Ishaq, ibn Ibrahim, ibn Nair, ibn Sayyidina `Abdullah (r), ibn Amir al-Mu’minin, Khalifah Nabi (s), Sayyidina `Umar al-Faruq (r).
Ia dilahirkan pada hari `Asyura, 10 Muharram tahun 971 H., di desa Sihar Nidbasin. Dalam beberapa terjemahan desa itu disebut Sirhind di kota Lahore, India. Ia menerima ilmu dan pendidikannya melalui ayahnya dan melalui banyak syekh di zamannya. Ia mengalami kemajuan di dalam tiga tarekat: Suhrawardiyya, Qadiriyya, dan Chistiyya. Ia diberi izin untuk melatih para pengikutnya di dalam ketiga tarekat itu pada usia 17 tahun. Ia sibuk dalam menyebarkan ajaran tarekat ini dan dalam membimbing para pengikutnya, namun ia merasa bahwa masih ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya dan ia terus-menerus mencarinya. Ia merasa tertarik dengan Tarekat Naqsybandi, karena melalui rahasia dari ketiga tarekat yang dijalaninya ia dapat melihat bahwa Tarekat Naqsybandi adalah yang terbaik dan tertinggi. Kemajuan spiritualnya akahirnya membawanya ke hadirat Ghawts dan Qutub di zamannya, yaitu asy-Syekh Muhammad al-Baqi (q), yang telah diutus dari Samarqand ke India atas perintah Syekhnya, yaitu Syekh Muhammad al-Amkanaki (q). Ia lalu mengambil Tarekat Naqsybandi dari asy-Syekh Muhammad al-Baqi (q) dan tinggal bersamanya selama dua bulan dan beberapa hari, hingga Sayyidina Muhammad al-Baqi (q) membukakan bagi kalbunya rahasia dari tarekat ini dan memberinya otoritas untuk melatih murid-murid dalam tarekat ini. Beliau berkata mengenai Syekh Ahmad al-Faruqi (q), “Ia adalah Qutub tertinggi di zaman ini.”
Nabi (s) memprediksikan kemunculannya di dalam salah satu haditsnya, di mana beliau (s) bersabda, “Akan ada di antara umatku, seorang pria yang dipanggil Silah. Melalui syafaatnya banyak orang yang akan diselamatkan.” Hal ini disebutkan di dalam koleksi Suyuti, Jam`ul-Jawami`. Yang menegaskan mengenai kebenaran dari hadits ini adalah apa yang ditulis oleh Imam Rabbani mengenai dirinya sendiri, “Allah telah menjadikan aku sebagai Silah di antara dua Samudra.” Silah artinya “hubungan.” Jadi yang ia maksudkan adalah bahwa Allah menjadikannya sebagai penghubung antara dua samudra--dua ilmu, yaitu ilmu lahir dan batin. Syekh Mir Husamuddin berkata, “Aku melihat Nabi (s) di dalam sebuah mimpi di mana beliau (s) berdiri di atas minbar dan memuji Syekh Ahmad as-Sirhindi. Nabi (s) bersabda, ‘Aku bangga dan senang dengan kehadirannya di antara umatku. Allah menjadikannya sebagai seorang mujahid, yang membangkitkan agama.’”
Banyak awliya yang memprediksikan kemunculannya. Salah satu di antara mereka adalah Syekh Ahmad al-Jami (q). Beliau berkata, “Setelah aku akan muncul tujuh belas orang Ahlullah, semuanya bernama Ahmad dan yang terakhir di antara mereka akan menjadi kepala dari mileniumnya. Ia akan menjadi yang tertinggi di antara mereka semua dan ia akan menerima Maqamul Kasyf. Ia akan membangkitkan agama ini.”
Selain itu yang memprediksikan kedatangannya adalah Mawlana Khwaja al-Amkanaki (q). Beliau berkata kepada khalifahnya, “Seorang pria dari India akan muncul. Ia akan menjadi imam bagi abad ini. Ia akan dilatih olehmu, jadi bergegaslah untuk bertemu dengannya, karena para Ahlullah menanti kedatangannya.” Muhammad al-Baqi (q) berkata, “Itulah sebabnya aku pindah dari Bukhara ke India.” Ketika mereka bertemu beliau berkata kepadanya, “Kau adalah orang yang kemunculannya telah diprediksikan oleh Syekh Muhammad Khwaja al-Amkanaki (q). Ketika aku melihatmu, aku tahu bahwa engkau adalah Qutub di zamanmu. Ketika aku memasuki daerah Sirhindi di India, aku menemukan sebuah lampu yang sangat besar dan sangat terang hingga cahayanya sampai ke langit. Setiap orang mengambil dari cahaya lampu itu. Dan engkau adalah lampu itu.”
Dikatakan bahwa Syekh ayahnya, yaitu Syekh `Abdul Ahad, yang merupakan seorang syekh dari Tarekat Qadiri telah memberikan sebuah jubah dari syekhnya yang diwariskan dari Ghawts al-Azham, Sayyidina `Abdul Qadir al-Jilani (q). Sayyidina `Abdul Qadir mengatakan kepada penerusnya, “Simpanlah untuk seseorang yang akan muncul pada akhir dari milenium pertama. Namanya adalah Ahmad. Ia akan membangkitkan agama ini. Aku telah membusanainya dengan seluruh rahasiaku. Di dalam dirinya terpadu ilmu lahir dan batin.”
Pencarian Raja-Raja dan Raja-Raja Pencari
Sayyidina Ahmad al-Faruqi (q) berkata,
“Ketahuilah bahwa Penjaga Langit menarikku karena mereka ingin agar aku tertarik, dan mereka memfasilitasiku dengan jalan untuk melintasi ruang dan waktu (at-tayy) dalam berbagai maqam salik yang berbeda-beda. Aku mendapati bahwa Allah adalah Inti bagi semua hal, sebagaimana yang telah dikatakan oleh para Ahli Tasawuf. Kemudian aku mendapati Allah di dalam semua hal tanpa inkarnasi (hulul). Lalu aku mendapati Allah bersama semua hal. Kemudian aku melihat-Nya di depan semua hal dan kemudian aku melihat-Nya mengikuti semua hal. Akhirnya aku sampai pada maqam di mana aku melihat-Nya dan aku tidak melihat yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan istilah Musyahadah, yang juga merupakan Maqamul Fana’. Itu adalah tahap pertama dalam Kewalian, dan merupakan maqam tertinggi dalam Memulai Tarekat ini. Penglihatan ini pertama muncul di cakrawala, kemudian yang keduanya di dalam Diri. Kemudian aku diangkat ke Maqamul Baqa’ yang merupakan tahap kedua dalam Kewalian.
“Ini adalah sebuah maqam yang jarang dibicarakan oleh para Awliya, karena mereka tidak mencapainya. Mereka semua berbicara mengenai Maqamul Fana’, tetapi maqam berikutnya adalah Maqamul Baqa’. Pada maqam itu sekali lagi aku mendapati semua makhluk tetapi aku melihat bahwa inti dari semua makhluk ini adalah Allah, dan Dzat Allah adalah Inti dari diriku. Lalu aku mendapati Allah di dalam semua hal, tetapi pada hakikatnya di dalam diriku. Aku diangkat ke maqam yang lebih tinggi, untuk melihat bahwa Allah bersama segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia bersama dengan diriku. Lalu aku diangkat untuk melihat bahwa Dia mendahului segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia mendahului diriku. Lalu aku diangkat ke suatu maqam di mana Dia mengikuti segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia mengikuti diriku. Lalu aku melihat-Nya di dalam segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia berada di dalam diriku. Lalu aku melihat segala hal tetapi aku tidak melihat Allah. Dan ini adalah akhir dari semua maqam di mana mereka telah membawaku sejak awal. Singkatnya, mereka mengangkatku ke Maqamul Fana’, lalu ke Maqamul Baqa’ dan mereka membawaku kembali bersama orang-orang, pada Maqam orang-orang awam. Ini adalah maqam tertinggi dalam membimbing orang ke Hadratillah. Itu adalah Maqamul Irsyad yang sempurna, karena cocok dengan pemahaman manusia.”
Ia berkata, “Hari ini aku menemani orang yang telah mencapai Ujung dari Ujung, Qutub bagi seluruh makhuk, seorang Insan Kamil, Syekh Muhammad al-Baqi (q). Melalui dirinya aku menerima berkah yang luar biasa, dan dengan berkahnya aku dikaruniai Haqiqatul Jadzbah, kekuatan daya tarik yang membuatku dapat mencapai setiap manusia yang telah diciptakan Allah. Aku diberi kehormatan untuk mencapai suatu maqam yang menggabungkan Maqamul Awwal dengan Maqamul Akhir. Aku mencapai semua maqam Pencarian dan aku mencapai Maqamul Akhr, yang merupakan makna dari ‘Mencapai Nama ar-Rabb’, melalui dukungan Sang Singa Allah, Asadullah, `Ali ibn Abi Thalib karamallaahu wajhah, semoga Allah memuliakan wajahnya. Aku diangkat ke Maqamul Arasy, yang merupakan Hakikat dari Kebenaran Muhammad (s), dengan dukungan (madad) dari Syah Baha’uddin Naqsyband. Kemudian aku diangkat lebih tinggi lagi, ke Maqamul Jamaal, yang merupakan maqam Kebenaran dari Qutub-Qutub Muhammad (s) dengan dukungan dari Ruh Nabi yang suci.
“Aku mendapat dukungan dari Syekh `Ala’uddin al-`Aththaar, yang darinya aku menerima Maqam-Maqam Qutub Spiritual Terbesar (al-qutubiyyati-l-`uzhma) dari Hadirat Nabi Muhammad (s). Kemudian Perhatian Ilahiah Allah menarikku dan aku naik menuju ke suatu Maqam di atas Qutub-Qutub itu, suatu Maqam Asal yang Istimewa. Di sini dukungan dari al-Ghawts al-A`zham, `Abdul Qadir Jilani (q) mendorongku ke atas menuju Maqam Asal dari Asal. Kemudian aku diperintahkan untuk turun kembali, dan ketika aku kembali aku melewati ke-39 tarekat selain Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah. Aku melihat maqam-maqam dari syekh mereka dan mereka menyapa dan menyalamiku dan mereka memberikan semua harta perbendaharaan mereka dan semua ilmu pribadi mereka yang membuatku dapat menyingkap hakikat yang belum pernah tersingkap bagi orang lain di zamanku.
“Kemudian dalam perjalanan turunku, aku bertemu dengan Khidr (a), dan beliau menghiasi diriku dengan Ilmu Surgawi (`ilmu-l-ladunni) sebelum aku mencapai maqam para Qutub.”
“Abu Dawud mengatakan di dalam sebuah hadits autentik bahwa Nabi (s) bersabda, ‘Pada setiap awal abad Allah akan mengirimkan seseorang yang akan membangkitkan agama,’ tetapi ada perbedaan antara Mujahid bagi suatu abad dengan Mujahid bagi suatu milenium. Hal itu seperti perbedaan antara seratus dengan seribu.”
“Di dalam suatu penglihatan spiritual, Nabi (s) memberiku kabar gembira, ‘Kau akan menjadi pewaris spiritual dan Allah akan memberimu otoritas untuk memberi syafaat atas nama ratusan ribu orang pada Yawmil Hisab.’ Dengan tangan sucinya beliau (s) memberiku otoritas untuk membimbing orang dan beliau (s) berkata kepadaku, ‘Aku tidak pernah memberi otoritas itu sebelumnya.’”
“Ilmu yang muncul dariku berasal dari maqam Kewalian, tetapi aku menerimanya dari Cahaya Nabi Muhammad (s). Para Wali tidak dapat membawa ilmu semacam itu, karena itu di luar ilmu mereka. Itu adalah Ilmu dari Inti Agama ini dan Inti dari Ilmu tentang Dzat Allah wal Sifat. Tidak ada orang yang membicarakan hal semacam itu sebelumnya dan Allah telah mengaruniaiku untuk membangkitkan agama ini pada milenium kedua.”
“Allah menyingkapkan bagiku Rahasia-Rahasia dari Tauhid yang Unik dan Dia mencurahkan ke dalam kalbuku segala macam Ilmu Spiritual dan pemurniannya. Dia menyingkapkan bagiku Rahasia-Rahasia ayat-ayat suci al-Qur’an sehingga aku dapat menemukan samudra ilmu di bawah setiap huruf dari al-Qur’an yang semua menunjukkan Maha Tingginya Dzat Allah (swt). Jika aku mengungkapkan satu kata dari rahasia tersebut, mereka akan memenggal leherku, sebagaimana yang mereka lakukan kepada Hallaj dan Ibn `Arabi. Ini adalah makna dari hadits Nabi (s) di dalam Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah (r), “Nabi (s) mencurahkan dua macam ilmu ke dalam kalbuku, yang pertama aku ungkapkan kepada orang, tetapi yang kedua jika aku mengungkapkannya mereka akan menggorok leherku.”
“Allah (swt) telah menunjukkan kepadaku semua nama yang masuk ke dalam tarekat kita, sejak zaman Sayyidina Abu Bakr (r) hingga Yawmil Hisab, baik pria maupun wanita, dan mereka semua akan masuk ke dalam Surga, dengan syafaat dari para syuyukh dalam tarekat ini.”
“Al-Mahdi (a) akan menjadi salah satu pengikut tarekat ini.”
“Suatu hari aku sedang berzikir bersama para pengikutku, kemudian suatu inspirasi masuk ke dalam kalbuku bahwa aku telah melakukan suatu hal yang salah. Kemudian Allah membukakannya kepada mataku, ‘Aku telah mengampuni orang yang duduk bersamamu dan orang yang meminta syafaat melalui dirimu.’”
“Allah telah menciptakan aku dari residu Nabi-Nya (s).”
“Ka`bah selalu datang dan melakukan tawaf di sekelilingku.”
“Allah (swt) berkata kepadaku, ‘Siapapun orang yang kau salati jenazahnya, ia akan diampuni, dan jika orang mencampurkan tanah dari makammu dengan tanah dari makam mereka, mereka pun akan diampuni.”
“Allah berkata, ‘Aku telah memberimu karunia dan kesempurnaan yang istimewa yang tidak pernah diterima oleh seseorang sampai zamannya Mahdi (a).’”
“Allah memberiku kekuatan irsyad (memberi bimbingan) yang luar biasa. Bahkan jika aku mengarahkan bimbinganku kepada sebuah pohon yang mati, ia akan menghijau kembali.”
Seorang syekh besar menulis surat kepadanya, “Maqam-maqam yang telah kau raih dan kau bicarakan, apakah para Sahabat mendapatkannya, dan jika ya, apakah mereka menerimanya pada sekali waktu atau dalam waktu yang terpisah?” Ia menjawab, “Aku tidak dapat memberimu jawaban kecuali jika engkau datang kehadiratku.” Ketika syekh itu datang, dengan segera ia menyingkapkan hakikat spiritualnya dan membersihkan kegelapan dari kalbunya sampai syekh itu berlutut dan berkata, “Aku percaya, aku percaya! Sekarang aku melihat bahwa maqam-maqam ini semunya tersingkap kepada para Sahabat hanya dengan melihat Rasulullah (s).”
Suatu ketika di bulan Ramadan, ia diundang oleh sepuluh orang muridnya untuk berbuka puasa bersama mereka. Ia menerima undangan mereka satu per satu. Ketika waktu berbuka puasa tiba, ia hadir di setiap rumah, berbuka puasa, dan mereka melihatnya bersama mereka di rumah mereka masing-masing pada saat yang bersamaan.
Suatu saat ia melihat ke langit yang saat itu sedang hujan. Ia berkata, “Wahai hujan, berhentilah sampai jam anu dan anu.” Hujan itu lalu berhenti tepat sampai waktu yang ia sebutkan, setelah itu hujan kembali turun.
Suatu ketika Raja memerintahkan seorang pria untuk dieksekusi. Orang itu mendatangi Syekh Ahmad dan berkata, “Mohon tulislah surat untuk menghentikan eksekusiku.” Ia lalu menulis surat kepada Sultan, “Jangan eksekusi orang ini.” Sultan merasa takut terhadap Sayyidina Ahmad al-Faruqi dan mengampuni orang itu.
Suatu ketika seorang murid berniat untuk mengunjungi Syekh Ahmad al-Faruqi (q). Dalam perjalanan ia diundang untuk menjadi tamu seseorang yang tidak menyukai syekh. Namun demikian murid itu tidak mengetahui hal ini. Setelah makan malam, tuan rumah mulai mencaci Syekh. Menjelang tidur pada malam itu, dalam hatinya ia berkata, “Ya Allah, aku datang untuk mengunjungi Syekh, bukannya mendengar seseorang yang mengutuk Syekh. Ampunilah aku.” Ia lalu tidur dan ketika ia bangun ia mendapati bahwa orang itu sudah meninggal dunia. Ia lalu segera pergi menemui Syekh dan menceritakan semuanya. Sayyidina Ahmad al-Faruqi mengangkat tangannya dan berkata, “Berhenti! Tidak perlu menceritakan apa yang terjadi. Akulah yang menyebabkan kejadian itu.”
Ia berkata,
“Aku diberi otoritas untuk memberi tarekat dalam tiga tarekat yang berbeda: Naqsybandi, Suhrawardi dan Chistiyyah.”
Ia begitu terkenal hingga membuat iri para ulama ilmu lahiriah di zamannya. Mereka datang kepada Raja dan berkata, “Ia mengatakan hal-hal yang tidak dapat diterima dalam agama.” Mereka mendesak Raja untuk memasukannya ke dalam penjara. Akhirnya ia dimasukkan ke dalam penjara selama tiga tahun. Putranya, Syekh Sayyid berkata, “Ia berada dalam pengawasan yang sangat ketat di penjara. Para penjaga ditempatkan di sekeliling selnya. Namun demikian setiap hari Jumat ia akan terlihat di masjid jami. Tidak peduli pengawasan seketat apapun yang diberikan, ia tetap dapat meloloskan diri dari penjara dan muncul di masjid.” Dari sini mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menempatkannya di dalam penjara dan akhirnya mereka pun membebaskannya.
Ia menuliskan banyak buku, salah satu yang paling terkenal adalah Maktubat.
Di dalamnya ia berkata,
“Harus diketahui bahwa Allah telah menempatkan kita di bawah Perintah dan Larangan-Nya. Allah berfirman, ‘Apapun yang diberikan oleh Nabi kepadamu, ambillah, apapun yang telah dilarangnya, tinggalkanlah.’ [59:7] Jika kita ikhlas dalam hal ini, kita harus mencapai Fana’ dan cinta pada Dzat-Nya. Tanpa ini kita tidak bisa meraih derajat kepatuhan. Jadi, kita berada di bawah kewajiban lainnya, yaitu mencari Jalan Sufisme, karena Jalan ini akan membimbing kita menuju Maqamul Fana’ dan Cinta pada Dzat-Nya. Setiap tarekat berbeda satu sama lain dalam hal maqam-maqam kesempurnaannya, begitu pula dalam hal menjaga Sunnah Nabi (s) dan memiliki definisi sendiri mengenai apa yang diperlukan. Setiap tarekat mempunyai jalan masing-masing dalam menjaga Sunnah Nabi (s). Tarekat kita, melalui para syuyukh meminta kita untuk menjaga seluruh perintah Nabi (s) dan meninggalkan hal-hal yang dilarangnya. Syekh kita tidak mengikuti jalan yang mudah (rukshah) tetapi berusaha keras menjaga jalan yang sulit (azimah). Dalam semua langkah mereka, mereka selalu ingat ayat Qur’an, ‘Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan atau jual beli dari Mengingat Allah’ [24:37].
“Dalam perjalanan menuju penyingkapan Hakikat Ilahiah, seorang salik bergerak melalui tahapan-tahapan ilmu dan kedekatan yang beragam terhadap Tuhannya:
- “Bergerak menuju Allah adalah gerakan vertikal dari maqam-maqam yang lebih rendah menuju maqam-maqam yang lebih tinggi; sampai gerakannya melampaui ruang dan waktu dan seluruh maqam melebur menjadi apa yang disebut `Ilm ul-wajib Allah. Ini juga disebut Fana’.
- “Bergerak di dalam Allah adalah tahapan di mana seorang salik bergerak dari maqam Asma wal Sifat menuju sebuah maqam yang tidak dapat digambarkan oleh kata ataupun tanda. Ini adalah Maqam Baqa bi’l-Lah.
- “Bergerak dari Allah adalah tahapan di mana seorang salik kembali dari alam surgawi ke dunia sebab dan akibat, turun dari maqam ilmu tertinggi ke maqam terendah. Di sini ia melupakan Allah oleh Allah, dan ia mengenal Allah dengan Allah dan ia kembali dari Allah kepada Allah. Ini disebut Maqam Yang Terjauh dan Terdekat.
- “Bergerak di dalam sesuatu adalah bergerak di dalam makhluk. Ini melibatkan pengetahuan yang erat semua elemen dan maqam-maqam di dunia ini setelah lenyap dalam Maqamul Fana’. Di sini seorang salik dapat mencapai Maqamul Irsyad, Maqam Bimbingan, yang merupakan maqam para Nabi dan orang-orang yang mengikuti jejak Nabi (s). Ia membawa Ilmu Ilahi ke dunia makhluk untuk membangun Bimbingan.
“Seluruh proses bagaikan memasukkan benang ke dalam jarum. Benang mencari lubang jarum, melewatinya kemudian kembali lagi ke asalnya. Ada dua ujung yang bertemu, membentuk sebuah simpul dan mengamankan benang itu seluruhnya. Mereka membentuk satu keseluruhan, benang, lubang dan jarumnya, dan benda-benda lainnya yang mereka tangkap dijahit dalam satu kesatuan pada kain.”
“Harus diketahui oleh setiap orang bahwa para Syekh Naqsybandi memilih untuk membimbing murid-muridnya pertama melalui gerakan dari Allah, berjalan dari maqam tertinggi ke maqam terendah. Atas alasan ini mereka mempertahankan hijab-hijab awam murid-muridnya dari penglihatan spiritual dan hanya menghilangkan hijab-hijab itu pada tahap terakhir. Tarekat yang lain memulainya dengan pegerakan menuju Allah, bergerak dari maqam terendah menuju maqam tertinggi dan mereka menghilangkan hijab-hijab awam terlebih dahulu.”
“Disebutkan di dalam Hadits Nabi (s) bahwa ‘Para ulama adalah pewaris Nabi-Nabi.’ Ilmu para Nabi ada dua macam: ilmu mengenai hukum-hukum dan ilmu mengenai rahasia-rahasia. Seorang ulama tidak bisa disebut sebagai seorang pewaris bila ia tidak mewarisi kedua ilmu tersebut. Jika ia hanya mengambil satu macam ilmu, maka ia belum lengkap. Oleh sebab itu para pewaris sejati adalah orang-orang yang mengambil ilmu mengenai hukum-hukum dan ilmu mengenai rahasia-rahasia, dan hanya para Awliya yang sungguh menerima dan menjaga warisan ini.”
Ia meninggalkan banyak buku lainnya. Ia wafat pada tanggal 17 Shafar 1034 H. dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di desa Sirhind. Ia adalah seorang syekh dalam empat tarekat: Naqsybandi, Qadiri, Chisti dan Suhrawardi. Ia lebih menyukai Naqsybandi karena ia berkata, “Ia adalah induk bagi semua tarekat.”
Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada Syekh Muhammad Ma`shum (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/ahmad-al-faruqi-as-sirhindi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Ia dilahirkan pada hari `Asyura, 10 Muharram tahun 971 H., di desa Sihar Nidbasin. Dalam beberapa terjemahan desa itu disebut Sirhind di kota Lahore, India. Ia menerima ilmu dan pendidikannya melalui ayahnya dan melalui banyak syekh di zamannya. Ia mengalami kemajuan di dalam tiga tarekat: Suhrawardiyya, Qadiriyya, dan Chistiyya. Ia diberi izin untuk melatih para pengikutnya di dalam ketiga tarekat itu pada usia 17 tahun. Ia sibuk dalam menyebarkan ajaran tarekat ini dan dalam membimbing para pengikutnya, namun ia merasa bahwa masih ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya dan ia terus-menerus mencarinya. Ia merasa tertarik dengan Tarekat Naqsybandi, karena melalui rahasia dari ketiga tarekat yang dijalaninya ia dapat melihat bahwa Tarekat Naqsybandi adalah yang terbaik dan tertinggi. Kemajuan spiritualnya akahirnya membawanya ke hadirat Ghawts dan Qutub di zamannya, yaitu asy-Syekh Muhammad al-Baqi (q), yang telah diutus dari Samarqand ke India atas perintah Syekhnya, yaitu Syekh Muhammad al-Amkanaki (q). Ia lalu mengambil Tarekat Naqsybandi dari asy-Syekh Muhammad al-Baqi (q) dan tinggal bersamanya selama dua bulan dan beberapa hari, hingga Sayyidina Muhammad al-Baqi (q) membukakan bagi kalbunya rahasia dari tarekat ini dan memberinya otoritas untuk melatih murid-murid dalam tarekat ini. Beliau berkata mengenai Syekh Ahmad al-Faruqi (q), “Ia adalah Qutub tertinggi di zaman ini.”
Nabi (s) memprediksikan kemunculannya di dalam salah satu haditsnya, di mana beliau (s) bersabda, “Akan ada di antara umatku, seorang pria yang dipanggil Silah. Melalui syafaatnya banyak orang yang akan diselamatkan.” Hal ini disebutkan di dalam koleksi Suyuti, Jam`ul-Jawami`. Yang menegaskan mengenai kebenaran dari hadits ini adalah apa yang ditulis oleh Imam Rabbani mengenai dirinya sendiri, “Allah telah menjadikan aku sebagai Silah di antara dua Samudra.” Silah artinya “hubungan.” Jadi yang ia maksudkan adalah bahwa Allah menjadikannya sebagai penghubung antara dua samudra--dua ilmu, yaitu ilmu lahir dan batin. Syekh Mir Husamuddin berkata, “Aku melihat Nabi (s) di dalam sebuah mimpi di mana beliau (s) berdiri di atas minbar dan memuji Syekh Ahmad as-Sirhindi. Nabi (s) bersabda, ‘Aku bangga dan senang dengan kehadirannya di antara umatku. Allah menjadikannya sebagai seorang mujahid, yang membangkitkan agama.’”
Banyak awliya yang memprediksikan kemunculannya. Salah satu di antara mereka adalah Syekh Ahmad al-Jami (q). Beliau berkata, “Setelah aku akan muncul tujuh belas orang Ahlullah, semuanya bernama Ahmad dan yang terakhir di antara mereka akan menjadi kepala dari mileniumnya. Ia akan menjadi yang tertinggi di antara mereka semua dan ia akan menerima Maqamul Kasyf. Ia akan membangkitkan agama ini.”
Selain itu yang memprediksikan kedatangannya adalah Mawlana Khwaja al-Amkanaki (q). Beliau berkata kepada khalifahnya, “Seorang pria dari India akan muncul. Ia akan menjadi imam bagi abad ini. Ia akan dilatih olehmu, jadi bergegaslah untuk bertemu dengannya, karena para Ahlullah menanti kedatangannya.” Muhammad al-Baqi (q) berkata, “Itulah sebabnya aku pindah dari Bukhara ke India.” Ketika mereka bertemu beliau berkata kepadanya, “Kau adalah orang yang kemunculannya telah diprediksikan oleh Syekh Muhammad Khwaja al-Amkanaki (q). Ketika aku melihatmu, aku tahu bahwa engkau adalah Qutub di zamanmu. Ketika aku memasuki daerah Sirhindi di India, aku menemukan sebuah lampu yang sangat besar dan sangat terang hingga cahayanya sampai ke langit. Setiap orang mengambil dari cahaya lampu itu. Dan engkau adalah lampu itu.”
Dikatakan bahwa Syekh ayahnya, yaitu Syekh `Abdul Ahad, yang merupakan seorang syekh dari Tarekat Qadiri telah memberikan sebuah jubah dari syekhnya yang diwariskan dari Ghawts al-Azham, Sayyidina `Abdul Qadir al-Jilani (q). Sayyidina `Abdul Qadir mengatakan kepada penerusnya, “Simpanlah untuk seseorang yang akan muncul pada akhir dari milenium pertama. Namanya adalah Ahmad. Ia akan membangkitkan agama ini. Aku telah membusanainya dengan seluruh rahasiaku. Di dalam dirinya terpadu ilmu lahir dan batin.”
Pencarian Raja-Raja dan Raja-Raja Pencari
Sayyidina Ahmad al-Faruqi (q) berkata,
“Ketahuilah bahwa Penjaga Langit menarikku karena mereka ingin agar aku tertarik, dan mereka memfasilitasiku dengan jalan untuk melintasi ruang dan waktu (at-tayy) dalam berbagai maqam salik yang berbeda-beda. Aku mendapati bahwa Allah adalah Inti bagi semua hal, sebagaimana yang telah dikatakan oleh para Ahli Tasawuf. Kemudian aku mendapati Allah di dalam semua hal tanpa inkarnasi (hulul). Lalu aku mendapati Allah bersama semua hal. Kemudian aku melihat-Nya di depan semua hal dan kemudian aku melihat-Nya mengikuti semua hal. Akhirnya aku sampai pada maqam di mana aku melihat-Nya dan aku tidak melihat yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan istilah Musyahadah, yang juga merupakan Maqamul Fana’. Itu adalah tahap pertama dalam Kewalian, dan merupakan maqam tertinggi dalam Memulai Tarekat ini. Penglihatan ini pertama muncul di cakrawala, kemudian yang keduanya di dalam Diri. Kemudian aku diangkat ke Maqamul Baqa’ yang merupakan tahap kedua dalam Kewalian.
“Ini adalah sebuah maqam yang jarang dibicarakan oleh para Awliya, karena mereka tidak mencapainya. Mereka semua berbicara mengenai Maqamul Fana’, tetapi maqam berikutnya adalah Maqamul Baqa’. Pada maqam itu sekali lagi aku mendapati semua makhluk tetapi aku melihat bahwa inti dari semua makhluk ini adalah Allah, dan Dzat Allah adalah Inti dari diriku. Lalu aku mendapati Allah di dalam semua hal, tetapi pada hakikatnya di dalam diriku. Aku diangkat ke maqam yang lebih tinggi, untuk melihat bahwa Allah bersama segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia bersama dengan diriku. Lalu aku diangkat untuk melihat bahwa Dia mendahului segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia mendahului diriku. Lalu aku diangkat ke suatu maqam di mana Dia mengikuti segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia mengikuti diriku. Lalu aku melihat-Nya di dalam segala hal, tetapi pada hakikatnya Dia berada di dalam diriku. Lalu aku melihat segala hal tetapi aku tidak melihat Allah. Dan ini adalah akhir dari semua maqam di mana mereka telah membawaku sejak awal. Singkatnya, mereka mengangkatku ke Maqamul Fana’, lalu ke Maqamul Baqa’ dan mereka membawaku kembali bersama orang-orang, pada Maqam orang-orang awam. Ini adalah maqam tertinggi dalam membimbing orang ke Hadratillah. Itu adalah Maqamul Irsyad yang sempurna, karena cocok dengan pemahaman manusia.”
Ia berkata, “Hari ini aku menemani orang yang telah mencapai Ujung dari Ujung, Qutub bagi seluruh makhuk, seorang Insan Kamil, Syekh Muhammad al-Baqi (q). Melalui dirinya aku menerima berkah yang luar biasa, dan dengan berkahnya aku dikaruniai Haqiqatul Jadzbah, kekuatan daya tarik yang membuatku dapat mencapai setiap manusia yang telah diciptakan Allah. Aku diberi kehormatan untuk mencapai suatu maqam yang menggabungkan Maqamul Awwal dengan Maqamul Akhir. Aku mencapai semua maqam Pencarian dan aku mencapai Maqamul Akhr, yang merupakan makna dari ‘Mencapai Nama ar-Rabb’, melalui dukungan Sang Singa Allah, Asadullah, `Ali ibn Abi Thalib karamallaahu wajhah, semoga Allah memuliakan wajahnya. Aku diangkat ke Maqamul Arasy, yang merupakan Hakikat dari Kebenaran Muhammad (s), dengan dukungan (madad) dari Syah Baha’uddin Naqsyband. Kemudian aku diangkat lebih tinggi lagi, ke Maqamul Jamaal, yang merupakan maqam Kebenaran dari Qutub-Qutub Muhammad (s) dengan dukungan dari Ruh Nabi yang suci.
“Aku mendapat dukungan dari Syekh `Ala’uddin al-`Aththaar, yang darinya aku menerima Maqam-Maqam Qutub Spiritual Terbesar (al-qutubiyyati-l-`uzhma) dari Hadirat Nabi Muhammad (s). Kemudian Perhatian Ilahiah Allah menarikku dan aku naik menuju ke suatu Maqam di atas Qutub-Qutub itu, suatu Maqam Asal yang Istimewa. Di sini dukungan dari al-Ghawts al-A`zham, `Abdul Qadir Jilani (q) mendorongku ke atas menuju Maqam Asal dari Asal. Kemudian aku diperintahkan untuk turun kembali, dan ketika aku kembali aku melewati ke-39 tarekat selain Naqsybandiyyah dan Qadiriyyah. Aku melihat maqam-maqam dari syekh mereka dan mereka menyapa dan menyalamiku dan mereka memberikan semua harta perbendaharaan mereka dan semua ilmu pribadi mereka yang membuatku dapat menyingkap hakikat yang belum pernah tersingkap bagi orang lain di zamanku.
“Kemudian dalam perjalanan turunku, aku bertemu dengan Khidr (a), dan beliau menghiasi diriku dengan Ilmu Surgawi (`ilmu-l-ladunni) sebelum aku mencapai maqam para Qutub.”
“Abu Dawud mengatakan di dalam sebuah hadits autentik bahwa Nabi (s) bersabda, ‘Pada setiap awal abad Allah akan mengirimkan seseorang yang akan membangkitkan agama,’ tetapi ada perbedaan antara Mujahid bagi suatu abad dengan Mujahid bagi suatu milenium. Hal itu seperti perbedaan antara seratus dengan seribu.”
“Di dalam suatu penglihatan spiritual, Nabi (s) memberiku kabar gembira, ‘Kau akan menjadi pewaris spiritual dan Allah akan memberimu otoritas untuk memberi syafaat atas nama ratusan ribu orang pada Yawmil Hisab.’ Dengan tangan sucinya beliau (s) memberiku otoritas untuk membimbing orang dan beliau (s) berkata kepadaku, ‘Aku tidak pernah memberi otoritas itu sebelumnya.’”
“Ilmu yang muncul dariku berasal dari maqam Kewalian, tetapi aku menerimanya dari Cahaya Nabi Muhammad (s). Para Wali tidak dapat membawa ilmu semacam itu, karena itu di luar ilmu mereka. Itu adalah Ilmu dari Inti Agama ini dan Inti dari Ilmu tentang Dzat Allah wal Sifat. Tidak ada orang yang membicarakan hal semacam itu sebelumnya dan Allah telah mengaruniaiku untuk membangkitkan agama ini pada milenium kedua.”
“Allah menyingkapkan bagiku Rahasia-Rahasia dari Tauhid yang Unik dan Dia mencurahkan ke dalam kalbuku segala macam Ilmu Spiritual dan pemurniannya. Dia menyingkapkan bagiku Rahasia-Rahasia ayat-ayat suci al-Qur’an sehingga aku dapat menemukan samudra ilmu di bawah setiap huruf dari al-Qur’an yang semua menunjukkan Maha Tingginya Dzat Allah (swt). Jika aku mengungkapkan satu kata dari rahasia tersebut, mereka akan memenggal leherku, sebagaimana yang mereka lakukan kepada Hallaj dan Ibn `Arabi. Ini adalah makna dari hadits Nabi (s) di dalam Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah (r), “Nabi (s) mencurahkan dua macam ilmu ke dalam kalbuku, yang pertama aku ungkapkan kepada orang, tetapi yang kedua jika aku mengungkapkannya mereka akan menggorok leherku.”
“Allah (swt) telah menunjukkan kepadaku semua nama yang masuk ke dalam tarekat kita, sejak zaman Sayyidina Abu Bakr (r) hingga Yawmil Hisab, baik pria maupun wanita, dan mereka semua akan masuk ke dalam Surga, dengan syafaat dari para syuyukh dalam tarekat ini.”
“Al-Mahdi (a) akan menjadi salah satu pengikut tarekat ini.”
“Suatu hari aku sedang berzikir bersama para pengikutku, kemudian suatu inspirasi masuk ke dalam kalbuku bahwa aku telah melakukan suatu hal yang salah. Kemudian Allah membukakannya kepada mataku, ‘Aku telah mengampuni orang yang duduk bersamamu dan orang yang meminta syafaat melalui dirimu.’”
“Allah telah menciptakan aku dari residu Nabi-Nya (s).”
“Ka`bah selalu datang dan melakukan tawaf di sekelilingku.”
“Allah (swt) berkata kepadaku, ‘Siapapun orang yang kau salati jenazahnya, ia akan diampuni, dan jika orang mencampurkan tanah dari makammu dengan tanah dari makam mereka, mereka pun akan diampuni.”
“Allah berkata, ‘Aku telah memberimu karunia dan kesempurnaan yang istimewa yang tidak pernah diterima oleh seseorang sampai zamannya Mahdi (a).’”
“Allah memberiku kekuatan irsyad (memberi bimbingan) yang luar biasa. Bahkan jika aku mengarahkan bimbinganku kepada sebuah pohon yang mati, ia akan menghijau kembali.”
Seorang syekh besar menulis surat kepadanya, “Maqam-maqam yang telah kau raih dan kau bicarakan, apakah para Sahabat mendapatkannya, dan jika ya, apakah mereka menerimanya pada sekali waktu atau dalam waktu yang terpisah?” Ia menjawab, “Aku tidak dapat memberimu jawaban kecuali jika engkau datang kehadiratku.” Ketika syekh itu datang, dengan segera ia menyingkapkan hakikat spiritualnya dan membersihkan kegelapan dari kalbunya sampai syekh itu berlutut dan berkata, “Aku percaya, aku percaya! Sekarang aku melihat bahwa maqam-maqam ini semunya tersingkap kepada para Sahabat hanya dengan melihat Rasulullah (s).”
Suatu ketika di bulan Ramadan, ia diundang oleh sepuluh orang muridnya untuk berbuka puasa bersama mereka. Ia menerima undangan mereka satu per satu. Ketika waktu berbuka puasa tiba, ia hadir di setiap rumah, berbuka puasa, dan mereka melihatnya bersama mereka di rumah mereka masing-masing pada saat yang bersamaan.
Suatu saat ia melihat ke langit yang saat itu sedang hujan. Ia berkata, “Wahai hujan, berhentilah sampai jam anu dan anu.” Hujan itu lalu berhenti tepat sampai waktu yang ia sebutkan, setelah itu hujan kembali turun.
Suatu ketika Raja memerintahkan seorang pria untuk dieksekusi. Orang itu mendatangi Syekh Ahmad dan berkata, “Mohon tulislah surat untuk menghentikan eksekusiku.” Ia lalu menulis surat kepada Sultan, “Jangan eksekusi orang ini.” Sultan merasa takut terhadap Sayyidina Ahmad al-Faruqi dan mengampuni orang itu.
Suatu ketika seorang murid berniat untuk mengunjungi Syekh Ahmad al-Faruqi (q). Dalam perjalanan ia diundang untuk menjadi tamu seseorang yang tidak menyukai syekh. Namun demikian murid itu tidak mengetahui hal ini. Setelah makan malam, tuan rumah mulai mencaci Syekh. Menjelang tidur pada malam itu, dalam hatinya ia berkata, “Ya Allah, aku datang untuk mengunjungi Syekh, bukannya mendengar seseorang yang mengutuk Syekh. Ampunilah aku.” Ia lalu tidur dan ketika ia bangun ia mendapati bahwa orang itu sudah meninggal dunia. Ia lalu segera pergi menemui Syekh dan menceritakan semuanya. Sayyidina Ahmad al-Faruqi mengangkat tangannya dan berkata, “Berhenti! Tidak perlu menceritakan apa yang terjadi. Akulah yang menyebabkan kejadian itu.”
Ia berkata,
“Aku diberi otoritas untuk memberi tarekat dalam tiga tarekat yang berbeda: Naqsybandi, Suhrawardi dan Chistiyyah.”
Ia begitu terkenal hingga membuat iri para ulama ilmu lahiriah di zamannya. Mereka datang kepada Raja dan berkata, “Ia mengatakan hal-hal yang tidak dapat diterima dalam agama.” Mereka mendesak Raja untuk memasukannya ke dalam penjara. Akhirnya ia dimasukkan ke dalam penjara selama tiga tahun. Putranya, Syekh Sayyid berkata, “Ia berada dalam pengawasan yang sangat ketat di penjara. Para penjaga ditempatkan di sekeliling selnya. Namun demikian setiap hari Jumat ia akan terlihat di masjid jami. Tidak peduli pengawasan seketat apapun yang diberikan, ia tetap dapat meloloskan diri dari penjara dan muncul di masjid.” Dari sini mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menempatkannya di dalam penjara dan akhirnya mereka pun membebaskannya.
Ia menuliskan banyak buku, salah satu yang paling terkenal adalah Maktubat.
Di dalamnya ia berkata,
“Harus diketahui bahwa Allah telah menempatkan kita di bawah Perintah dan Larangan-Nya. Allah berfirman, ‘Apapun yang diberikan oleh Nabi kepadamu, ambillah, apapun yang telah dilarangnya, tinggalkanlah.’ [59:7] Jika kita ikhlas dalam hal ini, kita harus mencapai Fana’ dan cinta pada Dzat-Nya. Tanpa ini kita tidak bisa meraih derajat kepatuhan. Jadi, kita berada di bawah kewajiban lainnya, yaitu mencari Jalan Sufisme, karena Jalan ini akan membimbing kita menuju Maqamul Fana’ dan Cinta pada Dzat-Nya. Setiap tarekat berbeda satu sama lain dalam hal maqam-maqam kesempurnaannya, begitu pula dalam hal menjaga Sunnah Nabi (s) dan memiliki definisi sendiri mengenai apa yang diperlukan. Setiap tarekat mempunyai jalan masing-masing dalam menjaga Sunnah Nabi (s). Tarekat kita, melalui para syuyukh meminta kita untuk menjaga seluruh perintah Nabi (s) dan meninggalkan hal-hal yang dilarangnya. Syekh kita tidak mengikuti jalan yang mudah (rukshah) tetapi berusaha keras menjaga jalan yang sulit (azimah). Dalam semua langkah mereka, mereka selalu ingat ayat Qur’an, ‘Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan atau jual beli dari Mengingat Allah’ [24:37].
“Dalam perjalanan menuju penyingkapan Hakikat Ilahiah, seorang salik bergerak melalui tahapan-tahapan ilmu dan kedekatan yang beragam terhadap Tuhannya:
- “Bergerak menuju Allah adalah gerakan vertikal dari maqam-maqam yang lebih rendah menuju maqam-maqam yang lebih tinggi; sampai gerakannya melampaui ruang dan waktu dan seluruh maqam melebur menjadi apa yang disebut `Ilm ul-wajib Allah. Ini juga disebut Fana’.
- “Bergerak di dalam Allah adalah tahapan di mana seorang salik bergerak dari maqam Asma wal Sifat menuju sebuah maqam yang tidak dapat digambarkan oleh kata ataupun tanda. Ini adalah Maqam Baqa bi’l-Lah.
- “Bergerak dari Allah adalah tahapan di mana seorang salik kembali dari alam surgawi ke dunia sebab dan akibat, turun dari maqam ilmu tertinggi ke maqam terendah. Di sini ia melupakan Allah oleh Allah, dan ia mengenal Allah dengan Allah dan ia kembali dari Allah kepada Allah. Ini disebut Maqam Yang Terjauh dan Terdekat.
- “Bergerak di dalam sesuatu adalah bergerak di dalam makhluk. Ini melibatkan pengetahuan yang erat semua elemen dan maqam-maqam di dunia ini setelah lenyap dalam Maqamul Fana’. Di sini seorang salik dapat mencapai Maqamul Irsyad, Maqam Bimbingan, yang merupakan maqam para Nabi dan orang-orang yang mengikuti jejak Nabi (s). Ia membawa Ilmu Ilahi ke dunia makhluk untuk membangun Bimbingan.
“Seluruh proses bagaikan memasukkan benang ke dalam jarum. Benang mencari lubang jarum, melewatinya kemudian kembali lagi ke asalnya. Ada dua ujung yang bertemu, membentuk sebuah simpul dan mengamankan benang itu seluruhnya. Mereka membentuk satu keseluruhan, benang, lubang dan jarumnya, dan benda-benda lainnya yang mereka tangkap dijahit dalam satu kesatuan pada kain.”
“Harus diketahui oleh setiap orang bahwa para Syekh Naqsybandi memilih untuk membimbing murid-muridnya pertama melalui gerakan dari Allah, berjalan dari maqam tertinggi ke maqam terendah. Atas alasan ini mereka mempertahankan hijab-hijab awam murid-muridnya dari penglihatan spiritual dan hanya menghilangkan hijab-hijab itu pada tahap terakhir. Tarekat yang lain memulainya dengan pegerakan menuju Allah, bergerak dari maqam terendah menuju maqam tertinggi dan mereka menghilangkan hijab-hijab awam terlebih dahulu.”
“Disebutkan di dalam Hadits Nabi (s) bahwa ‘Para ulama adalah pewaris Nabi-Nabi.’ Ilmu para Nabi ada dua macam: ilmu mengenai hukum-hukum dan ilmu mengenai rahasia-rahasia. Seorang ulama tidak bisa disebut sebagai seorang pewaris bila ia tidak mewarisi kedua ilmu tersebut. Jika ia hanya mengambil satu macam ilmu, maka ia belum lengkap. Oleh sebab itu para pewaris sejati adalah orang-orang yang mengambil ilmu mengenai hukum-hukum dan ilmu mengenai rahasia-rahasia, dan hanya para Awliya yang sungguh menerima dan menjaga warisan ini.”
Ia meninggalkan banyak buku lainnya. Ia wafat pada tanggal 17 Shafar 1034 H. dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di desa Sirhind. Ia adalah seorang syekh dalam empat tarekat: Naqsybandi, Qadiri, Chisti dan Suhrawardi. Ia lebih menyukai Naqsybandi karena ia berkata, “Ia adalah induk bagi semua tarekat.”
Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada Syekh Muhammad Ma`shum (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/ahmad-al-faruqi-as-sirhindi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Masya Allah...
ReplyDeleteBg min boleh gak kisah2 ini saya bacakan dalam bentuk video, karna kisah bermakna seperti ini sangat disayangkan bila tidak dibagikan luas. Sebagian orang lebih suka mendengar dari membaca. Semoga yg bg min tulis menjadi amal yg tinggi derajatnya.
Saya tunggu izin dari bg min ya
Dipersilahkan untuk berbagi dlm format apa pun, tetapi mohon untuk menyertakan blog Mistikus sebagai sumber referensi
Delete