Mistikus Cinta

0

Ada seorang lelaki shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim. Beliau sedang berjalan di pinggir kota kuffah. Tiba-tiba ia melihat sebuah apel jatuh di luar pagar sebuah kebun buah-buahan. Karena rasa lapar dan haus yang menggoda, tanpa pikir panjang ia memakan apel tersebut. Namun, baru setengah apel itu dimakan, ia teringat bahwa apel tersebut bukan miliknya, dan ia belum meminta izin dari pemiliknya. Maka ia segera masuk ke kebun tadi dan menemui seorang lelaki tua di dalamnya.

Tsabit meminta kepadanya agar buah yang telah dimakan separuh itu dihalalkan untuknya. Tetapi lelaki tua itu berkata, "Aku bukan pemilik kebun ini, aku hanyalah penjaganya. Jika engkau mau menemui pemilik kebun ini membutuhkan perjalanan sehari semalam.

"Tsabit bin Ibrahim tetap bertekat menemui pemilik kebun itu. Ia berkata, "Tidak mengapa, aku akan menemuinya meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan buah miliknya dengan tidak halal. Bukankah Rasulullah telah mengingatkan kita dengan sabdanya:

"Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih layak untuknya."

Tsabit pergi ke rumah pemilik kebun itu dengan menempuh masa sehari semalam perjalanan.
Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu dan memberi salam. Pemilik itu pun keluar.
Tsabit dengan sopan berkata kepadanya,

"Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur memakai setengah dari buah apel milik tuan yang jatuh keluar pagar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah saya makan."

Lelaki itu mengamati Tsabit dengan cermat. Setelah beberapa lama berdiam diri, lalu tiba-tiba ia berkata, "Tidak, saya tidak menghalalkan buah itu kecuali dengan satu syarat."

Tsabit berkata dengan rasa takut, "Apa syarat itu wahai tuan?"

Lelaki itu menjawab, "Syaratnya adalah engkau harus menikahi putriku!!"

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami maksud lelaki tersebut.

"Apakah hanya karena makan buah apelmu yang jatuh di luar pagar, aku harus menikahi putrimu??"

Tetapi pemilik kebun itu tidak memperdulikan pertanyaan Tsabit, malah ia menambahkan,

"Sebelum menikah kamu harus mengetahui kekurangan-kekurangan putriku, Ia seorang bisu, tuli,  buta,  juga lumpuh. Selain syarat itu, aku tidak bisa menghalalkan apa yang engkau makan."

Tsabit sangat terkejut dengan keterangan pemilik kebun itu. Ia masih tidak faham kenapa hanya gara-gara memakan setengah buah apel yang jatuh di luar pagar harus dibayar dengan pernikahan.

Namun dengan mantap Tsabit menjawab, "Aku menerima syarat itu, karena aku telah bertekad untuk bertransaksi dengan ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala. Insya Allah, aku akan menunaikan hak-haknya dan kewajibanku kepadanya, semoga ALLAH meridhaiku."

Maka pernikahan pun dilaksanakan.

Setelah usai pernikahan, ketika akan memasuki kamar istrinya,  Tsabit  berniat tetap memberi salam,  walaupun istrinya tuli dan bisu. Ia pun mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum.."

Dan tidak disangka istrinya yang dikatakan bisu itu dapat menjawab salamnya dengan baik. Bahkan ketika ia mendekatinya, istrinya telah menyambutnya, mendekatinya, dan mengulurkan tangannya untuk menyalaminya.

Dengan penuh keheranan Tsabit berkata dalam hati, 'Ayahnya berkata bahwa ia buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Tetapi ternyata ia bisa menjawab salamku, Ia bisa menyambut kedatanganku, dan bisa memberikan tangannya untuk menyalamiku."

Setelah Tsabit duduk, ia bertanya kepada istrinya, "Ayahmu mengatakan bahwa engkau buta, mengapa?"

Istrinya menjawab, "Iya benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan ALLAH."

Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu mengatakan bahwa engkau tuli, mengapa?

Istrinya menjawab, "Iya benar, karena aku tidak pernah mendengar berita atau cerita yang tidak diridhai ALLAH Ta'ala. Dan ayahku juga mengatakan bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan??"

Maka gantian Tsabit yang mengiyakan.

Wanita itu lalu berkata, "Iya benar, aku dikatakan bisu, dalam banyak hal hanya menggunakan lidahku untuk menyebut Asma ALLAH Ta'ala saja. Dan aku dikatakan lumpuh, karena aku tidak pernah melangkahkan kakiku ke tempat-tempat yang menimbulkan murka ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala."

Tsabit sangat bangga mendapatkan istri yang teramat SHALIHAH.

Tsabit dan istrinya yang shalihah hidup dengan rukun dan bahagia. Tidak lama setelah itu, mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Dia itulah "Imam Abu Hanifah An Nukman bin Tsabit."

Wanita seperti itu memang layak menjadi ibu bagi Imam Abu Hanifah, yang dengan ijtihadnya dapat menyusun 83.000 masalah fiqih. Dan selama 40 tahun beliau Shalat Subuh dengan Wudhu Shalat Isya. Bahkan beliau sering Sholat ba'diyah Isya dengan membaca 30 JUZ AL-QUR'AN hanya dengan dua rakaat.


Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Kisah Kedua Orang Tua Imam Abu Hanifah | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top