Suatu ketika setelah banjir surut, Nabi Nuh beserta penghuni bahtera diselamatkan dari banjir besar, Allah berfirman kepada Nabi Nuh, “Wahai hamba-Ku, sekarang Aku perintahkan engkau untuk membuat 40 buah kendi tembikar yang elok untuk Ku.“
Nabi Nuh segera pergi untuk memenuhi perintah itu dengan mengumpulkan tanah liat yang paling bagus yang bisa didapat dan menghabiskan siang malam untuk berkerja dengan penuh perhatian, mencurahkan segala daya, upaya dan cinta untuk membuat 40 kendi tembikar yang cantik untuk Allah.
Setelah Nabi Nuh selesai membuat 40 kendi tembikar itu dengan penuh kecintaan, lalu Allah berfirman kepada Nabi Nuh, “Wahai hamba-aku, sekarang engkau telah membuat 40 buah kendi, keluarlah dan ambil satu persatu kendi itu lalu pecahkan kendi itu ke atas batu.“
Meskipun dengan berat hati namun tiada pilihan kecuali mentaati perintah Allah. Nabi Nuh segera mengambil kendi-kendi itu yang mana beliau telah menghabiskan banyak daya, upaya dan cinta dalam membuatnya. Satu demi satu kendi itu pun dipecahkan ke atas batu.
Lalu Allah berfirman kepada Nabi Nuh, “Wahai Nuh, engkau telah membuat 40 buah kendi tembikar dan ada benci bagi engkau untuk memecahkannya. Seperti itulah Aku, adakah engkau mengira suatu kesenangan bagi Ku membunuh semua hambaKu, walaupun mereka bukan orang yang beriman?”
Nabi Nuh pun sejenak tersadar, dan mulai menangis dan meratapi atas semua kejadian dan mengambil hikmah yang telah terjadi. Hingga tangisannya itu dikenal dengan “Nuh” yang bermakna “meratap” dalam bahasa Arab.
Dari kisah ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebengal-bengalnya ciptaan Allah, Allah sebenarnya tidak suka menurunkan adzab kepada hambaNya. Maka apakah kita sebagai manusia ciptaan Tuhan, suka dengan penderitaan orang lain?
Disadur dari kisah yang dituturkan oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil Al Haqqani qs.
Post a Comment Blogger Disqus