Menurut kalangan penempuh jalan tasawuf, riadat dalam arti tersebut pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika ber-khalwat di Gua Hira dengan melatih diri, mengasah jiwa, berzikir, merenung, memperhatikan kejadian alam dan susunannya, serta memperhatikan segala keadaan masyarakat yang penuh kejahilan dan kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan. Keadaan masyarakat tersebut menimbulkan keprihatinan Nabi SAW yang mendalam. Kemudian datanglah wahyu yang dibawa oleh Jibril.
Riadat dalam tasawuf ada dua macam, yaitu riadat badan dan riadat rohani. Riadat badan dilakukan oleh seorang sufi atau pengamal tarekat dengan jalan mengurangi makan, mengurangi minum, mengurangi tidur dan mengurangi berkata-kata. Riadat rohani biasanya melalui ibadah, seperti senantiasa dalam keadaan berwudlu, rajin melakukan shalat (baik fardu maupun sunnah) dan rajin mengamalkan zikir dan aneka ragam wirid.
Adapun riadat yang dilakukan para sufi berbeda-beda sesuai dengan tarekat yang dianutnya. Riadat dilakukan para sufi untuk dapat dekat dan berma'rifat kepada Allah SWT. Hal ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kekuatan bathin masing-masing. Seseorang yang akan melakukan riadat diharuskan untuk terlebih dahulu mempersiapkan kesucian lahiriah melalui iman, Islam dan ihsan.Ia harus pula memahami dengan sebaik-baiknya apa yang dimaksud dengan rukun iman, pengetahuan mengenai sifat-sifat Tuhan yang wajib dan jaiz, yang mustahil dan yang mungkin, serta pengetahuan tentang nubuat dan yang berhubungan dengan nabi-nabi, seperti sifat-sifatnya, mukjizat dan syafaatnya. Selain itu, juga pengetahuan mengenai malaikat, kitab suci, hari kiamat, dan qada serta qadar.
Ia juga harus mengamalkan ajaran Islam yang wajib, seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan, dan berupaya memahami hikmah-hikmah dari ibadah itu. Ia melakukan segala sesuatu dengan ikhlas kepada Allah SWT.
Kalangan sufi di antaranya Al-Ghazali berpendapat bahwa berkhalwat itu meneladani Nabi Muhammad SAW yang pernah melakukan khalwat di Gua Hira sebelum menerima wahyu pertama dan di Jabal Saur sesudah menjadi rasul. Khalwat Rasulullah di Gua Hira adalah tafakur tentang segala mahluk ciptaan Allah SWT. Sedang khalwat Nabi setelah menjadi rasul adalah memohon kepada Allah SWT agar wahyu kembali turun setelah terputus beberapa waktu karena Nabi SAW berjanji menjawab pertanyaan seorang musyrik mengenai hakekat roh tanpa mengatakan insya Allah.
Seorang murid tarekat yang berkhalwat hendaklah melepaskan diri untuk sementara waktu dari alam sekitar, seluruh harta miliknya, dan keluarganya serta tidak meninggalkan khalwatnya kecuali untuk shalat jamaah atau shalat Jumat. Dalam keadaan seperti itu ia harus terus menerus mengingat Allah dan tidak memperhatikan apa yang didengar dan dilihatnya agar dirinya tidak terganggu. Selama itu pula ia harus tetap bersuci dengan wudlu, tidak tidur kecuali amat letih, dan tidak putus-putusnya berdzikir.
Amaliah yang dilakukan seseorang selama berkhalwat dan tatacaranya tergantung pada aliran tarekat dan ajarannya. Misalnya, tarekat Naksyabandiah menetapkan tata cara khalwat sebagai berikut:
Post a Comment Blogger Disqus
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.