Seorang ulama salaf mengatakan, “Sungguh, apabila Allah telah membuat ketentuan di langit, maka Dia ingin agar penduduk bumi ridha dengan ketentuan-Nya tersebut.”
Abu Darda juga menuturkan, “Titik puncak sebuah iman adalah sabar menghadapi apa yang Dia tetapkan dan ridha menerima takdir yang Dia tentukan.”
Sahabat Umar Bin Khattab r.a. mengatakan,”Aku tidak mau pusing dengan keadaanku di waktu pagi dan sore! Aku tak peduli, susah atau bahagia.”
Alkisah, suatu hari Sofyan As-Tsauri berkata di dekat Rabi’ah Adawiyah, “Ya Allah, berikanlah ridha-Mu kepadaku!” Lalu, tiba-tiba Rabi’ah menegurnya, “Apa engkau tidak malu kepada Allah untuk meminta ridha-Nya, padahal engkau sendiri tidak ridha kepada-Nya.”
Maka, secara spontan, Sofyan As-Tsauri langsung menyebut, “Astaghfirullah...”
Melihat kejadian ini, Ja’far Ibn Sulaiman Ad-Dhibi bertanya kepada Rabi’ah Adawiyah, “Kapan seorang hamba dikatakan ridha kepada-Nya?”
Rabi’ah menjawab, “Ketika kebahagiaannya saat ditimpa musibah sama dengan kebahagiaannya saat diberi nikmat.”
Dikutip dari Kitab Mahabbah karya Imam Al-Ghazali
Post a Comment Blogger Disqus