Syekh Fanani (Mbah Fana') di daerah Dieng Jawa Tengah. Di kisahkan beliau berasal dari Cirebon dan masih bergaris keturunan dengan Sultan Syarif Cirebon. Dan menurut cerita yang beredar beliau bertapa dipetilasannya selama puluhan tahun. Dan ketika tiba waktu shalat beliau selalu tidak ada dipetilasannya.
Sebuah tenda terbuat dari terpal berdiri di depan rumah warga tepat di pinggir jalan tersebut. Saat bertanya kepada warga soal tenda itu, ternyata di dalamnya ada 'penghuni' yang sudah 19 tahun tinggal menetap. Dia adalah Mbah Fanani, begitu warga menyebutnya.
Tidak ada yang tahu asal usul Mbah Fanani. Begitu juga dengan maksud dan tujuan Mbah Fanani tinggal belasan tahun di tenda berukuran 2x3 meter itu. Sebab, pria sekitar umur 60 tahunan itu tidak pernah bicara sepatah kata dengan siapa pun selama tinggal di tenda.
"Ngga ada yang tahu tujuannya ngapain di situ, nggak pernah ngomong dari dulu, cuma diam di dalam tenda nggak pernah ke mana-mana, saya pun hanya kasih makan saja" kata seorang warga, Uripah, yang rumahnya persis di depan tenda Mbah Fanani.
Untuk memastikan cerita warga, mencoba memasuki ke tenda Mbah Fanani. Ketika masuk mengucapkan salam, hanya lambaian tangan yang dia lakukan pertanda mempersilakan masuk. Sambil berselimut kain hitam dia hanya duduk, sorot matanya tajam melihat setiap orang yang mendatanginya. Rambutnya gimbal dan panjang terurai memenuhi tenda. Kumis serta jenggot yang panjang membuat Mbah Fanani terlihat menakutkan.
Dalam tendanya, banyak tumpukan botol air mineral dan beberapa bungkus makanan ringan. Menurut warga, minuman dan makanan tersebut dibawa oleh setiap tamu yang mengunjungi Mbah Fanani.
Salah seorang warga Widodo (55) menceritakan, pada tahun 1990 an pertama kali Mbah Fanani datang ke Wonosobo dan bertapa di Desa Stieng di bawah batu besar. Karena warga di desa tersebut tidak suka keberadaannya, Mbah Fanani diusir. Akhirnya pada tahun 1996 dia pindah ke Jalan Raya Dieng, RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, tempat dia menetap saat ini.
"Kalau tinggal di sini 19 tahun, awalnya di Desa Stieng. Pas datang ke desa ini dia duduk di depan rumah Pak Ono. Ditanya nggak mau ngomong. Berhari-hari terus di situ akhirnya warga buatkan tenda untuknya," cerita Widodo.
Pertama kali, katanya, tenda yang dibuatkan warga hanya dari terpal plastik. Karena sering rusak, setiap tiga bulan sekali warga mengganti tenda tersebut. Namun baru-baru ini warga mengganti dengan terpal yang tebal dan kuat.
Dia mengatakan, tidak ada yang mengetahui dengan pasti asal usul Mbah Fanani. Hanya saja dari beberapa orang yang pernah mengaku sebagai kelurganya, Mbah Fanani berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
"Banyak yang ngaku keluarga dan bilang Mbah Fanani orang Cirebon, Sindang Laut," ungkapnya.
Awalnya warga Diengkulon pun tidak mengetahui bahwa nama pria itu Fanani. Nama Fanani disebutkan oleh seorang yang mengaku sebagai keluarganya.
"Pas ke sini warga nyebut Mbah Slamet, soalnya nggak tahu namanya. Kami sebut Mbah Slamet harapannya supaya desa ini selamat adanya dia. Tapi pas ada keluarganya bilang namanya Mbah Fanani yaudah disebut Mbah Fanani," cerita ketua RT 1 Diengkulon, Taifin.
Hingga saat ini, warga setempat belum mengetahui sampai kapan Mbah Fanani akan bertapa di desa itu. (merdeka.com)
Mbah Fanani Bertapa di Gunung Dieng Selama 19 Tahun
Pada umumnya bertapa dilakukan ditempat sunyi seperti hutan, goa atau tempat yang tidak terlihat orang. Namun ada juga yang dilakukan orang ditempat terbuka ditengah keramaian umum. Dalam budaya Jawa, tapa seperti itu disebut topo rame (bertapa di keramaian). Ada pula topo bisu (bertapa dengan tidak bicara) dan topo edan (bertapa dengan sikap seperti orang gila).
Nah topo rame itu yang di jalani Mbah Fanani selama 30 tahun. Dia sempat bertapa di beberapa tempat dan selama 20 tahun terakhir Mbah Fanani memilih bertapa di tepi jalan desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Lokasinya sekitar dua kilometer dari kawasan Candi Dieng. Lokasi ini berbatasan dengan desa Dieng Wetan yang termasuk wilayah Kabupaten Wonosobo.
Mbah Fanani bertapa di tepi jalan. Sehari-hari ia hanya duduk diam membisu di bawah tenda terpal berukuran kecil. Dia tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun. Dia makan dan minum dari pemberian warga sekitar, tapi tidak seorangpun tahu kapan membuang kotorannya. Bahkan tidak seorangpun tahu kapan dia berdiri dan keluar dari tendanya.
Namun kini Mbah Fanani tengah bersiap untuk mengakhiri tapanya, tanda-tanda tersebut semakin jelas setelah Mbah Fanani mulai terbuka dengan warga yang semakin ramai berkunjung ke gubuknya dengan berbagai tujuan dari minta nomor togel sampai naik pangkat. Padahal beberapa tahun sebelumnya, sikap Mbah Fanani sangat tertutup dan benar-benar tidak mau berkomunikasi.
Wahyu, salah seorang warga setempat membenarkan adanya perubahan sikap Mbah Fanani merespon dengan baik orang-orang yang datang kepadanya.
"Katanya pernah ada yang meminta tolong di carikan kalungnya yang hilang. Mbah Fanani lalu menunjuk sesuatu, seperti pertanda, setelah di cermati dan di datangi tempat seperti di isyaratkan Mbah Fanani. kalung tersebut berhasil ditemukan," kata dia.
Wahyu sendiri pernah meminta tolong ke Mbah Fanani, namun ia merahasiakan permintaan tersebut, masalah pribadi, jika di ungkapkan nanti ada yang tersinggung.
"Waktu itu saya ada keperluan pribadi. Diam-diam saya datang ke gubuk Mbah Fanani, setelah saya cerita masalahnya, Mbah Fanani seperti tersenyum lalu memberikan sesuatu (benda yang diberikan namun jangan ditulis).Tidak lama setelah itu, saya bisa menyelesaikan masalah yang saya hadapi," tutur Wahyu
Wahyu meyakini semua orang yang datang ke tempat Mbah Fanani pasti memiliki masalah seperti dirinya dulu. Cuma masalah setiap orang kan beda-beda, ada yang bermasalah karena dililit utang, tidak kunjung mendapat jodoh atau menjadi pengangguran abadi, ujar wahyu sambil tersenyum.
Warga setempat juga meyakini Mbah Fanani memiliki kesaktian. Menurut Taifin, ketua RT 1/RW 1 Desa Dieng Kulon, Mbah Fanani pernah ditemui di Makkah, Arab Saudi, oleh seorang warga Banjarnegara.
"Pernah ada yang ketemu Mbah Fanani di Makkah. Waktu itu cleaning servis Ka'bah yang ketemu, kebetulan dia itu orang Banjarnegara, katanya pas dia ngepel lantai sekitar Ka'bah ketemu dan kenalan dia mengaku namanya Mbah Fanani dan tinggal di Dieng. Nah pas si cleaning service pulang kampung, dia kesini nyari Mbah Fanani terus pas ditemuin katanya emang bener dia (Mbah Fanani) yang waktu di Makkah ketemu," kata Taifin.
Warga pun kemudian merasa heran mendengar pengakuan tersebut. Sebab selama ini Mbah Fanani diketahui hanya berdiam diri di tenda dan tidak pernah terlihat pergi kemana pun. Jangankan ke Makkah, sepengetahuan dia, Mbah Fanani 19 tahun tidak pernah keluar dari tenda.
"Memang kalau secara logika itu sulit untuk dipercaya. Tapi kenyataannya ada yang ngaku begitu sampai datang kesini,'' ujar Taifin.
Selain itu, Mbah Fanani juga selalu menghilang saat masuk sholat lima waktu.
"Kalau pas sholat lima waktu, Mbah Fanani juga nggak pernah ada di tendanya. Dia hilang enggak tahu kemana," kata istri Taifin. Soal adanya pengakuan dari berbagai pihak soal kesaktian Mbah Fanani,Taifin tidak pernah menyangkalnya,Namun ia percaya semua ketentuan sudah di atur oleh Allah SWT.
"Dibilang sakti ya sakti, bukti kesaktiannya yang bisa dilihat oleh mata yaitu belasan tahun hidup ditenda terpal enggak pakai alas, kehujanan kepanasan, padahal dingin banget disini, tapi dia bisa bertahan. Mungkin kalau orang kayak kita, sebulan sudah meninggal, itulah yang bisa dilihat saktinya. Kalau yang lainnya, bisa mendatangkan rejeki atau jodoh atau yang lainnya, saya kurang tahu.
Sementara menurut Narti (36), warga yang rumahnya berada di depan tenda Mbah Fanani, dulu pernah ada orang melempar botol minuman ke dapan tenda Mbah Fanani, terus pas di perjalanan, orang itu katanya merasa gelap, enggak bisa lihat apa-apa, dan akhirnya kecelakaan," kata Narti.
Selain itu, lanjut Narti ada sebuah ban mobil yang bannya bocor, tiba-tiba ban itu melayang di atas tenda Mbah Fanani.Warga yang menyaksikan berteriak karena menduga ban tersebut akan jatuh tepat ke atas tenda Mbah Fanani.
"Tapi ternyata ban itu yang melewati tendanya Mbah Fanani, semua yang melihat takut kalau bakal kena mbah," tuturnya.
Warga pun heran saat ban tersebut bisa melewati tenda Mbah Fanani. Padahal jika dilihat arah jatuhnya ban, sudah pasti menimpa tenda Mbah Fanani. Mbah Fanani juga bisa membaca aura orang yang datang ketendanya, jika ada orang datang dengan tujuan tidak baik, Mbah Fanani akan mengusir dengan kode lambaian tangan atau jarinya. Namun apabila batinnya merasa orang tersebut baik, maka Mbah Fanani pun akan mengajak masuk dengan lambaian jarinya pula.
"Dia tahu kalau kira-kira orang yang datang tujuannya enggak baik, Mbah Fanani pasti enggak mau (ditemui) dan ngusir," kata Narti.
Tak hanya itu warga sekitar pun tidak semua bisa mendekatinya. Mbah Fanani pernah menolak beberapa warga yang kurang pas di hatinya, ketika akan memberi makan atau membersihkan tendanya.
''Bukan cuma tamu, semua warga disini juga ada yang enggak mau kalau di kasih makan atau bersihin tendanya, yang setiap hari ngasih ya Ibu Uripah, yang punya rumah di belakang tendanya," ujar Narti.
Bahkan jika Mbah Fanani tidak ikhlas setiap tamu yang berkunjung lalu meminta foto maka hasilnya tidak terlihat.
"Kalau enggak ikhlas foto juga enggak kelihatan, saya sering lihat tamu foto tapi hasilnya enggak ada. Sering saya lihat begitu," kata Widodo955), juga warga setempat.
Mbah Fanani melakukan tapa rame dengan cara duduk di dalam tenda berukuran 2 x 1 meter dan tinggi sekitar 1 meter yang berada tepat di tepi jalan. Di dalam tenda terdapat kain dan sarung kotor, beberapa botol mineral, sebuah gelas dan piring. Sang pertapa memakai kain sarung berwarna biru dan selembar kain warna hitam yang menutupi bagian tubuh atasnya .Tentu saja pria ini tergolong luar biasa dalam hal ketahanan tubuhnya melawan hawa dingin. Sang Pertapa berkulit bersih, Hal ini disebabkan dirinya tidak pernah terkena sinar matahari, sementara rambut gimbalnya terurai sepanjang lebih dari 2 meter, diameter ketebalan rambutnya mencapai 10 sentimeter.
Pada salah satu sisi tenda tersebut terdapat selembar plastik yang di fungsikan sebagai pintu, ketika mencoba membuka pintu tersebut seketika tercium aroma tidak sedap, namun demikian tidak tampak adanya kotoran manusia. Inilah yang menimbulkan keheranan saya dan juga warga sekitar, betapa tidak, Mbah Fanani tetap makan dan minum, tetapi tidak seorang pun melihatnya keluar dari tenda untuk membuang kotoran, meski ada dugaan, dia keluar dari tenda pada tengah malam hari disaat tidak seorangpun berada di sekitar lokasi.
Sang pertapa mendapatkan makanan dan minuman sekedarnya saja dari warga sekitar. Jadi tidak ada yang secara khusus menyiapkan makanan. Seorang pedagang makanan yang berada tidak jauh dari lokasi mengaku biasa memberi makan kepada sang pertapa. (http://ceritamistikterbaru.blogspot.com)
Kabar Terkini Tentang Mbah Fanani
Mbah Fanani Berada di Petilasan Dampu Awang
Saat ini Mbah Fanani berada di Petilasan Dampu Awang bersama Abah Rojab dalam keadaan aman dan nyaman.
Petilasan Dampu Awang tersebut, berada di Desa Sudimampir, Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu.
Mbah Fanani ke Indramayu, kata Azun, atas permintaan beliau dari hasil komunikasi batin dengan Abah Rojab, salah seorang tokoh masyarakat di Indramayu.
Hingga saat ini di Petilasan Dampu Awang masih dipadati warga yang ingin melihat langsung mbah Fanani, namun tidak semua orang bisa bertemu dengan mbah Fanani di tempat itu.(sindonews)
***
Keberadaan Mbah Fanani beberapa waktu lalu di Petilasan Dampu Awang, beliau kabarnya diculik orang yang mengaku keluarga.
Senin bakda Isya (22/5/2017), rombongan keluarga dari Cirebon bermaksud mengantar Mbah Fanani yang sempat dijemput orang tak dikenal, sebulan lalu. Kembali bertapa di desa Dieng Kulon, Batur Banjarnegara.
Senin bakda Isya (22/5/2017), rombongan keluarga dari Cirebon bermaksud mengantar Mbah Fanani yang sempat dijemput orang tak dikenal, sebulan lalu. Kembali bertapa di desa Dieng Kulon, Batur Banjarnegara.
Menambah wawasan dan pengetahuan seputar dunia Sufi. Silahkan kunjungi Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik SUFIPEDIA
subhanallah
ReplyDeletelike
ReplyDeletemsa org yg brbn kotor gitu di panggil syekh, syekh itu org yg ahli dalam bdng al quran/islam, dlm al quran dan hadits dijelaskan ttg kebersihan, brrti jika dia mmng syekh brti di harus brsh
ReplyDeleteWow.. and a sungguh pin tar sekali yaa..
Deletetapi bener sih katanya
DeleteHadeeeh pintar sekali anda
Deleteرب اشعث اغبر لو اقسم على الله لأبره
DeleteRubba asy`atys aghbara law aqsama `ala allahi la-abbarah.
Bisa jadi ada orang yang rambutnya kusut, lusuh, badannya berdebu, namun jika ia berdoa kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya. (HR. Muslim)
Artinya Allah tidak akan menolak siapa pun karena penampilan luarnya, karena Allah melihat batinnya.
إن اللّه لا ينظر إلى اجسادكم ولا الى صوركم ولكن ينظر الى قلوبكم. رواه مسلم
Inna ’Llah laa yanzhuru ilaa ajsaadikum wa laa ila shuuwarikum wa laakin yanzhuru ila quluubikum.
Sesungguhnya Allah tidak melihat pada badan kalian, dan tidak melihat pada bentuk muka kalian, tetapi Allah melihat pada hati kalian. (HR. Muslim)
Masya Allah masya Allah, mudahan dipanjangkan umur Mbah Fanani dalam keberkahan. Pecinta Allah pecinta Allah...
ReplyDeleteSaya merasa bersyukur kepada Allah SWT ternyata masih ada sesepuh cirebon yg masih hidup dan menjadi suritauladan masyarakat sekitar tempatnya bertapa semoga beliau jadi orang pilihanya Allah Swt....amin....
ReplyDelete