Bab Mohon Izin Bagian Tak Boleh Menyuruh Orang Bangun dari Tempat Duduknya dan Bagian “Jika Dikatakan Kepada Kalian Berlapang-lapanglah...
Adab di dalam majelis pertemuan, baik majelis ilmu, dzikir, shalat berjama’ah, maupun lainnya, sangat ditekankan Rasulullah SAW. Karena, adab di tempat baik itu akan menunjukkan akhlaq seseorang yang baik pula. Berikut ini beberapa nasihat yang disampaikan Rasulullah SAW tentang hal itu dengan sedikit penjelasannya.
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah seseorang di antara kalian membangunkan seseorang dari tempat duduknya lalu dia duduk padanya (pada tempat itu). Akan tetapi berlapang-lapanglah dan legakanlah (luaskanlah)’.” Adalah Ibnu Umar, jika ada seorang laki-laki bangun dari tempat duduknya, ia (Ibnu Umar) tidak duduk pada tempat duduk orang itu. (Muttafaq ‘Alaih)
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Bab Mohon Izin Bagian Tak Boleh Menyuruh Orang Bangun dari Tempat Duduknya dan Bagian “Jika Dikatakan Kepada Kalian Berlapang-lapanglah... dst.”
Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam Bab Salam Bagian Haramnya Membangunkan Orang Dari Tempat Duduknya.
Berdasarkan keterangan hadits ini, diharamkan bagi seseorang untuk menyuruh bangun atau membangunkan orang yang telah lebih dulu duduk pada bagian depan, demi dirinya sendiri atau untuk orang lain, meskipun orang yang baru masuk belakangan itu lebih utama dari sisi ilmu maupun umur ketimbang orang yang lebih dulu tiba dan duduk di tempat tersebut. Akan tetapi para ahli fiqih mengecualikan jika orang yang belakangan tiba itu adalah guru pada majelis ilmu, sehingga orang yang lebih dulu tiba harus memberikan tempat bagi sang guru yang hadir belakangan, lantaran tempat itu adalah posisinya untuk mengajarkan jama’ahnya. Begitu pula dengan pedagang, yang jauh-jauh waktu telah membuat lapak atau kios dagangannya di pasar. Para ahli fiqih juga mengecualikan hal di atas pada masalah-masalah tertentu lainnya. Hal ini juga dikecualikan bagi seorang alim, yakni dibolehkan orang untuk memberikan tempatnya bagi orang yang dikenal kealimannya, sekalipun ia tak berkehendak maupun meminta kepada orang itu. Adapun Ibnu Umar, yang dikenal sebagai ahli ilmu di zamannya, tak mau menduduki tempat orang lain lantaran akhlaqnya yang mulia dan sifat wara` dan ketawadhu’annya. Hadits ini juga mengajarkan kepada kita untuk berlapang-lapang, meluaskan majelis bagi mereka yang tiba belakangan untuk memasuki bagian majelis.
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang dari kalian bangun dari tempat duduknya, kemudian (setelah urusannya selesai) ia kembali ke tempat duduknya, maka ia lebih berhak dengan tempatnya itu’.” (Diriwayatkan Muslim)
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam Bab Salam Bagian Jika Seorang Bangun dari Majelisnya, maka Ia Lebih Berhak Menduduki tempatnya kembali.
Pada hadits ini terdapat keterangan bahwa seseorang yang meninggalkan sesaat majelisnya untuk suatu urusan, lalu dia kembali ke majelisnya, maka ia boleh menduduki kembali tempat duduknya semula. Jika ada orang lain yang mendudukinya, maka ia berhak untuk membangunkan atau menyuruh bangun orang itu. Jika ia ridha, maka hal itu tak mengapa. Hal ini menunjukkan luasnya pemahaman dan pengertiannya bagi orang lain yang menggantikan tempat duduknya itu.
Dari Jabir bin Samurah RA, ia berkata, “Jika kami datang ke (kediaman) Nabi SAW, maka kami duduk sesuai tempat kami sampai (di situ).” (Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Syarah Hadits
Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dalam Bab Adab Bagian Perkumpulan (halaqah), sedangkan At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam Bab Mohon Izin Bagian Duduklah Sesuai Tempat yang Engkau Dapati dalam Majelis.
Di antara adab duduk di majelis ialah duduk sesuai urutan tiba. Jika ia tiba belakangan, sedangkan majelis telah penuh di bagian dalam, maka hendaklah ia duduk di bagian luarnya atau belakangnya. Jangan memaksakan diri memenuhi ruangan yang telah sesak, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang lain. Jika ada tempat yang dikhususkan di bagian utama bagi orang yang baru tiba atau ada sebidang tempat yang kosong lantaran ditinggalkan orang yang tak kembali lagi, boleh saja ia mendudukinya.
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dihalalkan bagi seseorang memisahkan antara kedua orang kecuali dengan idzin keduanya.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Dalam riwayat Abu Dawud, “Tidak boleh seseorang duduk di antara dua orang kecuali dengan idzin kedua orang itu.”
Syarah Hadits
Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dalam Bab Adab Bagian Tentang Orang yang Duduk di Antara Dua Orang Tanpa Izin Keduanya, sedangkan At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam Bab Adab Bagian Tentang Makruhnya Duduk di Antara Dua Orang Tanpa Izin Keduanya.
Adab lainnya yang berkenaan dengan duduk di dalam majelis ialah, tidak boleh duduk di antara duduknya dua orang, dengan cara menyela-nyela di antara keduanya. Boleh jadi kedua orang itu berkawan atau tengah berbincang serius atau sesuatu yang menjadi rahasia keduanya. Untuk itulah adab kesopanan yang dituntunkan Rasulullah SAW mengajarkan untuk meminta izin terlebih dulu kepada kedua orang itu. Jika diizinkan boleh ia duduk, jika tidak maka tidak boleh duduk.
Sumber:
Majalah-alkisah.com
Post a Comment Blogger Disqus