Makam Mbah Karimah Letaknya di kawasan Kembang Kuning, Surabaya. Menuju lokasi ini, bisa diawali dari Masjid Rahmat atau dikenal dengan sebutan Masjid Kembang Kuning di Jalan Chairil Anwar 27, Surabaya. Kemudian, berjalan ke barat menyusuri perkampungan padat yang agak mendaki. Sekitar 100 meter kemudian terlihat gapura bertulis 'Makam Mbah Karimah'.
Di pintu masuk, berdiri sebuah gapura tertulis makam Mbah Karimah. Halamannya terasa sejuk dengan dua pohon asam seakan sebagai pintu gerbang. Lima meter kemudian terlihat dua bangunan, mushala dan bangunan cungkup dengan dua makam, milik Mbah Karimah tertulis wafat pada tahun 1377, sebelahnya makam Mbah Sholeh salah satu murid setianya.
Kisahnya, awal abad 15 di tempat ini Sunan Ampel mendirikan tempat ibadah. Selain dipakai untuk sujud menyembah Allah SWT, juga wujud ucapan terimakasihnya kepada Wiroseroyo (pemeluk Hindu dari Majapahit) yang dikenal dengan sapaan Mbah Karimah itu.
Mushala yang pertama berdiri di Surabaya mengingat kisahnya bagian dari perjalanan hidup Sunan Ampel (1401-1481), penyebar Islam di Surabaya dan sekitarnya. Kisahnya, awal abad 15, Rahmatullah mendirikan tempat ibadah yang juga wujud ucapan terimakasihnya kepada Wiroseroyo pemeluk Hindu dari Majapahit yang kemudian masuk Islam.
Pak Wiro, pengembara dari Majapahit saat itu tengah berjalan bersama putrinya Karimah. Versi lain menyebut Pak Wiro sebelumnya telah lebih dulu menetap di hutan itu setelah lari dari Majapahit. Di hutan Kembang Kuning itu, pertemuan terjadi antara bekas petinggi dari Majapahit dengan pemuda bernama Raden Rahmad.
Singkat cerita, melihat kekhusukannya, Wiro dan anaknya memutuskan untuk mengikuti pemuda tersebut dan memeluk keyakinan yang diikuti Raden Rahmatullah.
Seiring berjalannya waktu, Wiro kemudian menjadi mertua Raden Rahmatullah. Setelah mempersunting Karimah, Raden Rahmatullah pamit meninggalkan hutan untuk melanjutkan dakwah. Sebelum ditinggalkan, di hutan tersebut telah berdiri mushala kecil dari bilik. Kemudian, ia dan istrinya berjalan ke arah utara dan akhirnya menetap dan meninggal di kawasan Ampel, Surabaya Utara.
Dari hasil pemikahan Raden Rahmad dengan Mbah Karimah, tersebut dikaruniai dua orang putri, yakni Siti Mustosima dan Siti Murtosiah.
Lalu dua putri Sunan Ampel ini, Siti Mustosima atau Dewi Mursimah, menikah dengan Sunan Kalijaga, sedangkan Siti Murtosiah atau juga disebut Dewi Murtasiah menikah dengan Sunan Giri.
Setelah ditinggal Rahmatullah, Wiro hidup sendiri. Melanjutkan ajaran menantunya hingga kemudian lokasi itu ramai didatangi banyak orang dari berbagai penjuru negeri. Mereka ingin belajar bersama Wiro dan menjadi orang terkenal setelah kembali ke daerahnya. Wiro lambat laun dikenal sebagai Mbah Karimah.
Mbah Karimah meninggal pada 1377. Namun, hingga kini pusaranya tidak pernah sepi dikunjungi. "Penguasa" hutan asal Majapahit itu ikut mengukir sejarah, mewarnai perjalanan seorang pemuda yang kini tersohor dengan nama Sunan Ampel (1401-1481).
Sumber:
Foto diambil dari travel.detik.com
Post a Comment Blogger Disqus