Apa Itu Mursyid Naqshbandi - Empat Tingkatan Mursyid
Mawlana Shaykh Muhammad Hisham Kabbani As Sayeed
Jika engkau sungguh mencintai Allah, ta’ati (patuhi) aku dan Allah akan mencintaimu. Para shaykh Naqshbandi adalah pembimbing kepada Sayyidina Muhammad s.a.w. dan Allah S.W.T. Apapun yang diberikan Nabi ambillah, dan apapun yang dilarangnya tinggalkanlah dan hentikanlah. Mereka memelihara disiplin shari‘ah, untuk membangun (meningkatkan) kamu dengan kewajiban harian dan kepada tingkatan iman dan berlanjut kepada tingkatan ihsan.
Mursyid Sejati ada empat tingkatan:
1. Mursyid Tabarruk :
Penunjuk jalan terutama untuk menerima barakah dan biasanya menyelesaikan tugasnya dengan memberimu sebuah awrad (wirid) dan praktek harian.
2. Mursyid Tazkiyya :
Penunjuk jalan yang mengangkatmu ke atas dengan mengambil amal buruk dan keinginan buruk kamu.
3. Mursyid Tasfiyya :
Penunjuk jalan yang mengenyahkan semua keinginanmu terhadap dunya.
4. Mursyid Tarbiyya :
Level tertinggi yang akan membangunmu ke atas dengan disiplin dan membawamu kepada tempat (maqam) kamu di Hadhirat Ilahi.
MURSYID AT-TABARRUK
Dia berada pada tingkat pertama dan diperkenankan untuk mengajarimu dan menaruh talqin dhikr pada lidahmu. Dia mengajarimu untuk mengingat dan menyeru Allah, dan bagaimana untuk mengikuti perintah Allah. Dia memberimu langkah pertama pada jalan tariqat. Seperti anak kecil yang kata pertamanya adalah “baba,” engkau menyeru (memanggil) pada siapa yang pertama kali engkau cintai. Jadi dia mengajarimu bagaimana mengatakan “Allah” dan untuk membangun hubungan itu antara jantungmu dan Surga. Dengan pembacaan doa, engkau akan melihat (mengenali) tanda-tanda Allah. Jika engkau tidak melihat mereka, engkau belum mencapai tahap yang Mursyid itu mencoba menunjukkan kepadamu. Dia harus menaruh pada lidahmu sultan dhikr yang digambarkan di dalam al Qur‘an:
Kami mengungkapkan al Qur‘an dan Kami melindunginya. Dia akan menaruh pembacaan al Qur’an dan asma Allah dan arah kepada Nabi (yaitu bagaimana membaca salawat) sesuai dengan kebutuhan pribadimu, untuk mencapai hadhirat Sayyidina Muhammad s.a.w. Pembacaan salawat berbeda-beda dari seorang kepada orang lainnya. Mereka memberi tahu kamu mana asma Allah yang dibaca dan bagaimana membaca salawat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhanmu.
Mursyid at-Tabarruk harus memiliki pengetahuan dan kuasa dari semua pepujian Allah – baik yang terucap ataupun yang dibatin. Dia harus tahu dhikr setiap makhluq yang ada, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Dia juga tahu apa yang dibutuhkan tubuhmu untuk membaca tasbih, karena setiap sel dalam tubuhmu memiliki tasbih tertentu. Mursyid ini mengetahui bahasa apa dan tasbih jenis apa yang dibuat setiap makhluq, mendengarkannya secara serentak, namun mereka tidak menjadi tertumpang-tindih atau membingungkan.
Dia tahu semua tasbih untuk Muslim dan non-Muslim, karena tubuh mereka membuat tasbih tanpa memandang apakah tubuh dan pikirannya menerima Islam. Dia menerima dari Nabi s.a.w. ilmu tentang informasi yang tepat (presisi) tentang apa yang diperbuat oleh setiap makhluq yang hidup dan non-hidup, baik yang di dunya dan di barzakh. Dia juga tahu benar tentang jinn dan kelebihan yang diberikan kepada mereka dari Allah dan/atau hukumannya. Dia tahu secara tepat bagaimana setiap insan dan jinn dapat memperoleh ridho Allah, termasuk amal apa yang membuka pintu untuk mencapai baraka hadhirat Sayyidina Muhammad s.a.w. Dia akan tahu tasbih apa yang diperlukan murid untuk tubuhnya dan untuk jiwanya, secara terpisah.
Mursyid at-Tabarruk tahu nama semua manusia sepanjang penciptaan, sebagaimana diajarkan kepada Adam a.s., dan dicontohkan dalam ayat-ayat al Qur’an, dimana Allah bertanya kepada Malaikat apakah mereka tahu semua nama ciptaan, namun mereka tidak mengetahuinya. Ketika Dia bertanya kepada Adam a.s., dia membaca semua nama ciptaan satu per satu. Ketika dilakukan (pembacaan) itu, setiap bentuk spiritual mereka muncul di depan Adam a.s.. Mursyid ini tentu telah mewarisi kuasa itu dari Adam a.s. Dia harus tahu para malaikat dari setiap makhluq ciptaan, termasuk mereka yang mencatat amal baik dan burukmu, demikian juga mereka yang memonitor jumlah makanan yang engkau lahap.
Dia harus tahu semua malaikat yang melayani manusia. Dia harus tahu berbagai giliran malaikat yang turun – mereka yang turun sepuluh menit sebelum Fajr, sebelum Maghrib, dan antara Maghrib dan Isha. (Catatan : diwaktu dulu, giliran ganti pada saat Dzuhr, namun dalam masa Grandshaykh Abdullah, waktu itu diganti menjadi antara Asr dan Maghrib). Para malaikat ini yang datang pada gilirannya mengharapkan murid untuk melaksanakan awrad (wirid) yang diwajibkan dari Mursyidnya ini. Mereka mengharap melihat murid terlibat dalam praktek ini ketika mereka turun (ke dunia), agar supaya dapat meneruskan cahaya dan hubungan surgawi yang mereka miliki.
Jika murid itu tidak sedang melaksanakan kewajiban wiridnya itu dalam masa (waktu) khusus ini, malaikat tidak dapat mencerahkan (menyalakan) jantungnya. Pada dasarnya, murid yang tidak melakukan wiridnya adalah seperti keledai. Sebagai balasan dari memelihara kewajiban hariannya, murid dapat mengandalkan perlindungan Mursyid nya dan mendapat jaminan sambungannya kepada Sayyidina Muhammad s.a.w. Pertalian/kontak ini harus ada agar supaya Mursyid menyerahkan murid itu kepada tahap kedua, kepada Mursyid at-Tazkiyya.
Tahap pertama ini dimulai dengan membaca sehari-hari 5,000 kali “Allah, Allah” dan Membaca 500 kali salawat dalam cara /model yang telah dirumuskan (bagi murid).
Tahap berikutnya adalah membaca sehari-hari 24,000 kali “Allah, Allah” dan 5,000 kali salawat. Ini baru tahap pertama dari tujuh belas tahap yang berbeda dari Mursyid Tabarruk. Grandshaykh berhenti sampai di tahap satu ini karena dia berkata bahwa pikiran (pemikiran) orang-orang tidak dapat membawa lebih daripada itu. Setelah semua tujuh belas tahap berikutnya adalah tahap Mursyid at-Tazkiyya.
Dalam mata rantai Thariqat Naqshbandi selain Mata Rantai Emas kita, mungkin terdapat pribadi yang berbeda untuk mengisi masing-masing setiap posisi dari empat tahapan ini. Dalam banyak kasus, seorang shaykh dapat memanggul dua sampai tiga tahapan sebelum shaykh lainnya mengambil alih secara fisik. Namun dalam Mata rantai Emas, Shaykh zaman ini memiliki otoritas dan kuasa untuk mengatur kesemua empat tahapan untuk setiap murid. Itulah sebabnya sekali seseorang mengambil bay’at‘ dalam thariqat kita, mereka tidak akan pernah membutuhkan Mursyid lainnya. Dimasa ini Shaykh kita hanya ingin kita menyadari bahwa kita tidak memiliki kemampuan melakukan sesuatu yang berguna.
Makin buruk kita pikir (anggap) diri kita, makin bahagia mereka dengan kita. Dia ingin kita mengetahui bahwa amal kita tak akan pernah membawa kita kemana-mana, dan bahwa satu-satunya kesempatan yang kita miliki adalah keterlibatan Shaykh kita. Maka, kita harus terus-menerus minta ampunan dan kasihnya. Grandshaykh Abdullah (semoga Allah mensucikan ruhnya) sering mengingatkan kita hal berikut ini : “Engkau harus selalu terus menerus menancapkan tiga kukumu ke dahimu (yaitu ingat tiga hukum ini setiap saat jika engkau ingin berhasil dalam tariqat). “Jika saya memberimu sebuah sekop patah dan memerintahkan kamu untuk menggali sampai ke dalam tengah bumi untuk mendapatkan berlianmu, kamu menggali. Kamu jangan pernah bertanya mengapa atau mengeluh; kamu hanya menggali.
“Jika saya memberimu sebuah ember dan berkata ‘kuras samudera itu’, jangan menanyakan bahwa air tidak akan pernah berkurang, atau mendebat bahwa tidaklah mungkin menguras samudera dengan sebuah ember : hanya mulailah menguras ! Sesaat pikiran itu muncul pada dirimu bahwa tugas itu adalah tidak mungkin, tidak praktis, atau tiada gunanya, kamu gagal dalam ujian itu dan akan harus memulai dari awal lagi. “Jika saya mengatakan (pada) semut makanannya ada di Barat dan dia berada di Timur, dia akan langsung mulai berjalan. Murid harus seperti semut itu : jangan menggunakan pikiranmu untuk mengetahui bagaimana kamu akan mendapat makananmu, hanya berjalanlah Jika kamu meninggal dalam upaya, engkau meninggal, engkau berserah diri.”
Instruksi paling penting adalah, jika seseorang melaksanakan (menyelesaikan) tiga amalan ini secara tekun, Allah akan mengirim malaikat Reeha Sibah, yang akan membawa murid itu ke Hadhirat Ilahi! Dia akan melakukan ini untuk kita karena kita mematuhi Allah dengan mematuhi Shaykh kita, dan Rahmat Nya adalah tak terbatas dan Dia melakukan yang Dia kehendaki. Kita akan mencapai Tahap Ilahiah bukan karena amal, ibadah, atau pengorbanan kita yang manapun, namun karena tahap kepasrahan kita.
Ketika mendengar ini, seorang murid bertanya, “Jadi mengapa bersungguh-sungguh dalam ibadah?” Shaykh akan membawa setiap pengikutnya ke Hadhirat Ilahi sampai pada satu titik, tetapi hanya mereka yang bersungguh-sungguh di Jalan Allah yang sesungguhnya akan melihat dan mendengar dalam Samudera itu. Untuk seseorang khusus yang memenuhi kewajiban mereka, penampakan dan suara akan terbuka bagi mereka. Kamu jangan pernah mencoba bangga karena menyelesaikan kewajiban kamu, jangan. Menyadari itu tidak berharga seperserpun, namun lakukanlah (persembahan) itu dengan ta’at dan rendah hati, dengan menyadari bahwa tanpa Shaykh mu engkau adalah seorang pecundang.
MURSYID AT-TAZKIYYA
Sebagaimana telah dikatakan, terdapat empat kategori Mursyid. Pertama adalah Mursyid at-Tabarruk. Mursyid ini membimbingmu untuk melaksanakan beberapa bentuk ibadah seperti dhikr dan pembacaan al Qur’an, untuk mendapat hadiah dari Allah. Kategori kedua adalah Mursyid at-Tazkiyya. Dia membimbingmu dalam proses pencucian yang disebut tazkiyat an-nafs. Bagaimana seseorang mencuci/mensucikan diri sendiri ? Perjuangan jenis apa yang harus dilewati seseorang agar supaya mencapai kendali atas nafsu/keinginannya. Nabi menggambarkan perjuangan ini, al-jihad an-nafs, sebagai jihad al-akbar dalam hadith ini :
"Kami kembali dari jihad al-asghar kepada jihad al-akbar.”Para shahabatnya menanyakannya, “Apakah jihad al-akbar?” artinya, “Apa yang lebih hebat dari memerangi para tak-beriman, di jalan Allah dan berharap mati setiap sa’at?” Dia menjawab, “Jihad al-nafs.” Adalah sangat sukar untuk melawan diri sendiri. Adalah mudah untuk memerangi musuh seseorang, karena engkau tahu dia musuhmu, namun dirimu tak akan pernah mengatakan padamu dia adalah musuhmu. Nabi s.a.w. mengatakan : Barang siapa menjamin (mengekang) apapun di antara kedua rahangnya dan kedua kakinya, saya menjamin baginya surga. Nafsu/keinginan adalah apapun yang datang dan pergi dari mulut dan apapun yang berproses dari nafsu seksual, shahwat al-haraam. Jihad an-nafs memberikan kendali terhadap keinginan seperti itu.
Dirimu sendiri tak akan membiarkan kamu mengendalikan itu. Itu akan selalu dalam sebuah perlawanan/perkelahian denganmu. Lidah akan selalu menginginkan makanan paling enak/baik. Dalam berjuang melawan diri sendiri, pertama tama adalah keinginan akan makanan. Engkau menginginkan jenis makanan terbaik, selalu mencari berbagai jenis makanan. Jika engkau telah memiliki sepuluh, engkau menginginkan duabelas.
Mata selalu lapar ! Nabi s.a.w. bersama para sahabat, sering sekali makan sisa kuah daging, tanpa daging sedikitpun. Mereka mencelupkan roti ke dalam saus/kuah, menganggapnya satu makanan lezat, dan mereka berbahagia, alhamdulillah. Hari ini, oh! Kita menginginkan begitu banyak makanan, dikapalkan dari negeri lain, untuk membuat berbagai macam makan exotic ! Jadi, pada tataran ini, melarang lidahmu makan barang haram dan bahkan kekenyangan, adalah sangat penting.
Bergosip, bohong, menyebarkan kekacauan dan merencanakan pemberontakan – semua ini melewati lidah dan harus dihindarkan karena itu berasal dari shaytan. Seseorang yang menggemari praktek tersebut menjadi seperti seekor burung merak ; sombong. Fir’aun menjadi begitu sombong, berkata, “Akulah Pangeran (Rabb) mu Yang Maha Tinggi.” Dia tidak (mau) melihat siapapun lebih tinggi darinya.
Mursyid at-Tazkiyya menghancurkan keinginan seperti ini. Bagaimana ? Dengan menunjukkan bagaimana mengikuti jejak Nabi s.a.w. melawan diri sendiri atas empat musuh: nafs, dunya, hawa, dan Shaytan. Setiap orang memiliki empat musuh ini melekat pada dirinya, tanpa kecuali. Mursyid ini mengajarimu untuk berjuang terhadap musuh ini dengan mengikuti sunnah Nabi Muhammad s.a.w. Sebagai tambahan, Mursyid at-Tazkiyya memiliki pengetahuan lengkap tentang empat madh’hab pikiran dalam Islam. Dia harus tahu riwayat hidup dan semua hukum fiqh, pendapat jumhur ulama dan ajaran agama dari Imam Abu Hanifa, Imam Malik, Imam Shafi‘i, dan Imam Ahmed. Agar supaya membimbing murid, Mursyid tahap ini (harus) memiliki akses spiritual lengkap yang dibawa ke-empat imams legendaris ini, dan dia dapat mengikuti mereka tanpa salah sedikitpun, atau kalau tidak begitu dia tidak akan dapat membimbingmu.
Semua qualitas seorang Mursyid at-Tabarruk harus dipegang oleh seorang Mursyid at-Tazkiyya dan di atas itu dia harus memiliki ilmu dari empat madh’hab, dan dia harus memiliki ijaza-nya. Lembaga masa kini mengabaikan tradisi ini dengan memberikan PhDs. Dari awal Islam sampai dengan tiga puluh sampai empat puluh tahun lalu, tidak terdapat PhD, hanya ada ijaza -izin. Shaykh mengakui muridnya telah menyelesaikan pelajaran mereka dibawah bimbingannya, dan memberi wewenang mereka untuk mengajar. Shaykh harus menerima ijazanya dari shaykh sebelumnya, mengikuti jejak matarantai ke belakang yang berujung pada salah satu dari empat imam.
System ini telah dimusnahkan habis dalam jangka waktu lima puluh tahun terakhir ini. Kini Islam dipelajari dalam system universitas yang tiada hubungannya dengan bagaimana Islam diajarkan selama empat belas abad. Itulah sebabnya ulama Islam masa kini tidak memiliki cahaya, tetapi hanya perhatian kepada kekayaan dan titel dimana ulama masa lalu sama sekali tidak memiliki perhatian. Ulama masa lalu duduk di sudut-sudut masjid, mengajari murid mereka cinta, toleransi, dan barakah Islam. Ulama masa kini mengajari bagaimana puasa, bagaimana untuk menimbulkan kekacauan, menukil dan menempelkan dari al Qur’an dan Hadith, mengajari murid mereka untuk menyebarkan kebingungan. Mengapa Muslims tidak berhasil ? Karena mereka sangat jauh dari agama mereka. Orang seperti kita, kami bukan pemimpin, dan kami bukan presiden. Kami tak dapat membuat perubahan. Mereka yang dapat melakukan perubahan jauh dari Islam; mereka adalah Muslim dalam nama saja.
Mursyid at-Tazkiyya memulai dengan la ilaha ill-Allah. Apa yang pertama kali dibawa Nabi s.a.w. : La ilaha ill-Allah. Ketika kalimat itu terbentuk dalam diri, bagaimana empat musuh itu dapat menyerangmu ? Bila kamu percaya akan itu, dan memegang teguh percaya akan akhirat, kamu tidak dapat terlibat kesalahan apapun. Kami katakan (kalimat) itu hanya dengan lidah, namun tidak dengan perbuatan. Jika kita katakan itu dalam kebenaran dengan lidah dan perbuatan, Allah dan Nabi Nya akan mendukung (menolong) kita. Jangan mengira kita tidak akan menghadapi kesukaran. Apakah Nabi s.a.w. menderita oleh ummatnya ? Dia berkata : "Tiada seorang Nabipun dilukai/ diciderai ummatnya sebagaimana saya dilukai/diciderai oleh ummat saya. Dia adalah Utusan (Rasul) paling baik, namun Allah mengiriminya dengan kesukaran untuk melihat pondasinya dan ta’at azasnya.
Maka la ilaha ill-Allah hanya terbentuk dalam diri Nabi s.a.w., karena dia adalah pembawa kalimat tersebut yang paling sempurna. Jika seorang dari ulama masa kini mengangkat satu kakinya dari bumi dan terbang, dia akan begitu sombong, dan ummat akan mulai menyembahnya.
Nabi s.a.w. pergi Isra dan Mi’raj. Dalam sebuah tubuh fisik yang dibuat sesuai dengan hukum alam (dunia) ini, dia bergerak (dalam ruang) melawan hukum alam ini, ke Surga dan kembali, dan dia tidak pernah sombong. Dia adalah sosok pribadi paling sederhana. Dia tidak pernah mengangkat kepalanya. Kini jika seseorang terangkat bahkan bukan terangkat dari bumi, namun hanya terangkat ke sebuah kursi, dia menjadi begitu sombong sehingga dia bahkan tidak mau menerima tamu yang mengetuk pintunya.
Janganlah menolak untuk membuka pintumu ! Mursyid at-Tazkiyya adalah seseorang yang berlari mengejar Allah. Allah mengiriminya abdi yang jujur (bersungguh), berlari menyertainya. Hal pertama yang diajarkan kepadanya adalah la ilaha ill-Allah, untuk membentuk tauwhid sempurna dalam pengikutnya. Ketika itu sudah terbentuk, maka mereka dapat mengucapkan “Allah, Allah”. Pada saat itu mereka melihat tanda-tanda Allah dimana-mana. Kemudian mereka dapat bersaksi: ash-hadu alla ilaha ill-Allah wa ash-hadu anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluh. Pada saat itulah mereka melakukan shahada yang benar.
Tugasnya adalah menaruh asma al-jalala, “Allah, Allah” pada lidahmu paling sedikit 24,000 kali. Orang mungkin mengatakan bahwa itu akan mengambil waktu seharian. Cobalah itu esok, dan katakan padaku berapa lama itu mengambil waktu. Itu tidak akan lebih lama dari satu jam, tetapi lebih dekat kepada setengah jam. Dan setelah itu membaca 5000 salawat Nabi s.a.w.. Itu akan memakan waktu setenga jam. Jadi jumlah keduanya adalah satu jam ! Pada tahun 1996 shaykh saya, Shaykh Nazim Adil al-Haqqani (semoga Allah mensucikan ruhnya) memerintahkan saya ber-khalwat untuk empat puluh hari dalam sebuah masjid di Turkey. Dia berkata, “Setiap hari katakan paling sedikit 48,000 “Allah, Allah” dan 24,000 salawat dan sepuluh juz al Qur’an. Jika kamu menyelesaikan itu, kamu dapat melanjutkan sampai kepada 124,000 kali “Allah, Allah” dan 48,000 salawat dan dua puluh juz. Jika kamu menyelesaikan itu, baca seluruh al Qur’an dan 700,000 “Allah, Allah” dan 240,000 salawat.”
Itu sangat melelahkan. Meskipun saya tidak pernah memenuhi bacaan harian tiga puluh juz al Qur’an, saya mencapai 700,000 “Allah, Allah”, 48,000 salawat dan lima belas juz. Ini adalah tambahan dari semua awrad lainnya. Itu adalah Mursyid at-Tazkiyya. Ketika mereka mengatakan, “Lakukan itu”, mereka mengirimkan dukungan. Bila engkau berjalan pada Jalan Nya, Dia mendekatimu. Itu adalah sebuah hadith Qudsi, “Jika engkau datang kepada Allah sejarak satu hasta, Dia datang kepadamu sejarak sepuluh hasta, dan jika kamu datang kepada Nya berjalan, Dia datang kepadamu berlari.” Itu artinya Allah mengirim bantuanNya, KuasaNya, selama engkau memperlihatkan kemajuan.
Jika kita memperlihatkan kemajuan, Allah akan mengirim bantuanNya. Semoga Allah mengirimi kita bantuanNya. Seorang Mursyid at-Tazkiyya telah memiliki semua karakteristik dari seorang Mursyid at-Tabarruk. Dia memiliki methodanya, jalannya, dan telah mewarisi rahasia dari Nabi s.a.w. untuk melakukan proses pensucian kepada pengikutnya melalui perjuangan murid di dalam diri mereka. Mursyid at-Tazkiyya harus menjadi seorang yang selalu melakukan sunnah dan shari’ah Nabi s.a.w. dalam tingkatan yang tertinggi, memelihara al-‘adheema. Dia sadar terhadap pemikiran apapun yang mendatangi pikirannya yang tidak sejalan dengan empat madzhab, dan dia menolaknya, karena dia telah dinaikkan pada tataran (tahap) dimana seluruh jantung dan pikirannya diarahkan oleh empat madzhab, mengikuti sunnah Nabi s.a.w.
Dia telah mendapat izin untuk memberi instruksi dan membimbing pengikutnya untuk memanggil Rabb mereka dalam tahlil dua puluh empat ribu kali dan dengan mengatakan dua puluh empat ribu “Allah, Allah” dan mengatakan salawat lima ribu kali. Ketika mereka mengatakan Allah”, jantung dan lidah bekerja bersama, seperti kombinasi raga dan ruh, kombinasi ruh dan pikiran, menggunakan bentuk fisik dan bentuk ruhaniah, menggabungkan dua elemen ini untuk membuat mereka menjadi pencari (pejalan) pada jalan ilahiah. Setiap kali seoranmg murid berkata “Allah” jantungnya berirama dan lidahnya berirama secara bersamaan, terbang kepada Hadhirat Ilahiah.
Hingga kini, murid tariqat Naqshbandi berada pada tahap awal, jadi mereka masih pada tataran pertama. Pada tataran itu mereka tidak dapat melihat pencerahan jenis itu yang terkuak di hadapan mereka. Hanya di bawah asuhan Mursyid at-Tazkiyya, seorang mubtadi‘ bergerak ke tataran musta‘i, dimana Shaykh akan menaruh pada lidahnya dhikr yang akan mengangkatnya ke Hadhirat Ilahiah. Mursyid at-Tazkiyya dapat memanggil Shaykh Naqshbandi dimanapun, hidup atau mati. Ketika dia memanggil mereka itu, shaykh itu akan segera datang melalui kekuatan spiritual Mursyid at-Tazkiyya. Berapa banyak shaykhs telah mencapai tahap wali melalui tariqat Naqshbandi? Mursyid at-Tazkiyya manapun yang memanggil, hidup maupun tidak, mereka harus datang dan memenuhi kebutuhannya. Dari kuasa yang diberikan Allah kepada Nabi s.a.w, dia selanjutnya memberikan kepada Mursyid at-Tazkiyya, untuk Mursyid itu mengetahui semua awliya-ullah di setiap abad, dengan namanya maupun ruhaniahnya. Lagi pula, dia memiliki hubungan dengan mereka, karena dia memerlukan mereka dan mereka memerlukan dia. Dia harus tahu keluasan ilmu mereka, dan dari pancuran (mata air) ilmu yang mana mereka melepaskan dahaga mereka. Pada setiap waktu khusus, dia harus tahu ilmu apa yang sedang diterima wali itu, dan untuk hikmat dan tujuan apa mereka menerima (ilmu) itu.
Sebagai tambahan, dia harus tahu setiap wali diantara mereka, dan dari Nabi yang mana dia memperoleh (mewarisi) ilmu rahasia itu, karena setiap wali berada dalam tapak tilas satu di antara seratus dua puluh empat ribu anbiya, menurut hadith al-‘ulama warith at-al anbiya. Kekhususan Mursyid at-Tazkiyya lainnya adalah bahwa dia selalu sadar akan serangan dari empat musuh kepada setiap muridnya. Allah mengkaruniakan kepada mereka sebuah kekuatan untuk bersama setiap muridnya, untuk menjamin/memastikan empat musuh yang mana yang sedang menyerang dan memperdaya mereka. Pada saat demikian itu, dia akan menangkap musuh itu dan menghindarkan mereka dari menyerang muridnya.
Dalam kawalannya, muridnya akan mencapai tahap zahid dalam hidup ini. Mereka menjadi seseorang yang mempersembahkan seluruh perhatiannya semata-mata untuk membangun masyarakat yang sempurna dan ideal, kelompok dalam masyarakat dan bangsa, dimana tidak seorang pun membeda-bedakan terhadap ciptaan Allah. Bilamana seorang dari muridnya merasakan kemalasan, kelelahan, penyesalan, depresi atau perasaaan negatif lainnya, (hanya) dengan satu kata Mursyid at-Tazkiyya dapat mengusir perasaan negatif itu dan membuat murid itu merasa lega, santai. Itulah sebabnya jika duduk bersama Mawlana Shaykh Nazim, itu membuang semua beban karena daya tarik itu yang datang dari matanya.
Mursyid at-Tazkiyya harus membentuk muridnya untuk berpegang teguh pada tahap tertinggi dari shari’ah dan sunnah Nabi s.a.w. Itu berarti disamping semua kewajiban (fardhu), Shaykh akan mendorong muridnya untuk mengangkat (menjalani) banyak ibadah sunnah. Sebuah contoh adalah tentang sebuah rukhsa – engkau punya wudu dan mempertahankan itu sampai shalat berikutnya. Engkau tidak memperbaharui wudu itu pada saat itu. Namun tahap kedua dari adheema adalah membuat wudu pada setiap waktu shalat; tahap tertinggi adalah untuk membuat ghusl pada setiap waktu shalat.
Mursyid at-Tazkiyya harus memegang kuasa (kekuatan) untuk memberi mimpi benar kepada murid. Dalam pengalaman saya, banyak orang datang dan mengatakan, “Saya melihat seorang Shaykh dalam mimpi saya.” Dia tampak seperti ini (menggambarkan mimpinya) dan memberikan saya sebuah barang (cindera mata) dari Sayyidina Muhammad .” Kemudian, mereka mengecek kepada Shaykh secara berhadapan , atau mereka melihat fotonya di Internet, atau mereka melihat seorang murid Shaykh itu dalam sebuah mimpi padahal dia tidak mengenalnya. Kemudian mereka bertemu dengan Shaykh itu, dan menyadari mereka melihatnya sebelum ini dalam sebuah mimpi.
Mursyid dapat menghubungi siapapun di dunia ini melalui mimpi dan penampakan. Orang dapat menjadi pengikut melalui mimpi dan penampakan, membaktikan diri untuk mengikuti jalan ahl as-sunnah wal-jama‘at pada tahap (level) tertinggi, bahkan menerima perintah dari Shaykh melalui mimpi dan penampakan. Begitulah kekuatan (kuasa) seorang Mursyid at-Tazkiyya.
Pada waktu itu, Mursyid at-Tazkiyya akan memberikan muridnya yaqaza, dan memelihara napasnya, keduanya apakah meniup atau menghirup harus dilakukan dengan pengamatan bahwa pada setiap saat, Allah dapat menghentikan murid itu dari meniup atau menghirup. Itu artinya bahwa pada setiap detik, dengan baraka Mursyid, yang diambilnya dari Nabi s.a.w., murid akan mengingat Rabbnya dengan setiap napasnya. Kini untuk banyak di antara kita, bernapas adalah sesuatu yang dilakukan tubuh secara otomatis tanpa kesadaran kita. Kita bercakap dan kita bernapas, tanpa sadar. Kita tidak mengingatnya. Ketika kita menyelam dalam laut, barulah kita menyadari, untuk pergi ke permukaan dan mengambil sehirup udara.
Mursyid at-Tazkiyya akan membuat muridnya menyadari bahwa pada setiap saat dia diselamkan dalam sebuah samudera, bahwa energy yang mereka serap atau keluarkan, adalah melalui Qudra Allah. Maka mereka akan ingat pada setiap napas untuk mengatakan “Allah, Allah” ketika meniup dan menghirup, dan mengingat Allah melalui sifat Nya, “Hu, Hu, Hu” atau melalui asmaNya yang lain, tergantung pada waktu hari dan kondisi. Setiap hirupan dan setiap tiupan adalah dengan satu asma Allah. Dengan setiap hirupan terdapat sepuluh malaikat menyertai napas itu, dan sepuluh lagi dengan setiap tiupan. Setiap malaikat diciptakan dengan cahaya yang berbeda dari Nur Allah. Grandshaykh mengatakan bahwa sembilan per sepuluh dari cahaya itu adalah dari Sayyidina Muhammad s.a.w. dan sepersepuluhnya adalah dari Nur Ciptaan. Kita tidak dapat berasal dari Nur Allah; itu tidak mungkin. Kita adalah abdi Allah dan tidak dapat berbagi NurNya. Setiap hirupan dan tiupan adalah dengan sembilan persepuluh Nur Muhammad dan sepersepuluhnya dari bahr al-qudra. Awliya mengatakan bahwa manusia memiliki 24,000 napas dalam 24 jam. Setiap hirupan dan tiupan harus dengan dhikr-ullah. Hanya Mursyid at-Tazkiyya yang dapat meletakkan itu pada lidahmu.
Setiap napas adalah dengan dhikr-ullah, namun kamu lalai (cuek) akan hal itu. Jika kamu mencapai tahap lebih tinggi, kamu akan memiliki kesadaran untuk setiap napas. Sekali kamu mencapai kesadaran tentang 24,000 napas, Mursyid akan menambah kesadaran itu menjadi 700,000 kali per hari. Itu disebut sebagai kekuatan ta’i al-lisan. Mereka memekarkan waktu untuk membuatmu memanggil Rabb mu 700,000 kali, dengan memperpanjang waktu, tanpa membuat waktu itu lebih besar, tetapi dengan menambahnya dengan kekuatan lidah, sebagaimana Allah dapat membuat seluruh dunia melalui lubang jarum tanpa membuat dunia lebih kecil atau lubang jarum lebih besar. Itu adalah dari haqiqat at-ta’i – salah satu dari tujuh kenyataan (haqq) dalam diri manusia.
Kenyataan (hakikat) mengkerutkan jarak adalah dalam jantung manusia. Bagi seseorang yang telah mencapai tahap ini, mereka hanya memerlukan berkata “bismillah ir-rahman ir-raheem” dan dapat berada di sembarang lokasi di bumi dalam sesaat. Bagaimana mereka melakukan hal itu ? Kini kamu bergerak dengan raga fisik kamu. Raga dibatasi oleh hukum fisika dunia, gaya berat, dsb. Ketika kamu bergerak, kamu bergerak dengan kemampuan itu. Kamu menggunakan sebuah kendaraan, seperti sebuah mobil, yang memiliki kekuatan fisik untuk membawamu. Untuk bergerak dengan lebih cepat kamu menggunakan sebuah pesawat terbang. Itu memiliki mesin yang lebih kuat yang akan membawamu. Jadi mengapa kita terheran-heran, ketika kita dapat menerbangi sebuah jarak yang, sebagai contoh, satu abad yang lalu akan memakan waktu tiga tahun untuk mencapainya, katakan dari China ke Mecca? Jika pada waktu itu kamu mengatakan, “Sesuatu akan membawamu lewat udara satu hari nanti,” orang akan mentertawakan kamu. Jadi awliya-ullah menemukan energy yang lebih kuat yang dapat membawamu : energy ruhaniah.
Mobil dan pesawat menggunakan bahan bakar yang berasal dari kedalaman bumi. Itu (sesuatu) dipisahkan (di-isolasi - retret) dari sekeliling dengan dirinya sendiri dan itu menjadi energy, sedang sebelumnya itu adalah sesuatu yang lain, dan Allah tahu apa itu. Ruh terkait dengan surgawi. Jadi Allah tahu energy apa yang ada di dalamnya. Jika seorang awliya mau bergerak, mereka membawa raga dan menaruhnya di dalam ruh dan kemudian bergerak dengan kecepatan ruh. Kemudian ketika mereka sampai di tujuan, mereka mengeluarkan raga dari ruh dan ruh memasuki kembali raga itu. Mengapa kita dapat menerima kenyataan dengan sebuah pesawat, tetapi tidak menerimanya pada kasus raga dan ruh ? Itu memerlukan pondasan/landasan iman kepada hal yang gaib (tak nampak). Awliya menggunakan kekuatan yang sama untuk mengkerutkan jarak.
Energy dapat membawa apapun. Untuk mengangkat sebuah blok besi dua – ton, engkau membawa sebuah crane, dan dengan sebuah mesin kecil, itu dapat mengangkatnya. Mengapa kita memandang bahwa kekuatan ruh sebagai tidak berfungsi ? Kamu dapat memanfa’atkannya, dengan menggunakan kekuatan yang dikembangkan oleh para wali. Ta’i al-lisan adalah mirip dengan ta’i al-makan. Jika kamu mau membuat dhikr 24,000 kali, kamu dapat dengan mengulang-ulang “Allah, Allah” dengan setiap hirup dan tiup. Jika kamu mau membuat dhikr dengan biji tasbih, kamu dapat mencapai, sebagai contoh, 200,000 dengan lidah normal. Tapi untuk mencapai 700,000 kali kamu memerlukan ta’i al-lisan. Dengan kekuataan Mursyid at-Tazkiyya, yang mendapatkannya dari Nabi s.a.w. dia dapat membuatmu mengatakan “Allah, Allah” 700,000 kali dalam satu jam; bagi beberapa murid dalam setengah jam; untuk beberapa lainnya dalam 15 menit, dan untuk beberapa lagi dalam satu menit. Bagaimana itu mungkin? Bagaimana dapat lidah mencapai itu ?
Di bawah lidah, Allah menciptakan urat darah (artery) yang langsung menyambung kepada jantung. Jika kegelapan dihapuskan dari lidah dan jantung, dengan jalan murid berlanjut dalam mengikuti perintah Mursyid, kamu menjadi nurani, dan pada saat itu kamu bukan lagi raga, atau lidah, namun kamu menggunakan Cahaya, yang terkait dengan Surgawi. Segala sesuatu yang menyangkut surgawi dapat melakukan apapun; tiada sesuatu yang tak-mungkin, tiada lagi batasan. Pikiran manusia terkait dengan bumi keduniawian. Tetapi ketika orang menjadi nuriyaaniyoon, itu adalah makna dari hadith Qudsi "Tidak surga tidak pula bumi dapat menampung Aku, kecuali jantung abdi Ku yang beriman". Jantung dalam situasi seperti itu dapat melaksanakan keajaiban (mu’jizat). Jantung (seperti) itu dapat mencapai 7 juta kali “Allah, Allah”, bahkan 70 juta kali. Itu semua diperkenankan bagi setiap manusia, jika dia mau mengikuti awliya-ullah. Allah bersabda : Awliya Ku berada di bawah cungkup (dome) Ku; tiada seorangpun tahu tentang mereka kecuali Aku.
MURSYID AT-TASFIYYA
Mursyid at-Tasfiyya adalah Mursyid tahap ketiga, di atas tahap Mursyid at-Tazkiyyat dan Mursyid at-Tabarruk. Mursyid at-Tabarruk adalah keaulia-an tahap pertama dalam Thariqat Naqshbandi. Tahap kedua adalah, Mursyid at-Tazkiyyat, harus mencakup semua aspects Mursyid at-Tabarruk dan begitu pula Mursyid at-Tasfiyya membawa semua yang dibawa Mursyid at-Tazkiyyat dan Mursyid at-Tabarruk. Semua karakteristik tahap sebelumnya terpantul pada Mursyid at-Tasfiyya ini. Mursyid at-Tabarruk dan Mursyid at-Tasfiyya tidak memiliki perhatian kepada dunya ini.
Mereka itu zahid. Cukup bagi mereka makan sedikit, minum sedikit, dan hidupnya terdiri dari ibadah dan membimbing orang. Mursyid at-Tasfiyya adalah zahid fid-dunya maupun zahid fil-akhira. Itu artinya surga bagi mereka bukanlah tujuannya. Banyak orang memohon surga abadi, jannat al-khuld. Namun surga bukanlah tujuan seorang awliya-ullah; mereka harus sederhana (ascetic). Sasaran mereka hanyalah Al Khaliqu. Apapun selain Allah tiada artinya buat mereka - maa siwallah. Semua yang diciptakan Allah adalah maa siwahu. Allah adalah Sang Pencipta dan semua lainnya adalah ciptaan Nya. Awliya-ullah pada tahap itu tidak tertarik untuk mendapatkan apapun yang diciptakan Allah. Kecintaan mereka hanya kepada Nya, dan bagi mereka akhira tidak berbeda dari dunya. Untuk kita, akhira adalah harapan kita dan sasaran kita. Untuk mereka Allah adalah harapan mereka dan sasaran mereka.
Nabi berkata saw : "Setelah orang-orang diadili dan dikirimkan ke surga dan neraka, Allah akan muncul bagi beberapa orang di surga [Dia akan menampakkan Diri, turun]. Harapan awliya ini hanyalah Allah – tiada lainnya. Seluruh perhatian (focus) melalui jantungnya tidak dapat kepada selain Allah S.W.T.. Jika sesaatpun Cahaya mereka tertuju kepada selain Allah, mereka akan disingkirkan sepenuhnya dari Hadhirat Ilahi. Dan jika Allah S.W.T. mengungkapkan kepada wali itu apapun dari gaib tahap tinggi, derajat, keadaan dan pengetahuan, dia tidak boleh melihatnya. Dia harus tetap mempertahankan konsentrasinya untuk mencapai pintu Rabb nya.
Salah seorang dari Mursyids demikian itu, Bayazid al-Bistami, yang lebih tinggi dari tahap itu, selalu melihat ke depan tidak pernah melihat ke belakang, ke kanan atau ke kiri. Dia mencapai tahap di mana dia mendengar suara dari arah Hadhirat Ilahi. Dia berkata, “Ya Rabbi, bukalah untukku pintu Mu. Ini adalah harapan ku, ‘ishq – ku. Bukalah untukku pintu Mu.” Dan dia mendengar sebuah suara : “Ya Bayazid. Pintu Ku tidak dapat dibuka sampai kamu menjadi abdi dari abdi Ku, mazballatan lil‘ibad untuk ciptaan lainnya – sebuah tong untuk sampah mereka. Barulah Aku akan membuka untukmu pintuKu.”
Grandshaykh tidak diminta untuk menjadi tong sampah bagi dirinya, namun menjadi tong sampah orang yang paling hina yang ditemuinya. Engkau dapat menjadi tong sampah bagi ayahmu, ibumu, isterimu, saudaramu atau temanmu, tetapi untuk seorang asing yang tak kamu kenal ? Dan saya yakin bahwa tidak seorangpun menerima menjadi tong sampah bagi ayah atau ibunya. Dia bahkan tidak setuju bahwa dia adalah sampah. Dia berpikir dia memiliki pikiran paling cemerlang dan semua lainnya adalah dungu, idiot. Bahkan anak-anak ini sibuk kesana kesini berpikir bahwa mereka lebih tinggi pikiran (intelligence) mereka dari orang dewasa. Mereka ingin mendidik kita ! Kita tidak akan masuk ke dalam cerita begitu, tetapi apa artinya “memikul beban abdi Ku”.
Mengapa Sayyidina Muhammad datang sebagai seorang “rahmat bagi ummat manusia”? Karena dia memikul beban ummatnya. Wa innaka la‘ala khuluqin adheem. “Engkau adalah (seorang) dengan karakter lebih tinggi.” Itu adalah karakter (akhlaq) terbaik. Ketika Nabi Muhammad s.a.w. dilukai dia tidak membalas, padahal dia memiliki kekuatan untuk membalas dan dia tidak lakukan dan bahkan dia mema’afkan, wa innaka la‘ala khuluqin ‘adheema, dia adalah seorang yang paling rendah hati (most humble). Dia adalah tertinggi, tetapi dia memperlihatkan dirinya sebagai yang paling rendah.
Sekarang orang zaman ini secara salah mengatakan, ana basharan mithlukum, bahwa Nabi s.a.w. hanyalah raga, daging dan ruh. Faktanya adalah, Allah membuatnya paling tinggi, namun Nabi membuat dirinya pada tahap yang sama dengan semua orang. Ketika menjadi manusia terhebat, dia menundukkan kepalanya, dan dia tidak menengadahkannya. Apakah kamu saling memikul beban? Tidak. Jadi mengikuti jalan awliya-ullah, ketika dia melewati semua beban itu, Shaykh Bayazid al-Bistami meminta kepada Allah S.W.T., “Jadikanlah tubuhku sebesar neraka, sehingga tidak seorangpun yang masuk neraka kecuali aku.” Dan dia sangat tulus dalam du’a-nya itu. Dia seratus persen jujur dalam permohonannya itu. Sasaran Mursyid at-Tasfiyya hanyalah Allah : ilahi anta maqsoodi wa rida’ ka matlubi.
Ketika pintu itu terbuka bagi Mursyid at-Tasfiyya, pada saat itu Allah akan mengungkapkan kepadanya segala sesuatu yang tertulis di lawh al-mahfoudh. Ketika al Qur’an diungkapkan kepada Nabi s.a.w., itu dipindahkan dari lawh al-mahfoudh ke bayt al‘izza. Ketika seorang Mursyid mencapai tahap itu, dia akan dapat mengetahui rahasia al Qur’an yang diungkapkan kepada Nabi. “Tasfiyya” berarti meninggalkan segala sesuatunya. Sebuah contoh, jika sebuah toko melelang barangnya karena mau tutup usaha, dan semua butir barang dalam toko itu diuangkan. Ketika seorang abdi sejati Allah mencapai tahap itu, Allah S.W.T. akan membuka segala sesuatunya kepadanya. Dia memberikan abdi begitu itu kuasa untuk menarik para pengikutnya tanpa mengatakan sepatah katapun hanya melalui jazbat, daya tarik melalui mata.
Terdapat banyak awliya masa kini dan banyak yang telah meninggal dunia. Orang mengunjungi kuburan mereka dan merasakan jazbat mereka. Hal sama dapat terjadi kepada awliya yang masih hidup, yang dapat menarikmu kepada mereka tanpa melakukan apapun, karena kuasa itu dikaruniakan Allah melalui Nabi s.a.w., dan berada dalam jantung mereka. Allah S.W.T. memberikan Mursyid itu sebuah kekhususan untuk melihat kepada pengikutnya. Setiap abdi telah dibentuk (molded), ketika dia dilahirkan ke dunia ini dan orang tuanya membesarkannya. Mereka dibentuk dengan 800,000 kebiasaan (adab) buruk yang berbeda-beda, yang tak dapat dihitung! Kamu tak dapat menghitung 800,000 adab burukkan? Tentu saja tidak dapat.
Terdapat 800,000 titik spiritual diletakkan pada selebar tubuh fisik, masing-masingnya memiliki karakteristik buruknya sendiri, nafsu buruk dari ego. Masa kini, praktisi pengobatan tradisional dan alternative mengenali bahwa raga fiisik memiliki tiga ratus enam puluh titik penyembuhan. Tetapi dalam realitas, terdapat 800,000 titik tekan spiritual melalui mana awliya-ullah membersihkan karakteristik buruk kita. Tanpa membersihkan dulu 800,000 titik ini, tidak dapat seseorang dihadapkan kepada dan mengalami spiritualitas Sayyidina Muhammad s.a.w. atau komunikasi dengan jantungnya, bahkan tasabih al-malaikat pun tidak dapat kita dengar. Mursyid at-Tasfiyya dikaruniai kuasa untuk membersihkan 800,000 karakter buruk itu. Tujuh ratus amal terlarang akan membawa kamu kepada 800,000 karakter buruk, dan awliya-ullah dapat menarik / menolong mereka dari keburukan itu.
Dengan lidah kamu tidak dapat membuat klasifikasi karakter buruk ini (vokabulari tidak cukup). Mursyid at-Tasfiyya mencabuti karakter buruk itu seperti sebuah saringan, mengayak biji-bijian sampai tinggal karakter baik saja. Lagipula, Allah membuat Mursyid at-Tasfiyya untuk selalu hadir dengan para wali yang telah meninggalkan dunia fisik ini, begitu juga mereka yang masih tinggal di dunia ini. Semua wali terhubung dengannya setiap saat, memberinya masukan apa yang mereka miliki dan apa yang mereka kerjakan, karena dia adalah seorang yang tertinggi. Dia dapat memantau muridnya 12,000 kali sehari. Setiap kali dia memandang muridnya dia mengiriminya kebijaksanaan, nasihat untuk mengerjakan kebaikan. Jangan mengira itu terlalu banyak ! Mereka itu langka, seperti sebuah berlian.
Beberapa Muslim, khususnya yang dibesarkan di U.S., tidak mengetahui apapun tentang awliya-ullah atau tentang karamat. Sungguh disayangkan, sebagian besar Muslim di seluruh dunia telah dicuci otak dari warisan Islam sejati dan ajaran tradisi dan praktek Islam oleh doktrin Wahhabi. Semoga Allah melindungi kita dari ideologi atau mentalitas yang demikian itu ! Begitulah kuasa dan jangkauan ilmu Mursyid at-Tasfiyya, bahwa dari setiap kata dalam al Qur’an, sedikitnya dia dapat memungut sembilan belas makna. Sa-usleehi saqar. La-wahatan lilbashr. ‘Alayha tis‘at ‘ashr. “Segera kami akan melemparkan dia ke neraka. Diatasnya adalah sembilan belas. Dan kami tidak menempatkan kecuali malaikat yang menjaga neraka.” Sembilan belas ini adalah malaikat khusus, penjaga neraka. Mereka (malaikat) itu besar sekali dan sangatlah kuat.
Mursyid at-Tasfiyya juga memegang kunci bagi mujizat (miracle) pribadi untuk setiap murid. Untuk setiap murid terdapat sebuah rahasia dalam al Qur’an, disebutkan sebagai : as wa laa yaabis wa laa ratbin illa fee kitabin mubeen. Mursyid tahu mana dari kalimat al Qur’an yang didisain untuk menghentikan kamu dari jatuh kedalam kegelapan dan dilemparkan ke dalam neraka, yang dijaga oleh sembilan belas malaikat. Dia akan memberimu awrad (wirid) itu untuk dibaca setiap hari.
Mursyid at-Tasfiyya mengetahui awrad yang dibuat khas untuk dirimu; untuk alasan inilah kamu memerlukan seorang wali. Jika seseorang merangkai sebuah kalimat dibuat dari kode yang salah, itu tidak akan efektif (memberi hasil). Mursyid at-Tasfiyya dapat merangkai dari al Qur’ an dan hadith an-nabi bacaan untuk membersihkan kamu dari karakter buruk pribadimu yang akan membawamu ke neraka, jika mereka tidak dibuang. Terdapat lima ratus ma‘muraat dan delapan ratus perbuatan terlarang. Mursyid at-Tasfiyya akan membimbingmu kepada lima ratus perintah itu dan membimbingmu untuk mencegah kamu jatuh kepada delapan ratus perbuatan terlarang, kesemuanya dengan satu kata tunggal yang ditugaskan bagimu untuk membacanya dari al Qur’an; untuk setiap pribadi sebuah kata yang berbeda.
Karakter lain yang diberikan Allah kepada Mursyid at-Tasfiyya : dengan pengamatannya kepada alam semesta dia akan menarik / mencabut dari setiap planet tiga puluh lima tanda yang berbeda-beda tentang Hu Ahad Allah S.W.T. Dari setiap sembarang planet dia memandang dengan pandangan spiritualnya, dia akan menurunkan /menyadap tigapuluh lima tanda spiritual dari Hu Ahad Allah. Lebih jauh, dia dapat menanam tanda-tanda yang berbeda-beda ini ke dalam lima tingkatan jantung qalb, sirr, sirr-as-sirr, khafa, dan akhfa. Ketika kamu mengatakan la ilaha ill-Allah – bacaan itu akan mengambilmu lewat lidah dan jantung, qawlan wa fi‘lan, dimana kamu akan dibuat mengamati HU Ahad Allah S.W.T. Allah memberikan Mursyid at-Tasfiyya kuasa mujizat penampakan spiritual ini yang lebih kuat dari penampakan mata fisiknya. Qutb zaman itu akan berada di bawah authoritasnya.
Allah memberikan Mursyid at-Tasfiyya kuasa untuk membaca pada setiap tiupan napas dan setiap hirupan napas 700,000 kali “Allah, Allah”. Dia memiliki ‘ilm al-yaqeen, ‘ayn al-yaqeen, haqq al-yaqeen, dan la rayba feeh. Kesemua yang telah kita gambarkan tentang Mursyid at-Tasfiyya tadi hanyalah sekedar pandangan selintas saja dari maqam dan kuasanya.
MURSYID AT-TARBIYYA
Tahap tertinggi dari irshad bagi ulama dalam membimbing ummah adalah Mursyid at-Tarbiyya, “al-‘ulama warithat al-anbiya.” Semua ilmu awliya hanyalah setetes saja dari Samudera Ilmu Nabi s.a.w., yang dibukanya untuk semua awliya. Dari awal hingga akhir itu hanyalah setetes dari Samudera, jadi bayangkan saja apa yang diberikan Allah S.W.T. kepada Nabi s.a.w.
Tulisan serial ini adalah tentang awliya Thariqat Naqshbandi. Mereka yang mendapat kesempatan untuk berjama’ah dengan mereka memiliki kesempatan untuk mendapat manfa’at dari mereka. Mereka yang tidak memiliki kesempatan itu atau belum mengambil bay’at‘ dengan salah satu mursid demikian itu telah kehilangan kesempatannya. Suatu kali Grandshaykh Sharafuddin membahas apa yang dikirimkan awliya. Pada majelis itu terdapat ribuan, kadang-kadang ratusan ribu murids dalam jema’ahnya. Satu malam mereka duduk dan seorang asing datang. Shaykh Sharafuddin memandang kepada jantungnya dan mengamati bahwa orang itu tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh manfa’at ajaran luhur yang umumnya datang dalam majelis yang demikian itu.
Untuk mencegah majelis itu jangan sampai turun tahap (maqam)nya dan agar supaya mempertahankan itu pada tahap tinggi, dia berkata, “Wahai anakku. Aku sedang memikirkan kamu.” Dia tidak mau menyia-nyiakan waktu murid dengan berbicara pada tahap (maqam) rendah atau dengan mendapat pertanyaan (dari orang yang baru datang itu), dst. Yang akan mengganggu aliran informasi. Shaykh Sharafuddin memiliki sebuah jubba sebagai hadiah kepadanya dari Sultan Abdul Hamid. Jubba itu didekorasi dengan tujuh ratus ribu keping emas, penuh dengan rajutan benang, dsb. Dia ingin menunjukkan kepada muridnya bahwa dia tidak memiliki ikatan kepada jubah itu dibanding dengan nilai dari majelis itu, dan dia berikan jubba itu kepada orang asing itu. Orang asing itu sangat bergembira, dan pada saat yang sama khawatir bahwa shaykh itu akan mengambil (jubba) itu kembali, maka dia pamit secepatnya. Itulah sebabnya suhbat seperti itu hanyalah bagi pengikut ahl as-sunnah wal-jama‘at yang berpegang teguh pada setiap sunnah dan pemahaman hakikat spiritual.
Kita menjelaskan sebelum ini tiga macam Mursyid : tabarruk, tazkiyya, dan tasfiyya. Tiga tahap yang berbeda ini dapat saja terjadi di tariqat manapun. Mursyid tariqat manapun dapat mencapai tiga tahap ini. Namun tahap Mursyid at-Tarbiyya hanya terdapat di tariqat Naqshbandi. Allah telah menganugerahkan (tahap) itu kepada tariqat Naqshbandi. Tahap apapun yang dicapai para mashaykh tariqats lainnya itu, mereka hanya mencapai tahap Mursyid at-Tasfiyya. Namun mereka yang Naqshbandi dan telah mencapai tahap tarbiyya telah melewati tiga tahap yang digambarkan sebelumnya itu. Mursyid at-Tarbiyya, pembimbing yang menaikkan murid, agar supaya mencapai tahap itu dia harus mencapai tahap ijtihad, al-ijtihad al-mutlaq (absolute).
Bukan hanya dalam shari’ah, tetapi juga dalam haqiqat. Dalam bahasa Arab hal itu adalah sama dengan, tawkeel al-shamila, kuasa mewakili (the power of attorney). Terdapat power of attorney umum (general) dengan kuasa khusus, dan kuasa yang lebih luas, terdapat pula power of attorney lengkap (complete). Dan di atas itu, dalam tradisi Arab kita, terdapat wakalat shamila kamilat mutlaqa: power of attorney umum, lengkap dan tak-berakhir. Dalam Islam, Hukum Ilahiah yang kita ikuti, shari‘ah, ditujukan kepada situasi kehidupan secara luas, pikiran terbuka. Kita dapat berpisah dan kemudian bercerai tanpa kembali kepada pasangan kita, tanpa berbicara kepadanya. Kita dapat mengawini seseorang yang tidak hadir (in absentia), dan berkumpul dengan pasangan itu pada waktu kemudian.
Jadi Mursyid at-Tarbiyya ini diberikan kuasa umum, lengkap dan tak-berakhir dalam membuat putusan juristik shari‘ah, maupun putusan dalam hal hakikat. Ini adalah Mursyids yang dimaksud Allah dalam sabdaNya, rijaalun sadaqu ma ‘ahadallahu ‘alayh; mereka mendapat kepercayaan penuh Allah. Grandshaykh, semoga Allah mensucikan ruhnya, berkata terdapat sembilan awliya yang du’a-nya akan diterima Allah dan merubah apapun yang mereka minta dari (yang tercantum dalam) lawh al-mahfoudh. Mujtahid mutlaq in shari‘ah dan haqiqat.
Ketika Grandshaykh ditanya oleh Grandshaykh-nya, Shaykh Sharafuddin, untuk menerima tahap irshad seperti itu oleh shaykh-nya, dia berkata, “Jika engkau bertanya saya menjawab tidak.” Shaykh Sharafuddin berkata, “Ini adalah perintah dari Nabi s.a.w..”
Grandshaykh berkata, “Jika itu adalah perintah, ala raasee wal-ayn. Tetapi kalau itu hadiah (pemberian), maka saya tidak menerima tanggung jawab seperti itu. Saya tidak menerima, kecuali dengan satu syarat.” Malam itu dalam pertemuan awliya dalam majlis nabi-nabi, Grandshaykh Sharafuddin mendiskusikan situasi itu dengan Nabi s.a.w.. “Dia tidak menerima, kecuali dengan satu syarat.” Nabi berkata, “Tanyakan apa syaratnya.” Hari berikutnya dia mendatangi murid-nya, dan mengikuti perintah Nabi s.a.w., Shaykh Sharafuddin bertanya kepada Shaykh Abdullah apa syaratnya. Shaykh Abdullah menjawab, Dalam masa kini terdapat begitu banyak kegelapan, kebodohan (ketidak-pedulian), kebohongan, penghianatan, racun, dan penipuan.
Dalam kegelapan seperti itu yang hadir pada masa kini, tidaklah cukup setahun atau limabelas tahun atau seratus tahun untuk mencapai keberhasilan spiritual tahap manapun. Mereka bahagia dalam majlis saya. Tetapi begitu mereka berjalan keluar pintu, nafsu buruk akan menyeret mereka ke bawah lagi. Jadi mengapa membuang waktu saya, jika lebih baik membaca awrad saya sendirian.” Shaykh Sharafuddin berkata, “Jadi apa yang kamu kehendaki ?” Shaykh Abdullah berkata, “Saya menginginkan sebuah hadiah dari Nabi s.a.w., bahwa barang siapa duduk dalam majlis saya, mendengarkan pembicaraan saya, tanpa melakukan apapun atas prakarsanya sendiri, saya mohon izin untuk mengangkat dia kepada tahap saya. Tidak hanya itu, jika saya berbicara tentang wali yang manapun dalam majlis saya, wali manapun yang saya sebut, saya menghendaki murid-murid saya diberi perkenan mendapatkan tahap wali itu. Jika tidak, saya tidak memerlukan (jabatan – tahap) itu.” Kamu lihat tahap Mursyid at-Tarbiyya? Dia tahu bahwa kita tidak akan mendapatkan apapun dengan upaya kita sendiri. Seperti seorang ayah dengan anaknya, dia menanggung seluruh tanggung-jawab. Bahkan ketika mereka telah dewasa dan hilir mudik di jalanan, orang tua akan berbuat terbaik untuk anak mereka.
Grandshaykh Sharafuddin berkata, “Saya akan tanyakan.” Dalam diwan al-awliya Shaykh Sharafuddin berkata, “Abdullah Effendi menyampaikan syarat demikian.” Nabi s.a.w. berkata, ana raadi, anaa raadi, ana raadi “Saya terima! Saya terima! Saya terima!” dengan tangannya diletakkan di dada (jantung)nya. Dan dia menambahkan, “Tak seorang walipun sebelum ini yang memohon kepada saya seperti itu untuk murid-muridnya.”
Itu berarti Nabi s.a.w. tidak menunggu kita untuk maju (progress) dalam tariqat, karena dia tahu kita tak dapat berbuat apa-apa pada waktu ini. Kita adalah mujtahidin mutlaq, yang berarti tidak seorangpun dapat membuat sebuah deduksi (kesimpulan khusus) ketetapan juristic dari shari‘ah atau haqiqat kecuali Mursyid at-Tarbiyya; dia adalah yang tertinggi. Di atas kuasa itu, dia harus jauh mendalami dan mendapatkan hakikat dan kepastian (certainties), dan mendapatkan pengakuan kebenaran (authenticated) bagi semua ilmunya dan mendapatkan konfirmasi/pembuktian dari semua ilmunya yang berada dalam kawasan ‘ilm al-yaqiin, ‘ayn al-yaqiin dan haqq al-yaqiin.
Tahap Mursyid ini mirip dengan saluran digital yang kini kita miliki (dalam bidang komunikasi), multiplexed dari satu satellite, signals yang dapat dilihat dan didengar serentak, dan bukan maya namun sangat nyata, dengan kepastian lengkap. Mursyid at-Tarbiyya itu tidak sedang mengalami imaginasi atau illusi, namun sesungguhnya hidup dalam waktu atau tempat itu, dengan memiliki kapasitas pendengaran dan penglihatan mutlak (paling tinggi yang dapat dimiliki manusia). Mursyid itu hadir di semua kenyataan sebagaimana dia hidup di masa lalu, masa kini dan bahkan masa datang, sampai saat Hari Pengadilan. Allah S.W.T. mengkaruniakan kepadanya lima elemen yang berbeda dari Irshad:
1. Asuhan Allah (inayatullah)
2. Asuhan Nabi, penampakan dan dukungan (inayat an-nabi)
3. Asuhan para pembimbing terdahulu dan penampakan (vision) (inayatanmin al-Mursyidiin al-idham)
4. Asuhan grandshaykh nya (inayat al-Mursyid)
5. Asuhan dan penampakan dari dua malaikat di pundak/bahu kanan dan kiri (inayat Kiram Katabiin)
Mursyid ini diperkenankan mengetahui semua rincian dari Hari Perjanjian, ketika ruh ditanya, “Bukankah Aku Rabb-mu?” Mereka berkata, “Ya.” Allah bertanya kepada ruh “Siapa Aku dan siapa kamu?” Ruh menjawab, “Engkau adalah Rabb kami dan kami adalah abdi Mu.” Pada saat itu Allah merencanakan semua hal yang semua orang harus lakukan dalam hidupnya sebagai tanggung jawabnya. Itu adalah ‘alam al-meethaq – Dunia Perjanjian. Pada saat itu, Mursyid at-Tarbiyya berada di sana dan mengetahuinya secara rinci dan ketika dia datang ke dunia dia masih ingat saat itu dan rinciannya. Berapa orang Mursyid at-Tarbiyya datang sejak masa Nabi s.a.w. hingga sekarang? Allah memberinya ilmu dari semua awliya-ullah, dari sejak saat Sayyidina Adam sampai kepada Hari Pengadilan, dengan nama dan ilmu mereka. Ini adalah kunci khusus seorang Mursyid at-Tarbiyya. Para shaykh adalah pewaris para Nabi. Bukan ulama masa kini mereka itu juhala – ignoramuses (cuek – dungu). ‘Ulama adalah salih dan bersungguh, memiliki kedua-dua ilmu : ‘ilm ash-shari‘ah (hukum) dan ‘ilm al-haqiqat (spiritualitas).
Karakteristik lain yang diberikan kepada Mursyid at-Tarbiyya oleh Allah adalah perubahan apapun yang terjadi pada Preserved Tablet (lawh al-mahfoudh), dia tahu tentang itu. Sedang untuk 24,000 napas setiap murid, Mursyid itu akan tahu status muridnya dan tahap (maqam) dari setiap napas ini. Metabolism, pernapasan, tahap kimiawi, reaksi syaraf, dan buluh capillaries terkecil, dia menyadari setiap dan masing-masing perubahan di dalamnya. Jika kamu menaruh capillaries (yang lebih kecil dari sehelai rambut) dalam satu garis, mereka mencapai jarak dari bumi ke bulan. Terdapat tiga trilliun sell dalam tubuh. Mursyid at-Tarbiyya itu menyadari kesemuanya. Semua keterangan ini, kemampuan dan kuasa datang dari setetes Samudera Nabi s.a.w.
Orang masa kini bermain-main di dunya ini. Itulah sebabnya ketika mereka mulai menyadari hakikat ini mereka meninggalkan perhatian mereka terhadap dunya ini. Hanya satu kali menyelam kedalam Samudera Hakikat ini telah mendatangkan kebahagiaan cukup bagi mereka, dalam hidup ini dan di Kehidupan Abadi. Mursyid at-Tarbiyya harus tahu sumber kehidupan murid-nya, ilmu murid-nya di dunya, dan kondisi tubuh murid itu dari sejak diciptakan hingga pada Hari Pengadilan. Dia harus mengetahui setiap huruf Arab, yang berada di lawh al-mahfoudh, karena itu adalah lughat ahl al-jannat. Apapun yang tertulis di sana, dia harus tahu berapa huruf dituliskan dari awal hingga akhir. Bukan (hanya) dua puluh tujuh huruf dari alphabet, namun setiap huruf sebagaimana muncul di lawh al-mahfoudh, satu demi satu, dianggap sebagai sebuah huruf tunggal (individual).
Bihurmat al habiib wa bi hurmat al-Fatiha.
© Copyright Sufilive.
This transcript is protected by International Copyright Law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu Khayr.
Post a Comment Blogger Disqus