Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (q)
Mengapa sebagian orang disebut mukmin?
Karena mereka percaya dengan yang gaib, tidak terlihat. Ketika Nabi (saw) datang dan berkata, “Percayalah kepada Allah (swt),” begitu juga Nabi ‘Isa (as) dan Nabi Musa (as) ketika mereka datang.
Yakinlah terhadap hal-hal yang gaib karena jika hal itu sudah terlihat bukan lagi menjadi kepercayaan tetapi merupakan bukti.
Saat itu kalian menerimanya karena kalian melihat sesuatu, dan ini tidak diterima.
Apa yang dikatakan oleh Syekh, jangan ditanggapi dengan berkata, “muhaqqaq” atau “benar!” dengan lidah kalian. Hati kalian yang harus menerimanya. Jika hati kalian tidak menerimanya, kalian tidak akan mendapat apa-apa. Kita harus memperlihatkan kepada Syekh, yang tahu bagaimana kita tidur dan bahkan saat kita tidur, bahwa kita benar-benar mempercayainya. Apakah kalian pikir bahwa Syekh itu seperti kita? Hasha! (bahasa Turki yang berarti Hush!). Suatu ketika Grandsyekh berkata, “Jika seekor semut yang berada di Barat sedang bergerak di atas permukaan batu yang lembut sedangkan aku berada di Timur, maka aku dapat mendengar langkah-langkahnya bagaikan mendengar suara guntur.” Dan beliau berkata, “Kami, para awliya Naqsybandi—dapat mendengar dan merasakan gerakan semua murid-murid kami, apapun yang mereka kerjakan, itu akan terdengar sejelas guntur! Jagalah kehormatan kalian ketika kalian tidur dengan istri kalian, sebab kami mendengar dan melihat segalanya.”
Kita semua berada di bawah Syekh yang sama, dan Syekh itu memegang seluruh kekuatan sebelum diserahkan kepada Imam Mahdi (as). Jika kalian tidak mengetahuinya, kami mengetahuinya. Seluruh kekuatan yang diberikan oleh Nabi (saw) kepada para awliya telah ditarik dari tangan mereka dan diserahkan kepada Mawlana Syekh Nazim (q).
Wali-wali yang lain tidak bisa menggunakannya tanpa keajaiban atau mukjizat, namun Nabi (saw) tidak lagi berkenan untuk menunjukkan suatu mukjizat di zaman sekarang ini. Beliau menginginkan, seperti yang terdapat dalam hadits, bahwa korupsi dan kezaliman menguasai dunia ini. Jika kalian menggunakan mukjizat, kalian akan menghilangkan korupsi itu, tetapi korupsi itu telah mencapai puncaknya. Itulah sebabnya Mawlana selalu bersabar dan lebih bersabar. Bila kalian melihat beliau yang sesungguhnya, pada saat itu kita semua akan terlarut, seperti garam yang terlarut dalam air. Oleh sebab itu jagalah kehormatan terhadap Syekh dalam hati kalian.
Kalian berada dalam pengawasan Syekh selama 24 jam. Kalian tidak akan bisa keluar dari pengawasannya. Beliau melihat kalian. Beliau melihat kalian ketika kalian pergi ke sana ke mari. Tetapi ini masih belum apa-apa, beliau dapat mengetahui rahasia yang terlintas dalam benak kalian dan rahasia yang kalian simpan dalam hati kalian seolah-olah bagaikan suara guntur. Tinggalkan ini juga: dalam setiap hati orang terdapat 5 level. Level pertama adalah Maqamul Qalb, maqam hati. Setan dapat memasuki level ini dan mengerti apa yang kalian lakukan, inilah sebabnya kadang-kadang kalian mempunyai pikiran yang buruk. Kalian terganggu ketika sedang salat, kalian dicurangi dalam bekerja atau merasa curiga…
Ada level yang lebih tinggi: Maqam Rahasia (sirr). Sekarang terdapat perbedaan yang nyata antara kesadaran dan bawah sadar. Yang kedua adalah yang kalian letakkan jauh dalam lubuk hati kalian di mana kalian menguburkan segala hal. Terdapat suatu ekspresi ilmiah untuk maqam kedua di dalam hati ini, ia dapat mengenal informasi, dan Allah (swt) telah memberi suatu rahasia kepada setiap umat manusia. Kita telah diciptakan dengan kemuliaan dari Allah (swt), kerena Dia menciptakan kita dengan 3 cahaya, cahaya Allah (swt), cahaya Nabi (saw), dan cahaya Adam (as).
Umat manusia adalah umat yang mulia. Mereka diciptakan dengan kesempurnaan. Allah (swt) berfirman, “Wa laqad karramna bani adam,” “Aku telah memuliakan umat manusia,” [al-Isra, 17: 70]. Dengan kemuliaan seperti apa? Kesempurnaan dalam ciptaan. Dalam banyak hadits, Nabi (saw) menuturkan tentang Allah (swt) dalam hubungannya dengan umat manusia, “Aku melihat Tuhanku datang kepadaku dengan tersenyum.” Tidak berarti bahwa Dia termasuk umat manusia, tetapi itu berarti bahwa umat manusia diciptakan dengan sempurna.
Tidak ada yang tahu dengan rahasia apa Dia telah menganugerahkan cahaya yang Dia tanamkan dalam hati kalian. Itulah yang ingin dikemukakan dalam ajaran-ajaran Tarekat Naqsybandi. Syariat mengajarkan kalian dasar-dasar memerangi setan dan mengeluarkannya dari dalam hati kalian. Tarekat menjaga syariat dan menuju ke tingkat yang lebih tinggi—untuk menyarikan rahasia yang telah diberikan oleh Allah (swt) kepada kalian. Ini menjadi tanggung jawab Syekh dan tidak dapat diberikan kepada kalian tanpa melalui khalwat. Syekh dapat mengetahui dan mendengar apa yang terjadi dalam tingkat kedua ini.
Maqam ketiga adalah Rahasia dari Rahasia (sirr as-sirr), kemudian muncul maqam keempat yaitu, Yang Tersembunyi (khafa) dan maqam kelima Yang Paling Tersembunyi (akhfa). Tak seorang pun dapat memasuki maqam ketiga kecuali para guru Tarekat Naqsybandi. Guru-guru dari 40 tarekat yang lain hanya dapat memasuki tingkat kedua saja. Tak seorang pun kecuali Nabi (saw) yang dapat memasuki maqam keempat dan maqam kelima hanya diketahui oleh Allah (swt) sendiri, yang mengetahui bagaimana Dia telah memberi kemuliaan kepada umat manusia.
Lihatlah, umat manusia adalah umat yang mulia. Tidak ada diskriminasi dalam pandangan Allah (swt) di tingkat tersebut, tidak ada Muslim, Kristen, Yahudi, Buddha, dan Hindu. Yang ada hanyalah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin,”
“Kami telah mengutusmu sebagai rahmat bagi umat manusia,” [al-Anbiya, 21: 107].
Tidak ada perbedaan dalam tingkatan itu.
Diskriminasi berasal dari kita. Kitalah yang berkata, “Mereka Yahudi, mereka Kristen,” orang Kristen berkata, “Mereka muslim, mereka Yahudi,” tetapi tidak ada istilah itu dalam pandangan Allah (swt). Yang ada hanya umat manusia—titik.
إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
In kullu man fi 's-samaawaati wa 'l-ardhi illa atii ar-rahmani 'abda
"Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba." [19:93]
Kalian tidak diperkenankan untuk berbicara tentang keburukan saudara-saudari kalian! Kalian akan mencampuri penilaian Allah (swt). Padahal kalian bukanlah penilai, Allah (swt) adalah Sang Penilai. Oleh karena itu jangan mencampuri jalan Allah (swt) dengan memberi penilaian kalian. Allah (swt) tidak akan bertanya tentang penilaian kalian di Hari Pembalasan nanti.
Jika Allah (swt) berkata, “Aku ingin menempatkan setiap orang di surga,” siapa yang dapat berkata kepada-Nya, “Apa yang Engkau lakukan?” Dan jika Dia berkata, “Aku ingin menghukum semua orang,” siapa yang dapat berkata kepada-Nya, “Apa yang Engkau lakukan?” tidak seorang pun yang bisa. Dan apakah kalian berpikir bahwa Allah (swt) telah menciptakan kita untuk dihukum? Apakah Dia termasuk pendendam, Dzat yang menyukai balas dendam atau memberi hukuman? Dzat yang menciptakan hamba-Nya untuk disiksa? Apakah kalian menerima pandangan ini? Ini mustahil. Allah (swt) Maha Penyayang, Dia menjaga kasih sayang-Nya terhadap semua hamba-Nya. Nabi (saw) berkata, “Saat yang paling indah dalam hidupku adalah ketika Allah (swt) memanggilku dengan nama, ‘hamba’ atau ‘budak’—`abd—dan Dia berkata, ‘Ke marilah hamba-Ku.’
Mawlana Syekh Nazim (q) mengajarkan kita untuk menjadi hamba-Nya yang baik. Mengapa kita tidak menerima dan mematuhinya? Kita datang ke sini selama berjam-jam, siang dan malam, untuk mendapat sesuatu. Segala sesuatu yang ingin kita dapat tergantung pada penghambaan kita. Beliau mengajarkan kita untuk menjadi pelayan, bukan untuk menjadi—seperti yang beliau bilang kemarin—perkasa! Sebutan Perkasa adalah milik Allah (swt). Kita semua adalah hamba. Lebih jauh lagi, kita adalah hamba yang lemah dan tidak berdaya. Kita tidak bisa mengerjakan apapun. Inilah sebabnya Allah (swt) memberi Nabi (saw) syafaat/perantaraan, dan Nabi (saw) bersabda, “Syafa’ati li ahlil kaba’iri min ummati,” “Syafaatku adalah untuk para pendosa di antara umatku,” (Ahmad, at-Tirmīdzī, Abū Dāwud, at-Tabarānī, Khatīb, al-Bayhaqī, Hākim, as-Suyūtī).
Kita lemah dan tidak sempurna, tetapi kita harus mengajarkan diri kita untuk menerima apa yang dikatakan oleh Syekh dan untuk mengkilapkan hati kita.
Syekh tidak tergantung pada kita. Mereka tergantung pada kekuatan yang telah diberikan Allah (swt) kepada Nabi (saw), dan yang telah diberikan oleh Nabi (saw) kepada mereka. Inilah sebabnya Allah (swt) mengatakan, “Datanglah kepada-Ku satu langkah, Aku akan datang kepadamu 99 langkah.” Datanglah kepada Syekh satu langkah, dan beliau akan berlari mendatangimu 99 langkah. Bila kalian tidak berusaha untuk mendekatinya walaupun hanya satu langkah, bagaimana beliau datang kepada kalian? Beliau tidak akan datang. Kalian harus menunjukkan kemajuan dalam hati kalian.
Grandsyekh memerintahkan setiap orang untuk berkhalwat, namun dalam konteks ini kita harus mengerti. Setiap orang harus mengajari dirinya sendiri untuk menyemir hatinya. Kita tidak dapat berkhalwat sekarang. Kita semua adalah pendosa dan tidak seorang pun benar-benar mempunyai niat dalam hatinya untuk berkhalwat. Dengan alasan itu terdapat cara lain. Mawlana Syekh Nazim (q) telah memberikan jalan bagi kita untuk mendekatinya dengan cepat. Sebagian orang mengendarai keledai, yang lain dengan kuda, beberapa orang dengan mobil, pesawat, dan ada juga dengan roket. Makin cepat mereka pergi, makin cepat kalian bisa mendekatinya.
Grandsyekh berkata, “Aku akan mengajarimu suatu cara untuk mendekatiku dengan sangat cepat. Kapan pun kalian datang dan duduk dalam suatu asosiasi, atau ketika kalian salat di malam hari, atau siang hari, atau ketika berzikir, atau membaca al-Qur’an atau Hadits, atau melakukan hal yang lain, ketika kalian duduk, bacalah:
Nawaytul arba’in... Aku berniat selama 40 (hari) Nawaytul i’tikaf... Aku berniat iktikaf (mengasingkan diri) Nawaytul khalwa... Aku berniat untuk berkhalwat (pengasingan diri) Nawaytul ‘uzlah... Aku berniat beruzlah (memusatkan diri kepada Allah) Nawaytul riadhah... Aku berniat untuk beriadat (berlatih mengekang hawa nafsu) Nawaytul suluk... Aku berniat untuk berdisiplin (menempuh jalan menuju Allah) Nawaytul siyam... Aku berniat untuk menahan nafsu Fi hadzal masjid ... Di tempat ibadah ini Lillahi ta’ala... Karena Allah (swt) ta’ala.
Nabi (saw) biasa membaca niat yang sama ketika beliau mengasingkan diri di gua Hira sebelum datang suatu rahasia kepadanya. Ketika para sahabat dan seluruh guru berkhalwat mereka juga mengucapkan niat yang sama. Ketika kalian membaca niat ini untuk pertemuan yang berlangsung selama 1 jam ini, maka waktu ini akan diambil dari khalwat selama 40 hari yang merupakan kewajiban bagi kita. Bacalah niat itu sebelum memulai suatu pertemuan, ia akan membawamu kepada Syekh seperti roket.
Berapa tahun kalian telah bersama Syekh Nazim (q)? Jika kalian menghitungnya semua, dan masing-masing mempunyai niat seperti itu, maka kalian tidak akan meninggalkan ruangan tanpa dicatat bahwa kalian telah menghabiskan waktu 2, 3 atau 5 jam berkhalwat. Waktu tersebut akan diambil dari waktu 40 hari berkhalwat. Jika kalian telah menyelesaikan masa 40 hari itu, kalian akan merasakan bahwa cahaya yang telah diberikan Allah SWT kepada kalian menjadi terbuka dan cahaya itulah yang akan membuka mata hati kalian. Tanpa ini kalian tidak akan menemukan kegembiraan yang sekarang masih tersembunyi dalam hati kalian. Kalian harus mengeluarkannya. Ini adalah satu cara untuk mengkatrolnya. Bacalah niat ini selalu saat kalian bersama Syekh.
Wa mina-llāhit-tawfīq bi hurmatì‘l-Fātihah.
Post a Comment Blogger Disqus