Mistikus Cinta

0
A. Hidup Yang Istiqomah

Kyai Shiddiq atau lebih dikenal dengan julukan Mbah Shiddiq adalah seorang tokoh panutan. Mungkin, tidak banyak tokoh seperti beliau, dimana semua putranya yang masih mencapai usia muda/dewasa telah menjadi kyai dalam arti yang sebenarnya. Demikian pula para menantunya. 

Putera-putranya yang sejak usia muda telah menjadi Kyai. antara lain: KH. Mansur, KH. Achmad Qusyairi, KH Machmud, KH. Mahfudz Shiddiq, K.H. Abdul Halim Shiddiq, KH. Abdullah bin KH. Umar, KH. Muhammad bin KH. Hasyim dan KH. Dhofir Salam. Keberhasilan tersebut tentu dipengaruhi pula oleh pola kehidupan sehari-hari dimasa hayatnya. Mungkin kita bertanya, bagaimana pola kehidupan Kyai Shiddiq sehingga Allah memberinya taqdir dengan dikaruniainya keturunan yang selanjutnya menjadi ibarat mutiara-mutiara. 

Ternyata, Kyai Shiddiq adalah sosok yang sangat “istiqomah”, yaitu: tekun, telaten, ajeg, terus-menerus dengan tidak bosan-bosan dan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan. Dalam Surat Fushilat disebutkan: 

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami Allah” ”kemudian beristiqamah (meneguhkan pendirian-pendirian mereka tentang iman, melakukan kewajiban dan menjahui larangan-laranganNya), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu, (di dunia lewat rasul-rasul-Nya). Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia (dengan mengilhamkan kebenaran dan kebaikan kepadamu), dan akhirat (dengan pemberian syafa’at dan kemudahan). Dimana kamu memperoleh yang kamu inginkan (dari segala kenikmatan) dan memperoleh pula yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. 

Hampir setiap hari Kyai Shiddiq selalu bangun pada jam 3 malam untuk sholat sunat tahajjud, riyadhah maupun sholat-sholat sunnah lainnya. Menjelang subuh, kyai keliling pondok membangunkan santri. Beliau keliling sambil membawa tongkat penjalin, damar ublik (obor) dan teko berisi air. Dengan tongkatnya beliau ketok pintu-pintu pondok para santri. Terkadang kyai membangunkan santri dengan cara menabuh blek gembreng, sehingga bersuara gaduh dan memekakkan telinga. Bahkan setiap santri yang terlelap tidurnya, pasti akan menjadi sasaran guyuran air ceret yang selalu dibawanya. 

Sesudah adzan (santri bernama Ryas yang ditugaskan sebagai Mu’adzin), kyai sendiri selalu memimpin pujian (dzikir) sebelum sholat subuh, setelah sebelumnya kyai melaksanakan sholat Qobliyah terlebih dahulu. Setelah berzikir/pujian kemudian melakukan sholat jamaah Subuh. 

Untuk pedoman atau prinsip hidup yang mudah diingat oleh anak cucu dan santrinya, Kyai Shiddiq memerintahkan Kyai Halim (putranya) menulis beberapa dalil di tembok musholla. tulisan yang ada ditembok sebelah atas pengimaman yaitu hadits sbb: 

“Sebaik-baik perbuatan umatku adalah membaca Al Quran dengan menyimak/melihat”.
 
Imam Al Ghozali menjelaskan dalam Ihya’ Ulumuddin: Bahwa keutamaan orang yang membaca Al Quran dengan melihat/menyimak seraya merenungkan maknanya adalah lebih baik dari pada dengan cara tidak melihat/menghafal. Membaca Al Quran dengan melihat tersebut memiliki 3 manfaat yaitu: Membaca, menyimak dan merenungkan artinya. Sedangkan dalam membaca Al Quran seraya menghafal hanyalah mendapat satu manfaat yakni membaca saja. 

Disisi tembok sebelah kanan atas terdapat tulisan yang dikutip dari Idtab Jauharul Tauhid: 

“Semua kebaikan itu terdapat pada pengikutan kepada orang-orang terdahulu. Dan semua keburukan itu ada pada reka-reka orang kemudian"

Imam Al Ghozali memberikan argumentasi tentang diatas yakni karena orang salaf (terdahulu) telah memiliki kelebihan dari pada orang kemudian (Kholaf). Kelebihan ada pada 3 hal:

a. Lebih faham (Mam) 
b. Lebih hati-hati (Wara’) 
c. Lebih tajam pandangan hatinya (Abshar) 

Disisi tembok sebelah kiri atas terdapat tulisan yang dikutip dari kitab kifayatul Atqiyak: 

“Kamu sungguh jangan meninggalkan sholat berjamaah yang keutamaan pahalanya setinggi 27 derajat” 

Banyak sekali manfaat Sholat jamaah. Dalam kitab Dzurotun Nasihin Rasulullah bersabda: “Barangsiapa melakukan sholat (lima waktu berjamaah akan memperoleh lima hal yaitu kesatu ia tidak akan mengalami kemiskinan didunia, kedua dibebaskan oleh Allah dari azab kubur, ketiga: menerima kitab catatan amalannya dengan tangan kanan, keempat; akan melalui shirot secepat kilat dan kelima akan dimasukkan surga tanpa hisab dan azab”. Dalil di atas mempertegas sabda Rasul sebagai berikut: 

“Tiap tiga orang yang bertempat didesa dan pegunungan lalu mereka tidak melakukan sholat jama‘ah, maka mereka akan dipermainkan syetan”

B. Aurat Amaliyahnya 

Pada umumnya, wiridan baru akan selesai sampai surya muncul agak tinggi, baru kemudian kyai masuk ke “kamar khusus” di sebelah utara tempat imam di musholla. Di “Kamar khusus” itulah tempat Kyai Shiddiq menyepi, beribadah sholat sunnat dan lain-lain. Santri tak seorangpun yang berani masuk kamar tersebut. Karena dalam “kamar khusus” itu Kyai Shiddiq melakukan sholat Dluha dan sholat-sholat sunnah lainnya. Selesai sholat Kyai biasanya melanjutkan dengan mengaji Al-Qur’an dan membaca dalailul khairot. Selain sebagai seorang hafidz, Kyai Shiddiq sangat istiqamah menghatamkan Al Qur’an setiap minggu. 

Secara runtut, batas-batas bacaan Al-Qur’an dalam seminggu sebagai berikut: 
  1. Hari Jum’at membaca Al Fatihah s. d Al-Maa idah 
  2. Hari Sabtu membaca Al-An’ am s.d At-Taubah 
  3. Hari Ahad membaca Yunus s. d Maryam 
  4. Hari Senin membaca Thaha s.d Al-Qashash 
  5. Hari Selasa membaca Al-Ankabut s.d Shaad 
  6. Hari Rabu membaca Az-Zumar s.d Ar-Rakhman 
  7. Hari Kamis membaca Waqi’ah s. d An-Naas 
Sekitar pukul 08.00 sampai jam 09.00 pagi, Kyai mengajar Fasholatan dan Al-Qur’an. Kitab Fasholatan yang diajarkan adalah hasil karangan beliau sendiri’. Biasanya ketika mengajar Fasholatan dan AI-Qur’an banyak menggunakan cara-cara sorogan. Usai sorogan Fasholatan dan Al-Qur’an, barulah Kyai masuk ke ndalem untuk sarapan pagi. Setelah itu, Kyai masih meneruskan kembali sholat-sholat sunnah, mengaji Al-Qur’an dan membaca Dalail. 

Baru pada sekitar jam 10.00 sampai jam 12.00 siang Kyai Shiddiq mengajar ngaji kitab kuning. Banyak kitab yang beliau ajarkan, namun demikian Kyai membaginya menjadi: 

1. Kitab-kitab yang tetap (permanen) diajarkan. Bila kitab ini sudah selesai lalu diulang kembali dari awal (dijadikan wiridan). Kitab-kitab yang tetap ini antara lain:
  • Fatchurrahman Kitab Fatchurrahman ini berisi materi Tauhid yang pokok (semacam Aqidatul Awam) dan fiqih (semacam Safinatun Najah). Kitab ini ditulis oleh beliau sendiri dan diwajibkan bagi santri menghatamkannya sebelum ngaji kitab lainnya (kitab standard awal).
  • Kitab Fiqh antara lain - Safinatun Najah - Sullam Taufiq - Taqrib
  • Kitab Tasawuf antara lain - Bidayatul Hidayah - lhya’ Ulumuddin
  • Kitab Tafsir Jalalain
  • Kitab Shahih Bukhari
2. Kitab-kitab yang tidak tetap (temporer) antara lain 
  • Kitab-kitab Alat antara lain - Alfiyah Kitab Alfiyah terjemahan berbahasa Madura ini ditulis ketika mondok di Bangkalan. - Ajurumiah - Imrity 
  • Kitab Tasawuf antara lain - Nashoihud Diniyah - Adabul Mar’ah yang ditulis dalam bahasa Jawa. 
  • Kitab Rojabiyah 
  • Kitab Bifadlol dan lain-lain. 
Dalam pengajian kitab kuning ini, Kyai Shiddiq banyak menggunakan cara weton/bandongan. Cara Weton adalah cara pengajian kitab yang berasal dari istilah jawa, karena pada umumnya waktu pengajian disesuaikan dengan waktu-waktu tertentu seperti usai waktu sholat, dan sebagainya. Secara teknis, dalam pengajian cara weton ini Kyai membaca dan menerangkan kitab yang diperuntukkan secara massal. Para santrinya memperhatikan kitabnya sendiri sambil membuat catatan-catatan (tentang arti maupun keterangan dari kyai). 

Selesainya pengajian, Kyai Shiddiq makan siang bersama-sama keluarga dan khaddamnya. Kemudian mengerjakan sholat Dzuhur secara berjama’ah. Sebelum sholat dzuhur, bersama-sama melakukan dzikir/pujian dan sholat sunnah Qobliyah. 

Selesai sholat, lalu wiridan dan yang bacaannya lebih pendek dari dzikir ba’da subuh. Disambung dengan sholat sunnah Ba’diyah dzuhur dan mengajar ngaji Al-Qur’an dan Fasholatan. Santri yang dibolehkan ngaji Al-Qur’an adalah yang sudah lulus (fasih/tartil bacaan) Syahadati, Fatihati, Tahiyyati, Sholati, adzan dan lqamah. Bila bacaan masih belum tartil tetap masih harus mengaji Fasholatan saja. Selesai mengajar, barulah Kyai Shiddiq istirahat (tidur) sebentar. Begitu bangun, Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnah berkali-kali, mengaji Al-Qur’an dan membaca Dalail. Amalan sholat sunnah yang istiqamah dilakukannya 100 rakaat dalam sehari-semalam serta mengkhatam Dalail (matane) sehari sekali. 

Waktu Ashar tiba, beliau sholat sunnah berkali-kali dan para santri membaca syi’ir “Aqidatul ‘Awam”. Lalu sholat jama’ah Ashar dan Dzikir. Dzikir ba’ da sholat Ashar sama dengan dzikir ba’da sholat Subuh. 

Kemudian dilanjutkan dengan pengajian kitab Ihya ‘Ulumudin dan Shahih Bukhari”. Selesai mengajar, Kyai masuk ndalem melanjutkan mengaji Al-Qur’an dan Dalail sampai masuk waktu Maghrib. Sebelum sholat jama’ah Maghrib, bersama-sama santri membaca pujian. 

Dzikir ba’da sholat Maghrib sama dengan dzikir ba'da Subuh. Selesai berdzikir dilanjutkan sholat sunnah Ba’diyah dan ngaji. pengajian ba’da sholat Maghrib adalah Al-Qur’an dan Fasholatan yang teknisnya diatur sebagai berikut: 
  1. Santri dewasa dan tartil bacaannya harus membaca Quran 1 juz, sehingga dalam sebulan sudah harus khatam. Tempat mereka di dalam musholla. 
  2. Santri bocah harus ngaji Al-Qur’an dan Fasholatan di luar langgar. Mereka diajar Badal Kyai yaitu Haji Baidlowi (lurah pondok asal Madura) dan Abdul Azis. 
Selesai ngaji (tanpa turun dari langgar) lalu bersama-sama pujian qobliyah sholat Isya’ dan sholat sunnah rawatib. Kemudian melaksanakan sholat Isya’ berjama’ah dan dilanjutkan dengan wiridan dan sholat sunnat rowatib. Wiridannya sama dengan wirid ba’da sholat Ashar. Di ndalem Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnat berkali-kali, ngaji Qur’an dan Dalail sampai “sare” (tidur). Khusus pada malam Jum’at ba’da Maghrib, Kyai Shiddiq memimpin bacaan Barzanji. Dan pada malam Senin ba’da Maghrib, membaca Diba’. Semula pembacaan Diba’ dilakukan malam Jum’at dan Barzanji pada malam Senin. 

Suatu saat ketika sedang memimpin pembacaan (pada malam Senin) itu, tiba-tiba Kyai Shiddiq melihat kehadiran Rasulullah Saw hadir dan berdiri di pintu. Spontan, Kyai Shiddiq merobah bacaannya dengan Diba’. Maka sejak peristiwa inilah, pembacaan Diba’ dilakukan setiap malam Senin dan malam Jum’at untuk Barzanji. Kemudian dilanjutkan dengan membaca Rotibul Haddad (Rotib Sayyid Abdullah Alawi Al-Haddad). 

Aktivitas mengajar Kyai Shiddiq yang sangat padat itu dilakukan tatkala telah banyak santri yang ngaji pada beliau. Sebelumnya, Kyai Shiddiq membagi waktunya dengan berdagang sebagai ma’isahnya (mata pencahariannya hidupnya). Kegiatan mengajar yang full tersebut membuat Kyai Shiddiq harus mengalihkan perhatian dan’ aktivitas berdagang pada santrinya dan putra-putranya. 

Suatu waktu, Mbah Shiddiq akan berdagang kain sarung, songkok, dan lain-lain ke Arjasa. Nampaknya Kyai terlambat di stasiun kereta api, sehingga kereta yang pagi sudah berangkat. Menurut keterangan kepala stasiun, kereta berikutnya baru akan berangkat jam 10 siang. Ketika ditunggu kereta berikutnya, Kyai Shiddiq bertemu seorang Penghulu yang rumahnya di depan stasiun. Penghulu tersebut menawarkan jasa, agar Kyai Shiddiq berkenan menunggu kereta di rumahnya saja. 

Menjelang jam 10.00 Kyai Shiddiq minta izin untuk pamit, dan tanpa diduga ternyata Penghulu tersebut memberi salam tempel satu rupiah (serupiah saat itu, kira-kira sama nilainya dengan Rp 100.000, sekarang/tahun 2007). “Lho, kok sampean shodaqah satu rupiah pada saya. Maka saya nggak jadi ke Arjasa. Lha Wong niat saya ke Arjasa tersebut untuk mencari untung satu rupiah ini”, kata Mbah Shiddiq pada Penghulu itu, kemudian beliau pulang. Namun demikian, sebelum pulang, uang itu dihabiskan untuk belanja urusan dapur, karena memang Kyai Shiddiq sendirilah yang selalu berbelanja urusan dapur ke pasar. bukan Nyai. Tiba di ndalem, beliau tertidur karena kepayahan. Dalam tidurnya, beliau bermimpi bertamu ke rumah Penghulu tadi. Di sana beliau disuguhi hidangan babi. Ketika bangun. Kagetlah Kyai Shiddiq dan cepat-cepat memerintahkan santri untuk membuang semua “hasil belanja dapur tersebut” 

Nampaknya, Kyai Shiddiq terus dijaga oleh Allah SWT dari makanan hasil perbuatan haram karena sifat wira’i beliau. Wira’i adalah sikap yang selalu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti makruh dan subhat (tidak jelas, apakah dibolehkan oleh agama atau tidak), terlebih lagi haram yang jelas dilarang. Mbah Siddiq tidak berkenan mengajar kitab menggunakan papan tulis, sebab ayat-ayat Al-Quran yang ditulis papan yang kemudian dihapus berjatuhan. Ini kan sama dengan menelantarkan lembaran Mushaf yang robek 

Kyai Shiddiq juga sangat perhatian terhadap penampilan orang. Pada suatu hari Kyai Yusuf dari Madura sowan kepada Kyai Shiddiq. Kyai Yusuf tetap membiarkan rambutnya agak panjang (gondrong) dan kumisnya lebat hingga melebihi bibir. Setelah bersalaman, langsung beliau berkata: “Poron panjenengan eparingah ilmu/maukah kau kuberi ilmu? “Alhamdulillah ?” jawab, si tamu dengan suka citanya. Lalu Kyai Shiddiq berkata: “Tak sahe panjenengan Kyahe, ngobuh obuk/Tidak baik bagi kyai, memelihara rambut”. Kemudian beliau berikan gunting dan Kyai Yusuf diminta menggunting rambutnya saat itu juga. Semua anak dan menantu serta santri? santrinya diwajibkan oleh Kyai Shiddiq “menggundul rambut” kepala. Yang diperkenankan/disunnahkan hanyalah memelihara janggut. Bahkan, Kyai Muhammad bin Hasyim (menantunya) dimarahi Kyai Shiddiq karena memelihara rambut sedikit seperti tentara di kepalanya. 

Demikian pula dengan merokok, Kyai Shiddiq kurang senang jika ada orang/tamu apalagi santri ataupun anaknya yang merokok di hadapan beliau. Kyai Mahfudz Shiddiq pernah merelakan sak celananya bolong terbakar, karena menyimpan rokok yang sedang menyala, tatkala Kyai Shiddiq menemuinya. Kyai Shiddiq memang kurang senang ada yang merokok, ketika masih ngaji pada Kyai Abdurrohim, Sepanjang Sidoarjo.
Sebagaimana kebiasaannya di pondok, Kyai Shiddiq selalu mengisi jeding Kyai Rohim pada pagi buta. Suatu hari, selesai mengisi jeding, Kyai Shiddiq pergi ke sungai sambil merokok klobot. Sedang asyik merokok, menyebabkan ketinggalan Sholat berjama’ah Subuh. Kyai Shiddiq akhirnya bersembunyi takut kena marah Kyai Rohim karena tidak berjama’ah. 

Sejak peristiwa itulah, Kyai Shiddiq berjanji menghindari merokok. “Tak ada barang yang melebihi kejelekan merokok. Demi Allah aku mengharamkan diriku merokok” katanya. Mbah Shiddiq memiliki sikap, kesenangan dan perilaku sebagai berikut: 

1. Ahli silaturrahim, khususnya pada para Sayyid/Habib, `Aulia’ dan Ulama. Diantara kesenangan bersilaturohmi ini antara lain: 
  • Selalu gembira dan bersyukur bila kedatangan tamu, bahkan selalu menghidangkan makan pada tamunya. 
  • Senang mengawinkan jejaka-gadis. 
  • Bila silaturrahmi pada orang miskin, hanya minta air putih saja. 
2. Mengerjakan hal-hal yang sunnah antara lain: 
  • Sholat-sholat sunnah, ngaji Al Qur’an, Dalail dan selalu berdzikir “Bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring“. (QS AIi Imron: 190-191)
  • Memotong rambut, kumis dan kuku pada hari Kamis. 
  • Membersihkan sisa-sisa nasi yang dimakan. Bahkan selalu menjilat tangan, bila selesai makan. Itu menunjukkan syukur terhadap nikmat/karunia Allah Swt. 
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu”. (QS. Ibrahim: 7)
  • Saat makan, beliau selalu mencicipi garam sebelum dan sesudahnya. karena ini disunnahkan oleh agama. 
Pada suatu hari, Kyai Shiddiq, Kyai Yasin (Pasuruan) dan Kyai Nu’man (Lumajang) sedang makan jambu. Ada di antara 2 kyai itu yang, berkomentar “tidak manis-nya jambu tersebut. Spontan Kyai Shiddiq menegur: “Yang menentukan manis-tidaknya jambu ini adalah Allah. Jambu ini merupakan nikmat Allah pada kita. Jadi wajib bagi kita mensyukurinya.
  • Mematikan lampu pakai kipas (tidak ditiup). 
3. Menjauhi hal-hal yang makruh, muru’ah dan Haram, misal: 
  • Merokok 
  • Tidak suka melihat orang lain memiliki rambut, kumis dan kuku yang panjang. 
  • Marah bila tahu ada orang, kentut sambil tertawa. 
  • Marah, bila tahu laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya bertemu muka. 
  • Dalam bepergian selalu menghindari lewat depan gereja. 
  • Tidak membolehkan Kusir mencambuki kudanya. 
  • Tidak senang musik/lagu-lagu, misal gambus. 

4. Mendo’akan anaknya, cukup dengan memohon agar kelak menjadi orang yang bertaqwa. 
5. Yang sangat diperhatikan pada anak dan santrinya adalah sholat. Bila putranya tak nampak dalam sholat berjama’ah, maka akan diusut sedetailnya tentang “kenapa tidak sholat jama’ah”.
6. Dan lain-lain. 

Menurut beberapa informasi, Kyai Shiddiq 4 kali bertemu dengan Rasulullah Saw dan berkali-kali bertemu Rasulullah dalam mimpi. Sulit sekali ditakdirkan bertemu Rasulullah SAW kecuali Waliyullah. Imam Ghozali berkata “bertemu Rasulullah secara Ya Qodlo maka ia memiliki kasyqf’. Sayyid Ahmad Al Badawi ra. berkata: Syarat yang harus di perbuat oleh orang yang ingin menjadi Waliullah adalah benar-benar dalam syari’at. Ada dua belas tanda-tanda yaitu : 
  1. Benar-benar mengenal Allah Swt (yakni, benar benar mengerti tauhid dan mantab iman keyakinan kepada Allah). 
  2. Benar-benar menjaga perintah Allah Swt. 
  3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Saw. 
  4. Selalu berwudhu (jika berhadas segera memperbarui wudhu) 
  5. Rela menerima hukum qadla’ Allah SWT. dalam suka duka. 
  6. Yakin terhadap semua janji Allah Swt. 
  7. Putus harapan dari semua apa yang ada di tangan manusia 
  8. Tabah. sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang. 
  9. Rajin mentaati perintah Allah SWT 
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluq Allah SWT 
  11. Tawadlu, merendah diri terhadap yang lebih tua atau lebih muda. 
  12. Selalu menyadari bahwa setan itu musuh utama, sedang sarang setan itu dalam hawa nafsu dan selalu berbisik mempengaruhi. 
C. Pemakaman Turbah Condro

Kyai Shiddiq, akhirnya wafat pada hari Ahad Pahing jam 17.40 tanggal 2 Ramadhan 1533H (9 Desember 1934 M) pada usia +80 tahun. Saat jenazah, disemayamkan di ndalem Talangsari, datanglah 11 orang yang menawarkan tanahnya sebagai makam beliau. Sebelas orang itu antara lain: 
  1. H. Ilyas, Gebang 
  2. Sadinatun, Gebang 
  3. Sa’id, Gebang 
  4. Riynah, Gebang 
  5. Samiroh, asal Bulu Tuban 
  6. Amir, asal Bulu Tuban 
  7. Sakiman, asal Bulu Tuban 
  8. KH. Yusuf, asal Bulu Tuban (mertua Kyai Shiddiq) 
  9. H. Anwar, Jatian Pakusari 
  10. H. Abdul Hamid, Rowo – Wirowongso. 
  11. H Samsul Arifin, Talangsari. 
Namun agar adil maka akhirnva dilotre/diundi sebanyak 3 kali. Ternyata undian jatuh pada tanah H. Samsul Arifin di Turbah – Condro. Ribuan orang melayat Mbah Shiddiq menuju peristirahatannva di turbah Condro Jember. Hingga sekarang, banyak kaum muslimin ziarah di maqam Kyai Shiddiq. Para penziarah selalu membaca Al-qur’an. Tahlil dan bertawassul pada beliau. Kyai Shiddiq bagaikan “mutiara”, yang menurunkan banyak mutiara, menyinari kegelapan kota Jember. 

Garis Keturunan Mbah Siddiq: 
  1. KH. Muhammad Shiddiq 
  2. bin Raden Pangeran Mas Sayyid KH. Abdullah (Lasem) 
  3. bin Raden Pangeran Sayyid KH. Sholeh (Raden Tirto Widjoyo, Lasem) 
  4. bin Sayyid KH. Asy'ari (Raden Pangeran Asyri, Lasem) 
  5. bin Sayyid KH. Muhammad Adzro'i (Raden Pangeran Bardla'i, Lasem) 
  6. bin Sayyid KH. Yusuf (Raden Yusuf, Pulandak Lasem) 
  7. bin Sayyid Abdurrachman (Mbah Sambu) 
  8. bin Sayyid Muhammad Hasyim (Sunan Ngalogo) 
  9. bin Sayyid Abdurrachman Basyaiban (Mangkunegoro III) 
  10. bin Sayyid Abdullah 
  11. bin Sayyid Umar 
  12. bin Sayyid Muhammad 
  13. bin Sayyid Achmad 
  14. bin Sayyid Abu Bakar Basyiban 
  15. bin Sayyid Muhammad Asy'adullah 
  16. bin Sayyid Hasan At – Taromi 
  17. bin Sayyid Ali 
  18. bin Sayyid Muhammad Al Faqih Muqoddam 
  19. bin Sayyid Ali 
  20. bin Sayyid Muhammad Shohibi Mirbat (Zafar, Hadramaut) 
  21. bin Sayyid Ali Khaliq Qosim (Tarim, Hadramaut) 
  22. bin Sayyid Alwi (Bait Zubair, Hadramaut) 
  23. bin Sayyid Muhammad (Bait Zubair, Hadramaut) 
  24. bin Sayyid Alwi (Samal, Hadramaut) 
  25. bin Sayyid Abdullah Ubaidillah (Al – Ardli Burt Hadramaut) 
  26. bin Sayyid Ahmad Al – Muhajir (Basra Tarim, Hadramaut) 
  27. bin Sayyid Isa An Naqib (Basrah, Iraq) 
  28. bin Sayyid Muhammad An – Naqib (Basrah, Iraq) 
  29. bin Sayyid Ali Al 'uraidi (Madinah) 
  30. bin Sayyid Ja'far Ash – Shodiq (Madinah) 
  31. bin Sayyid Muhammad Al – baqier (Madinah) 
  32. bin Sayyid Ali Zainal Abidin (Madinah) 
  33. bin Sayyidina Husein 
  34. binti Fatimah Az Zahroh (Isteri Sayyidina Ali Al – Murtadlo) 
  35. bin Rasulullah Muhammad SAW 

Sumber : Buku Biografi Mbah Siddiq

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca KH. Muhammad Siddiq (Mbah Shiddiq Jember) | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top