Menjalin persahabatan, bergaul, dan sering-sering duduk bersama para ahli agama dan ahli kebaikan, dari kalangan orang-orang yang berilmu dan beramal, serta para hamba Allah yang shalihin adalah sesuatu yang amat dianjurkan. Sangat banyak manfaat dan faedahnya, yang segera maupun yang akan datang kemudian, seperti dapat diketahui dan berbagai hadits dan atsar (ucapan dari Nabi, para Sahabat atau Ulama dan hukama pada masa lalu). Namun, mereka yang melakukan hal itu dan mementingkannya berbeda-beda dalam niat, tujuan, dan harapan yang mengiringinya.
Yang paling utama dan paling tinggi tingkatannya ialah orang yang sering duduk bersama dan bergaul dengan kaum ulama dan shalihin dengan tujuan belajar dari ilmu mereka, bertingkah laku seperti mereka, serta menyaksikan akhlak mereka yang mulia, sifat-sifat mereka yang terpuji, amal-amal mereka yang sahih, dan ucapan-ucapan mereka yang baik. Kemudian, semua sifat itu ia teladani dan berusaha keras agar ia juga menyandang sifat-sifat itu dan bertingkah laku serta beramal saleh seperti mereka itu. Tiada niat dan tiada tujuan selain itu, tiada kegiatan dan tiada usaha sungguh-sungguh kecuali untuk itu.
Ada pula orang yang sering duduk bersama dan bergaul dengan kaum ulama dan shalihin semata-mata disebabkan kecintaan kepada mereka dan pada perilaku mereka yang selalu mendahulukan agama Allah, menegakkan aturan-aturan-Nya, menyibukkan diri dengan ketaatan kepada-Nya, serta segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada-Nya, yang berupa ilmu-ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia, ataupun amal-amal yang saleh dan sebagainya. Ia mencintai mereka karena itu semua, ingin selalu bergaul dengan mereka, menirukan tingkah laku mereka, serta menuntun dirinya sendiri agar berbuat dan berakhlak seperti mereka, sekadar yang dimungkinkan oleh kelapangan waktunya dan dimudahkan oleh keadaannya. Ia pun menyesalkan dirinya atas segala yang tidak mampu ia lakukan seperti yang mereka lakukan dan sangat menginginkan sekiranya ia beroleh taufik dan kesempatan untuk itu. Atas diri orang-orang seperti itulah berlaku hadis Nabi Saw, "Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai." Sabda beliau yang lain, "Barang siapa meniru tingkah laku suatu kaum, maka ia termasuk dari kalangan mereka."
Ada pula orang yang bergaul dan sering duduk bersama kalangan ulama dan shalihin dengan tujuan agar beroleh barakah (berkah) dan doa-doa saleh mereka tanpa mempunyai niat dan tujuan untuk meneladani akhlak mereka atau meniru perilaku mereka. Orang seperti itu—betapapun—tidak akan terluput sama sekali dari keberkahan dan kebaikan. Sebab, ia menjadikan, sebagai teman pergaulannya, kalangan shalihin yang dalam suatu hadits Qudsi disebutkan.
"Mereka itulah yang tak seorang pun bergaul dengan mereka akan tertimpa nestapa."
Dengan demikian, siapa saja yang sering duduk bersama orang-orang saleh seperti itu, berkat pergaulannya itu, telah membentengi dirinya dari kedurhakaan kaum zhalim, baik dari kalangan setan-setan manusia maupun jin; di samping ia tidak akan dikecewakan dan tidak dihindarkan dari memperoleh berkah mereka. Tidak seorang pun akan dijauhkan dari keberkahan mereka dan dikecewakan kecuali yang mendekatkan diri dan bergaul dengan para shalihin semata-mata agar diketahui perbuatannya itu oleh orang banyak (riya’). Dengan begitu, terbuka baginya untuk melibatkan diri dalam urusan-urusan yang diharamkan dalam syariat, dengan suatu asumsi yang keliru dan iktikad yang buruk. Sebab, jika orang banyak mengetahuinya sebagai orang yang dekat dan sering bergaul dengan para shalihin tersebut, tentu mereka tidak akan berprasangka buruk terhadap dirinya atau berani menuduhnya telah melanggar segala yang haram dan menerjang segala pantangan agama.
Niat busuk tersebut memang tidak aneh jika dipraktikkan oleh orang-orang yang dihinakan Allah dan dimurkai-Nya. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali rahimahullah menyebutkan dalam bagian mengenai riya', tentang adanya orang-orang yang berpura-pura mengerjakan berbagai ketaatan kepada Allah agar dikenal sebagai seorang yang taat. Dengan begitu, terbuka jalan aman baginya untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan durjana. Jika yang seperti itu dapat terjadi, demikian pula dalam pergaulan dengan para Setan memang merupakan musuh manusia senyata-nyatanya; ia banyak sekali memiliki cara, mengecoh, dan mengelabui seperti ini, dan masih ada lagi lainnya yang lebih berbahaya, lebih busuk, dan lebih besar mudaratnya. Semoga Allah melimpahkan keselamatan dan penjagaan atas diri kita. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik pemberi keselamatan.
Kitab Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah karya Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Haddad.ra
Post a Comment Blogger Disqus