Sohbet Hari Kamis 1 Mei 2008
Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil al Haqqani (qs)
Allah Hu, Allah Hu, Allah Hu, Allah Hu, Allah Hu, Allah Hu...
Allah, ya Daim, Allah ya Daim, Allah ya Daim, Allah ya Daim, Allah ya Daim...
Allah ya Subhan, Allah ya Subhan, Allah ya Subhan, Allah ya Subhan, Allah ya Subhan...
Allah ya Sultan, Allah ya Sultan, Allah ya Sultan, Allah ya Sultan, Allah ya Sultan...
Allahumma shalli ala Muhammadin wa ala ali Muhammadin wa sallim...
Tasliman katsira... Huuu!
Madad, ya Sultanu-l Awliya! Madad, ya Rijalallah, ainuna bi aunullah...
Alayhi shalat wa salam bersabda: Ad-dinu nasihat, artinya: Ad-din berarti anjuran. Hadist-hadist Nabi. Pengetahuan yang dianugerahi dari Allah Subhana Hu wa ta'ala melalui hamba-Nya yang terkasih dan terpuji Sayyidina Muhammad, pengetahuan tersebut milik Surga, juga milik diatasnya Surga, diatasnya! Oleh karena itu artinya kau tidak bisa memberikan suatu batas, tidak, tidak, itu seperti sebuah samudera dan kau tidak bisa mencapai pantainya atau kau tidak bisa mencapai dasar samudera. Kini, kita mengulangi hadist suci ini, sebagaimana Grandsyaikh saya selalu duduk menunjuk kepada orang-orang: Ad-dinu nasihat dan dari samudera itu Shah-u Naqshband berkata: Thariqatuna as sohbet. Shahu Naqshband- Allah merahmati beliau. Wahai manusia, kita sudah diperintahkan untuk membawa nama-nama orang suci dan berbicara mengenai diri mereka karena: Inda-l dhikri sulahai tanzilu-l rahma : Ketika kami bicara mengenai seorang wali, datang berkah-berkah dan rahmat. Rahmat, berkah-berkah. Oleh karenanya, tiap kali saat kami bicara dan saat kami mendengarkan Grandsyaikh kita, sebagian besar mereka bicara mengenai awliya, untuk membuat berkah-berkah datang semakin dekat, dekat. Berkah-berkah adalah samudera rahmat tak bertepi. Tak ada habisnya dan memberikan kita kekuatan melalui organ-organ kita dan datang kekuatan ke hati kita. Datang kekuatan keinginan yang lebih banyak, seperti saat musim semi datang, cuaca membawa kehidupan baru bagi pepohonan. Oleh karenanya, saat berkah-berkah datang ke hati manusia, berikan, juga membawa kekuatan rahasia itu untuk membangunkan mereka. Subhanallah!
Kini, mereka membuatku bicara seperti kemauan mereka. Merekalah kekuatan yang mengarahkanku, mereka menjadikanku seperti ini, seperti itu, seperti inim seperti itu... Kini, inilah sebuah makna yang benar; mungkin kita mengulanginya atau muncul dalam cara yang baru: Apakah manfaat dari nasehat? Ketika kau menanyakan itu, kau bertanya: Oh Syaikh, pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat kita sentuh dengan materialitas kita. Berkah adalah sesuatu yang berbeda. Nasehat, untuk apa nasehat? Kita berkata: Untuk apa para Nabi? Mengapa Allah yang Maha Kuasa hanya mengutus para Nabi kepada kita? Kalian harus tahu itu! Allah yang Maha Kuasa membuatnya jelas bagi sebagian hamba bahwa mereka sudah dianugerahi kekuatan-kekuatan surgawi untuk memahami dan membicarakannya dan membimbing makhluk. Mengapa Allah yang Maha Kuasa mengutus para Nabi-Nya? Itu pertanyaan penting, kemudian kita bisa paham makna nasehat, makna agama.
Semua orang tahu, tapi tidak semuanya percaya. Sebagian tahu dan percaya, sebagian belajar, tahu namun tidak percaya. Sebagian lain hanya percaya. Sebagian orang khusus tahu dan percaya. Untuk tahu dan percaya adalah sempurna, tingkat tertinggi.
Ya, para Nabi, untuk apa mereka diutus? Apakah misi mereka atau apakah misi kenabian?... Kau orang Inggris, jangan tinggalkan aku ditangan orang Pakistan...
Seperti yang telah kita pelajari dan percayai -dan kita orang beriman apa yang sudah kita pelajari- kita juga mempercayai apa yang kita pelajari, itulah manusia pertama, Adam, dia sudah diciptakan dan ditempatkan di Surga. Kemudian terjadilah hal yang sudah kita ketahui dan dia diturunkan di muka bumi. Kedatangan pertama keturunan-keturunan Sayyidina Adam, mereka percaya kalau ayah mereka sudah diutus dari Surga untuk berada sementara di muka bumi dan mereka tahu bahwa ayah atau kakek mereka sudah melakukan hal yang salah, kemudian dia diturunkan, tidak ada hubungan antara tanah kita dan antara Surga. Dan mereka tahu bahwa kakek mereka, Adam -damai atas beliau dan atas semua nabi terutama Penghabisan para Nabi- mereka tahu bahwa dia diminta kembali ke tingkat itu, tingkat surgawi, agar bisa berada disana. Mereka menghargainya. Adam selalu menangis dan memohon dikembalikan ke Surga, ke Surga itu, Surga yang tidak bisa kau mengukur kadarnya untuk membuat deskripsi antara bumi, berada dimuka bumi dan berada ditingkat itu. Adam tahu dan anak-anak laki dan cucu laki-lakinya -keturunan-keturunannya- mereka tidak tahu apa yang diketahui oleh Adam dan Adam as menangis dan memohon ampun dari Allah yang Maha Kuasa.
Dan ketika ampunan dianugerahi padanya, dia memohon: Oh Tuhan-ku, aku ingin berada ditingkat pertama yang sudah dianugerahi kepadaku dari-Mu untuk berada disana. Aku melihat dunya ini bagaikan sebuah penjara, bui, oleh karenanya ya Tuhan-ku jadikan aku meraih kampung halamanku yang pertama. Aku, Subhanallah, hatiku selalu mendambakan berada di kampung halamanku yang pertama, rumah yang sudah Kau anugerahi kepadaku. Aku ingin berada disana, Ya Tuhan-ku! Namun putra-purta beliau bukanlah generasi dalam Surga, mereka generasi dimuka bumi, oleh karenanya mereka tidak paham apa yang didambakan, didambakan, didambakan oleh kakek mereka untuk berada di Surga.
Diluar Surga, seperti Neraka atau setidaknya diluar Surga bagaikan sebuah penjara. Bahkan penjara masih bagus, namun ada sebagian orang dimuka bumi yang ada di rumah-rumah sakit atau rumah sakit jiwa atau di penjara, mereka mendamba untuk keluar. Dan Adam mendambakan kembali ke rumah pertamanya, kampong halamannya dan dia menangis. Lalu Allah yang Maha Kuasa menerima Taubatnya dan Dia menerima: Oh Adam, Aku mengembalikanmu ke kampung halamanmu. Dia tidak mengatakan kampung halaman, tapi: Aku berseru kepadamu sekali lagi untuk kembali ke Surgamu kalau kau sebaiknya ada disana hingga kehidupan abadi. Keabadian tidak ada batasan waktunya. Kalian paham ini, insya Allah. Dan Dia yang Maha Kuasa memberi nasehat kepada Adam: Oh Adam, Aku mengutus -karena dia juga memohon hal yang sama bagi keturunan-keturunannya agar dapat berada didalam Surga, dan Allah yang Maha Kuasa bersabda: O Adam, seperti yang akan Aku anugerahkan kepadamu, yaitu menerima taubatmu. Aku menjadikanmu kembali ke Surga, Aku memberikan berkah ilahiah-Ku atasmu dan membukan Surga bagimu, Aku mengutus keturunan-keturunanmu hingga Hari Kebangkitan untuk mengikuti beberapa hamba terpilih-Ku untuk berseru kepada mereka menuju Surga, jalan Surga. Datang dan ikutilah jalan ini, akhirnya kau akan menemukan dirimu di Surga karena kakek buyutmu menunggumu disana! Ya. Itulah yang Allah Maha Kuasa janjikan kepada Sayyidina Adam: Aku akan mengirim beberapa hamba spesial pilihan dengan Pesan-pesan surgawi-Ku -seperti para Rasul-Ku- untuk berseru kepada keturunanmu untuk datang ke Surga.
Oleh karenanya, wahai para pendengar kami, Subhanallah, Allah berseru kepada semua orang untuk datang dan masuk ke Surga, namun sebagian besar putranya menolak dengan berkata: Kami tidak butuh, kami tidak percaya dengan kehidupan abadi, tidak. Oleh karenanya, Allah yang Maha Kuasa mengutus para hamba pilihan-Nya -yaitu para Nabi- untuk berseru kepada orang-orang: Wahai manusia, datang, datang, datanglah kepada-Ku, Aku akan membimbing kalian ke Surga yang tidak pernah dilihat oleh siapapun dan belum pernah dilihat, tidak pernah didengar dan dipelajari. Ini sebuah anugerah dari-Ku kepada mereka yang percaya kalau kepercayaan-kepercayaan akan membawa mereka kembali ke Surga.
Oleh karenanya: Ad-dinu nasihat. Apakah arti dari nasihat? Mereka menjadikanku membuat sebuah penjelasan panjang lebar. Ini bukan sesuatu untuk berkata: Aku Muslim atau aku Protestan atau aku Paus atau aku Kristiani, Yahudi atau Muslim- yang penting ialah memohon jalan kembali ke Surga! Oleh karenanya para Nabi diutus dan memberikan nasehat itu: Wahai manusia, persiapkan diri kalian untuk kembali ke Surga, bersama kakek buyut kalian, nenek buyut dan ribuan Nabi, menjadi pengikut mereka, mukmin, dan untuk mengirimkan pesan-pesan-Mu ke milyaran manusia, menjaga dan datang ke Surga.
Kini kita hidup dimasa dimana orang main potong seenaknya, mereka tidak meminta apapun tentang Surga, Dan sarjana kita -aku minta maaf mengatakan ini- kaum sarjana mempunyai gelar baru menjadi dokter, dokter Hussein, PHD. PHD apa? Kau tidak paham hal seperti ini. Aku juga harus paham. Jika kau ingin paham sesuatu mengenai PHD, setidaknya kau harus menghabiskan masa 20 tahun untuk menjadi seorang dokter... setidaknya menjadi seorang dokter. Kepalamu sedikit keras - kau membutuhkan waktu 25 tahun untuk menjadi seorang... bukan PHD, PHD (gelar) yang lebih tinggi, (bukan seorang) asisten. Tidak masalah, karena sebentar kau akan segera lupa setengahnya dan asisten, kita tidak bisa memotong-motongnya menjadi banyak bagian, oleh karena itu, eh, 30 tahun, tidak mengapa. Kerjakanlah, kami akan memberimu asisten... setengah asisten, bukan masalah...
Seperti orang Pakistan - mereka semua adalah dokter... Ya?... Orang-orang Turki kita, eh, Œ... tidak mengapa... Arab, mereka berkata: Kami tidak perlu menjadi PHD. Kami lahir dari ibu kami dan kami punya PHD... Jika bertanya kepada orang Mesir, mereka menjawab: Bagaimana dengan orang Lebanon - setengah Maronite, setengah Muslim? Apakah pengetahuanmu? Kami sudah tahu sejak zaman Orthodoks...
Orang-orang berusaha untuk belajar namun bukan untuk beriman. Mereka hanya memberikan seluruh kemampuan, kapasitasnya untuk menjadi PHD, bukan menjadi seorang beriman. Kalau mereka mempunyai gelar PHD, profesor, namun jika kau bertanya: Apakah kau percaya? Tidak, aku hanya tahu tidak percaya. Para Nabi meminta manusia untuk beriman! Para ilmuwan dan sarjana: Kami hanya ingin tahu bukan untuk beriman dan bukan untuk beribadah. Kami ingin menjadi dokter. Dan nasihat -nasehat itu dari para Nabi- untuk menjadikan manusia percaya dan menggunakan kapasitas mereka untuk kembali ke jalur keabadian, menjadi shauq, ashk, mendamba, ada kata lain juga... menghargai... benar? Meminta terlalu banyak. Sebagian dari mereka tidak tertarik; tidak tertarik untuk belajar, tidak tertarik untuk beribadah dan menggapai jalur keabadian. Jadi, kata manis/gula-gula dalam bahasa orang barat, aku suka kata itu dibanding yang lain: Keabadiaan. Keabadian, ebedi, sarmadi... abadi, sarmadi, keabadiaan, keabadiaan... begitu menyegarkan datang kepadaku dan kekuatan datang padaku!... Namun manusia telah mati, manusia telah mati, mereka tidak meminta itu.
Jika melalui seekor keledai -ajallakum Allah-, melalui seekor keledai membawa gula-gula dari Beirut ke atas meja, letakkan diatas, dan letakkan disini jerami didepan keledai, keledai... akan memilih jerami, meninggalkan gula-gula terkenal Lebanon. Yang kami berusaha katakan kini manusia seperti... oleh karena itu aku berusaha mencampur sesuatu. Ketika manusia makan dengan jerami ini... diatas baki tersisa beberapa sherbet. Gula-gula itu, orang-orang memakan Baklava tanpa sirup. Aku membuat jerami ini dengan ini dam biarakan mereka makan... Senang, sangat senang!
Jika kau memberikan Kari ke seekor lembu jantan, ia tak akan meliriknya. Eh, lalu apa yang lembu jantan itu lakukan? Menerima yang tersisa, meletakkan jerami dan diberikan ke lembu jantan, lembu jantan... tidak pernah tahu, terus makan... untuk kehormatan jeraminya keledai dan sapi dan lembu jantan mereka makan...
Itulah cara bagi sebagian orang. Jika kay memberikan mujarrat, hanya, hanya kari, mereka tidak akan pernah makan, apakah dimakan oleh keledaimu? Tidak pernah dimakan! Tidak pernah makan biryani, berkata: Kami tidak suka. Tidak tertarik. Namun manusia suka makan Biryani, Chapatti, Tanduri dan Kari... Salata dan Turcu, Asinan, Chutney (sejenis sambal .penej)... Yang lainnya? Eh, kami tidak suka...
Oleh karenanya, manusia melalui 70 dan lebih cabang sesuai dengan keinginan-keinginan mereka, dan para Nabi membawa kan bagi tiap jenis manusia apa yang mereka sukai bahwa keabadian, keabadian, tingkat tertinggi bagi manusia sejati, ketika mereka sudah dimuliakan oleh Tuhan mereka, mereka memohon keabadian. Keabadian - kata yang begitu segar, membuat hatiku terbuka. Kehidupan abadi, Keabadian... Sermadi, Abadi, Sermadi, Sermadi, Keabadian.
Ya Rabbi, anugerahilah kami, jangan tinggalkan kami seperti binatang! Mereka hanya memohon materi, tumbuh-tumbuhan dan sesuatu yang tumbuh dimuka bumi. Kami tahu bahwa Kau tidak menciptakan kami untuk makan rumput atau dedaunan atau hal lainnya yang Kau anugerahi untuk kami di muka bumi. Namun kami hanya memohon keabadian, kehidupan abadi, berada dalam Hadirat ilahiah-Mu, ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang-orang beriman!
Demi kehormatan hamba yang paling terhomat dan terpuji dalam Hadirat ilahiah-Mu, kehormatan Sayyidina Muhammad, Fatiha..
Itu sesuatu yang tidak dituliskan dalam buku-buku para Ulama, namun sesuai bagi manusia yang hidup dimasa kita ini. Dan tiap kutukan yang datang atas manusia saat ini karena mereka tidak memohon diatas kehidupan ini, kehidupan abadi. Itulah alasannya: Mereka percaya (bahwa hanya ada) kehidupan material di muka bumi, tidak ada yang lain dibaliknya dan Allah yang Maha Kuasa memohon dari keabadian-Nya, keabadian, kehidupan abadi! Fatiha...
Kami bukanlah orang-orang yang fanatik, aku bukan orang ganatik. Kalian dapat menemukan kaum Muslim yang fanatik, kalian dapat menemukan kaum Kristen yang fanatik, kalian dapat menemukan kaum Yahudi yang fanatik, kalian dapat menemukan kaum Maronite yang fanatik, kalian dapat menemukan kaum Protestan yang fanatik, kalian dapat menemukan kaum Hindu atau Budha yang fanatik. Aku tidak fanatik, aku realistis dan berkata bagi semua manusia karena aku salah satu anggota keluarga besar manusia dan aku sudah dianugerahi sesuatu yang berbeda dari kebathinan seluruh orang yang relijius. Ide-ide salah tentang kaum relijius berada dibawah kakiku! Allahu akbar!
Sumber:
Milis Muhibbun Naqsybandi
Post a Comment Blogger Disqus