Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazim Adil Al Qubrusi Al Haqqani
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
[Massa berteriak saat menyambut Syekh, “Allahu Akbar! Ya Rasulallah SAW!]
As-salaam `alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh, Saya merasa mendapat kehormatan berada di sini menyampaikan presentasi yang mungkin bukan sesuatu yang baru, namun setidaknya dapat menyegarkan ingatan kita. Senang rasanya melihat seorang pendeta Yahudi (rabbi) hadir di sini dan begitu pula dengan masyarakat dari berbagai agama. Kita selalu mencoba membangun jembatan agar dunia menjadi penuh dengan kedamaian. Segala sesuatu di dunia ini dibangun berdasarkan cinta. Jika tidak ada cinta, tidak ada apa pun, karena segala yang hidup terjadi karena cinta. Saat manusia mencintai satu sama lain, ada buah dari cinta mereka.
Kebanyakan kalian di sini adalah para petani. Kadang-kadang ketika saya membeli sebuah pohon, mereka meminta saya untuk membeli 2. Kata mereka, “Anda butuh jantan dan betina, jika mereka tidak berdekatan, mereka tidak akan menghasilkan buah.” Begitu pun dengan hewan.
Jika cinta menjadi poin utama di dunia ini, segala sesuatu pasti akan seimbang. Segala sesuatu di dunia ini berasal dari cinta. Untuk mencapai hidup yang seimbang, kalian harus memiliki cinta.
Yahudi mencintai Musa AS, mereka mengikuti ajarannya. Orang Kristen mencintai Yesus AS. Muslim mencintai Muhammad SAW, dan mereka mengikutinya. Inilah keimanan kita. Karena cinta, kita membangun komunitas-komunitas. Dengan cinta, kita membangun diri dan kehidupan abadi kita kelak.
Tanpa cinta, kita akan menjadi bingung. Kita ciptakan peperangan, pertengkaran dan kriminalitas. Untuk apa kita hidup selama 60-70 tahun lalu meninggal? Allah SWT tidak mengirim kita ke dunia untuk berkelahi. Kita juga tidak membawa apa pun bersama kita kelak. Kalian diletakkan di lubang kubur lalu orang menutupnya. Apa yang tertinggal setelah itu? Jika mereka menyayangi kalian semasa kalian hidup, maka mereka akan mendoakan. Jika mereka tidak suka, maka mereka akan mencaci kalian. Hanya itu. Tidak ada jalan lain.
Hanya ada 2 cara: jika kalian sayang pada mereka yang baik, kalian akan sukses. Jika kalian cinta pada cara-cara Iblis, kalian akan kalah. Para penganut agama ada yang baik dan ada yang buruk. Kita berharap mereka yang buruk suatu saat akan menuju kebaikan.
Allah SWT berfirman, “Ya Ayyuhal-ladziina aamanuu Athi`ullaha wa athi`ur-rasuula wa ulil-amri minkum” – “Hai orang-orang yang beriman, patuhi Allah SWT, patuhilah Rasul dan mereka yang mempunyai wewenang di antara kalian.” [4:59].
Sebagai contoh, bila kalian tidak patuh pada polisi lalu lintas, apa jadinya kalau kalian parkir di tempat yang dilarang, maka kalian harus membayar tilang. Itulah yang dimaksud Allah SWT, “Patuhi polisi, patuhi hukum negaramu, patuhi ajaran nabi, dan patuhi Aku.”
Dia tidak mengatakan, “Abaikan semua orang.” Karena bila di dunia ini kita mengabaikan hukum, kita akan masuk penjara. Jadi mengapa kita mengabaikan Allah SWT dan nabi-Nya?
”Man yuthi`i ar-Rasul faqad atha` Allaha" – Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah SWT. [4.80]
Dan Nabi SAW mengatakan tentang tingkat kedua dari Islam, yaitu: ”An tu'minu billahi wa malaa'ikatihi wa kutubihi wa rasulihi wa bil yawm il-akhiri wa bil-qadri khayrihi was syarrihi min Allah.” Untuk beriman pada Tuhan, malaikat-malikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, hari kiamat dan takdir-Nya.
Karena berhubungan dengan surgawi, mereka pun disusun dalam urutan: pertama percaya pada Tuhan, lalu malaikat-malaikat-Nya, lalu percaya pada kitab suci-Nya, dan seterusnya.
Lihatlah tiap kata-kata -- percaya pada malaikat-malaikat-Nya disebut sebelum utusan-utusan-Nya. Dia menjaga urutan, disiplin dan prinsip. Setelah malaikat-malaikat, Dia katakan kitab-kitab-Nya (bukan satu kitab saja), artinya kitab suci Taurat, Injil, Zabur dan kitab suci lain yang datang sebelumnya. Dia jaga semuanya. Maka kalian tidak boleh melompati urutan. Islam mengajarkan disiplin dengan cara yang indah.
Mereka yang mengatakan bahwa tidak ada hierarki dalam Islam, itu karena mereka ingin langsung melompat menjadi bos, pimpinan. Mereka mengikuti ideologi yang berkembang di sekitar kita, sekte baru, agama baru yang dibuat oleh kaum Wahhabi.
Islam tidak mengajarkan kita agar menabrakkan pesawat kita pada gedung dan membunuh orang-orang. Itu bukan Islam, bahkan bukan manusia. Lupakan tentang agama, karena itu tidak manusiawi.
Mereka merusak citra muslim dan Islam. Kini kita harus membela Islam! Mengapa saya harus membela Islam? Karena Islam membela saya. Sayyidina Muhammad SAW membela saya. Saya tidak membela agamanya dan sifat-sifatnya. Saat ini banyak orang-orang datang dan menyerang Nabi SAW, lalu beberapa muslim membela beliau. Beliau tidak membutuhkan pembela. Allah SWT yang akan membela beliau!
Wallahu ya`shimuka min an-naas... Allah SWT memelihara kamu dari (gangguan) manusia… [5:67].
Saat Nabi SAW membawa pesan agama Islam, saudara-saudara terdekatnya melawan beliau. Pamannya tidak percaya pada beliau. Namun beliau tetap diam. Selama 13 tahun di Mekkah, Nabi SAW tidak pernah mengeluarkan pedangnya.
Kata orang, Islam agama yang kasar, padahal Nabi SAW tidak pernah mengeluarkan pedang, kecuali untuk membela diri. Nabi SAW bukan seorang prajurit. Beliau tidak pernah berkelahi. Saya membaca brosur hari ini yang mengatakan bahwa Nabi SAW adalah seorang prajurit. Salah! Itu berasal dari mental kaum Wahhabi, Allah SWT cukup bagi beliau, Allah SWT mendukung beliau.
Mereka mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Akan kami berikan apa pun yang kamu minta. Berhentilah menyebarkan Islam.” Nabi SAW menjawab, “Walaupun kalian letakkan bulan di tangan kiriku dan matahari di tangan kananku, aku tidak akan berhenti. Aku tidak mengejar posisi, uang atau ketenaran. Aku mengejar firman.”
Ada banyak tempat di atas bumi ini. Pergilah ke samudra sana. Jangan berkelahi di atas daratan. Pergi ke lautan dan peranglah sesuka kalian sampai asin! Jangan menghancurkan bumi dan merusak air tanah.
Saya akan bercerita tentang salah satu sahabat Nabi SAW, Salman al-Farsi RA. Ayahnya adalah penganut Zoroaster (penyembah api-penerj.). Beliau tinggal di Persia - sekarang disebut Iran. Usianya panjang, mungkin 140 tahun, namun ada yang mengatakan lebih. Saat itu beliau sedang mencari kebenaran. Beliau dibesarkan sesuai ajaran Zoroaster. Namun saat orang tuanya meninggal, beliau mulai menjelajah dari satu agama ke agama yang lain.
Bukan berarti agama lain salah, namun beliau menginginkan sesuatu. Jika seseorang mencintai sesuatu, hatinya akan selalu terhubung dengannya. Salman RA bercerita tentang hal ini (pada sebuah hadits). Nabi SAW meminta Salman RA untuk menceritakan hal ini pada para sahabat.
Beliau menuturkan, Aku sadar, bahwa hatiku belum merasakan kepuasan, maka aku pun mencari sesuatu yang lebih. Pertama aku menemui seorang pendeta Yahudi. Kukatakan padanya, “Aku sedang mencari kebenaran.” Jawab sang rabbi, “Anakku, engkau masih muda. Aku dapat mengajarimu.” Aku ingin belajar pada dia, karena kulihat dia sangat alim dan terpelajar. Sang rabbi menerimaku dengan syarat bahwa aku harus menolong segala kebutuhannya, karena dia sudah lanjut usia. Maka akupun hidup bersama orang itu, melayani dia dan dia mengajari aku. Aku bekerja untuknya.
Saat dia akan meninggal, aku bertanya, “Ke mana aku harus pergi? Apa yang harus kulakukan?“ Jawabnya, “Tidak ada lagi kebenaran di negara ini. Akan kukirim kau ke Irak, ada seorang temanku di sana.”
Kemudian aku menempuh jarak yang jauh menuju Irak, butuh waktu berbulan-bulan, sampai aku menemukan orang yang dimaksud guruku. Dia menerima permintaanku untuk melayaninya. Dia mengajariku banyak hal. Aku mencintainya seperti aku mencintai ayah dan ibuku. Dia berhati murni dan sangat baik.
Tiba saat dia akan meninggal dunia, aku tanyakan padanya, “Apa yang harus kulakukan?” Jawab rabbi, “Pergilah ke Syam. Ada seorang beriman di sana yang akan mengajarimu.” Aku pun pergi menemuinya, belajar. Sampai waktunya dia meninggal dunia, aku tanyakan padanya, “Apa yang harus kulakukan?” Jawabnya, “Aku tidak tahu guru-guru lain. Namun menurut kitab-kitab yang aku miliki, disebutkan tentang seorang Nabi yang akan datang. Beliau akan hidup di antara dua gunung hitam dan pepohonan kurma. Pergilah, engkau akan bertemu beliau di sana.”
Sekarang aku telah melewatkan 50-60 tahun melayani dari satu guru ke guru lainnya, namun ke mana lagi aku harus pergi? Guru itu menyebutkan tanah Arab, namun Arab yang mana?
Aku menunggu dan terus menunggu. Guruku telah meninggal dan aku memelihara kawanan domba dan unta. Aku sudah punya sebuah rumah dan modal. Saat itu ada sebuah karavan yang akan pergi menuju tanah Arab, aku memohon agar bisa ikut mereka. Mereka berkata, “Kami minta biaya.” Jawabku, “Ambil semua unta, domba dan kambingku.” Mereka menerimanya. Namun di tengah jalan mereka berubah menjadi kawanan Iblis. Mereka menjualku pada seseorang sebagai budak. Aku melayani tuanku dengan sabar sebagai seorang budak.
Saat seseorang sedang jatuh cinta, dia melakukan segalanya dengan tulus. Itulah yang rabbi dan semua keyakinan ajarkan, yaitu untuk melayani Tuhannya. Salman RA sedang menuju jalan kebenaran, maka hanya kebaikan yang ada di hatinya. Dia ingin menjadi seseorang yang berguna bagi komunitasnya. Itulah yang dia yakini. Dia terima takdirnya sebagai seorang budak dan setia pada mereka yang dia layani.
Salman RA mengatakan, “Apa pun yang disuruh majikan, aku patuhi. Aku tahu, itulah takdirku. Aku bekerja padanya selama beberapa tahun, namun hatiku tetap membara untuk pergi ke tanah Arab untuk bertemu dengan Nabi yang disebutkan oleh guruku.
Setelah beberapa tahun bekerja, suatu hari ada sebuah karavan yang berkunjung. Pemiliknya adalah teman majikanku, dia sangat menyukai aku. Dimintanya aku untuk menjadi budaknya dengan cara membeli dari majikanku. Setelah disetujui, akhirnya aku berganti majikan. Kami bepergian berbulan-bulan sampai akhirnya tiba di sebuah kota kecil di mana kulihat pegunungan hitam dan pohon-pohon kurma.
Aku berkata pada diri sendiri, “Akhirnya kutemui sesuatu yang membuatku puas.” Itulah hal yang memuaskan dia. Jika kalian puas akan sesuatu, maka terserah kalian untuk menerimanya atau tidak.
Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan dalam agama.” [2:256] Kalian tidak boleh memaksa orang dalam hal apa pun. Jika dia ingin menjadi Yahudi, maka dia akan menjadi seorang Yahudi. Jika ingin menjadi Kristen, dia pun akan menjadi Kristen. Bukan kewajiban kalian untuk menggedor pintunya dan menyuruh orang menjadi muslim. Kalian bukan seorang utusan. Jika seseorang datang dan bertanya pada kalian, maka kalian jelaskan. Jika ada yang tertarik dengan Islam, kalian boleh berdiskusi dengan mereka.
Maka Sayyidina Salman al-Farsi RA sampai pada kota yang dimaksud. “Aku mulai melayani majikanku dengan mengumpulkan kurma-kurma untuknya.” Aku menunggu Nabi setiap hari dengan penuh keresahan. Pekerjaanku adalah memetik kurma untuk tuanku, namun sebagian adalah milikku sendiri.
Suatu hari kudengar seorang anak kecil menyanyikan lagu, “Tala`al-badru `alayna.” Aku sedang berada di Quba (sekitar 12 km dari Madinah). Kudengar Sang Nabi SAW pindah ke sini dari Mekkah, maka turunlah aku sambil membawa beberapa kurma-kurma milikku sendiri.
Guru terakhirku mengatakan akan ciri-ciri Nabi SAW, bahwa beliau berkenan memakan sesuatu dari hadiah, tetapi tidak berkenan memakan dari sedekah. Dan dia mempunyai sebuah tanda di lehernya, Khatm an-nubuwwah.
Aku pergi menuju masjid Quba. Semua sahabat sedang duduk mengelilingi Nabi SAW. Kutawarkan kurma pada beliau, “Ya Muhammad SAW! Ini kurma dariku. Aku tahu bahwa Anda dan para sahabat amat lelah. Terimalah kurma-kurma ini sebagai sedekah dariku.”
Nabi SAW mengambil kurma-kurma itu dan mengatakan, “Semoga Allah SWT membalas kebaikanmu.” Dan beliau membagikan kurma-kurma itu pada sahabat-sahabat beliau. Aku hanya memperhatikan apa yang beliau lakukan. Beliau sama sekali tidak menyentuh kurma-kurma itu.
Dia (Salman RA) adalah seorang Zoroaster yang datang ke Madinah dari Syam lewat Mosul, asli dari Persia. Dia ingin membuktikan sendiri tanda-tanda kenabian itu. Setelah satu minggu, aku kembali lagi menemui Nabi SAW sambil membawa kurma. “Ini sebagai hadiah dariku, Ya Rasulallah SAW.” Nabi SAW mengambil sebutir kurma, menciumnya dan memakannya lalu dibagikan kurma-kurma itu pada sahabat-sahabatnya.
Aku menunggu saat untuk melihat Khatm an-Nubuwwah. Aku sudah berusaha mengintip, namun malu rasanya meminta Nabi SAW untuk memperlihatkan tanda itu. Suatu saat ketika Nabi SAW menggali sebuah lubang untuk mengubur jasad seseorang, aku mengikutinya untuk melihat Khatm an-Nubuwwah milik Nabi SAW.
Lihat betapa “Nabi SAW khawatir akan keselamatan umatnya” [9:128], beliau menggali sendiri kuburan salah satu sahabatnya dan tidakkah kalian mengira bahwa beliau akan menyelamatkan kita agar masuk surga?
Saat Nabi SAW menggali, Salman RA mulai mengamati punggung beliau. Tiba-tiba Nabi SAW berkata, “Ini lihatlah! Inikah yang engkau cari?” Sambil menyibakkan sedikit jubah beliau sehingga Khatm an-Nubuwwah itu terlihat.
Di kemudian hari berkaitan dengan Salman al-Farsi RA, kaum Anshaar dan Muhajirin berdebat. Kaum Anshaar mengklaim, “Dia (Salman RA) berasal dari kaum kami, dia dari Madinah.” Kaum Muhajirin pun mengklaim, “Tidak, dia pindah dari Syam ke Persia.” Nabi SAW pun menghentikan mereka, dan berkata, “Tidak! Dia bukan berasal dari kaum kalian. Dia adalah dariku, Ahl al-Bayt, Keluarga dari Rumah (Nabi SAW).
Hadits di atas mempunyai makna yang dalam, bahwa seorang asing yang tidak ada hubungan darah atau perkawinan dapat menjadi anggota Ahl al-Bayt, jika mempunyai cinta yang luar biasa terhadap Nabi SAW. Mereka yang membaca na'at dan menulis puisi pujian pada Nabi SAW insya-Allah juga termasuk keluarga dari Nabi SAW.
Inilah Islam. Sesuatu yang harus kalian rasakan, walaupun terasa asam atau manis. Ketika memasukinya, kalian akan bisa mengenalnya. Karena alasan tersebut banyak masalah dalam komunitas kita. Karena orang-orang yang tak berpengetahuan (belajar walaupun sedikit) datang dan membuat kegaduhan seperti sebuah kotak korek api yang berisi tiga atau empat di dalamnya. Berbeda dengan kotak korek yang isinya penuh; kocoklah, pasti tidak akan terdengar suara.
Artinya penganut yang tulus, yang tidak mengincar kursi direktur akan hidup puas dengan apa yang Allah SWT berikan. Mereka hidup 60-70 tahunan. Mereka bisa menjadi dokter, insinyur atau orang-orang miskin, namun mereka puas. Tetapi mereka yang seperti “korek api” akan membuat kegaduhan sehingga akan membingungkan masyarakat.
Sabda Nabi SAW, “la farqa bayna `arabiyyan wa `ajamiyyan illa bi-taqwa.” – “Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan bukan Arab kecuali dalam hal ketaqwaan pada Tuhan.” Jika dia muslim, hubungan kita bergantung pada ketaqwaannya.
"Astaghfirullah al-`azhiim..."
Wa min Allah at tawfiq
Source: Sufilive
© Copyright ufilive.
This transcript is protected by International Copyright Law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu Khayr.
Post a Comment Blogger Disqus