Dikisahkan oleh: Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (q)
A`udzu billahi min asy-Syaythanir-rajim. Bismillahir-rahmanir-rahiim. Dastuur ya sayyidi madad. Nawaytul arba`iin, nawaytul ‘itikaf, nawaytul khalwa, nawaytul `uzla, nawatul riyaadha, nawaytus suluk, fii hadzal masjid lillahi ta`ala al-`azhiim.
Sekarang saya akan menceritakan kisah Sayyidina Syah Naqsyband (q), yang merupakan imam dari Tarekat Naqsybandi dan seorang ulama besar di masanya. Ia adalah seorang ulama yang langka dari ilmu Syariah dan ilmu Haqiqat. Ia dikenal sebagai dzu-janahayn, yang memiliki dua sayap, yang menjaga dua macam ilmu: yang satu ia sampaikan kepada semua orang dan yang satunya lagi ia simpan bersama para pengikutnya. Ia juga dikenal sebagai Sulthan al-`Arifiin, sultan bagi orang-orang arif.
Sayyidina Syekh Syarafuddin meriwayatkan hadits inda dzikr as-sulaha tanzal ar-rahma. Artinya, setiap saat nama awliya disebutkan, rahmat Allah turun kepada majelis itu, karena mereka menyebutkan awliya-Nya. Di mana rahmat itu turun, itu adalah salah satu rahasia yang diungkapkan oleh Sayyidina Grandsyekh Syarafuddin (q) dan Grandsyekh AbdAllah al-Faiz (q) dalam khalwat mereka, saat mereka menerima rahasia-rahasia dari syekh mereka dan dari Nabi (saw).
Grandsyekh Syarafuddin ad-Daghestani (q) berkata, “Ketika kisah para awliya dan detail kehidupannya disebutkan, dosa-dosa para pendengarnya akan hancur berkeping-keping bagaikan kaca yang pecah.” Menjadi ulama besar di masanya, ia menyebutkan bahwa Ibn Hajar al-Haytami sering menempuh perjalanan selama satu atau dua hari (dulu orang mengukur perjalanan mereka dalam ukuran waktu atau hari) untuk mendengar kisah-kisah yang disampaikan oleh syekh-syekh Naqsybandi.
Salah satu kisah yang diceritakan adalah kisah mengenai Muhammad Bahauddin an-Naqsyband (Syah Naqsyband) dari Bukhara yang kini dikenal dengan nama Uzbekistan. Ketika ia berusia tujuh tahun, Syah Naqsyband (q) dibawa untuk bertemu dengan seluruh rohani anbiya-ullah dan rasul dalam hadirat Sayyidina Muhammad (saw). Dalam hadirat Nabi (saw), umur tidaklah penting, rohaninya saja yang penting. Syah Naqsyband (q) sampai di hadirat suci tersebut pada umur 7 tahun: ia unik, karena tidak seorang pun yang dapat menyamai levelnya di antara seluruh pengikut Naqsybandi pada masa itu.
Di hadirat Nabi (saw), Sayyidina Musa (as) bertanya kepada Syah Naqsyband (q), “Ya fardh al-`alam, kapan engkau dipilih sebagai seorang mursyid bagi manusia?” Syah Naqsyband (q) menjawab, “Aku telah menjadi mursyid ketika para awliya masih belum ada sepenuhnya.” (Artinya, “Aku telah menjadi mursyid sebelum Allah menciptakan para awliya.”) Ia tidak berbicara mengenai dirinya, tetapi mengenai rahasia Nabi (saw) yang telah disampaikan kepadanya, pada level itu, dalam keadaaan ektasi yang unik.
Lalu Sayyidina Musa (as) berkata, “Jelaskan, kami ingin tahu.” Sayyidina Syah Naqsyband (q) menerima dari jalur Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq, jadi karena adab terhadap Sayyidina Musa (as), Abu Bakr ash-Shiddiq (ra) menjawab, “Wahai Musa! Ketika Syah Naqsyband (q) berbicara kepadamu, itu berasal dari level yang ia wariskan dari Nabi Muhammad (saw), dan dari level itu, itu adalah satu dari empat puluh sembilan bagian nubuwwat. Dari rahasia pada level itu, ia memberi jawaban padamu.”
Lalu Abu Bakr (ra) memandang Sayyidina Syah Naqsyband (q), memberi isyarat untuk menjawab pertanyaan itu. Syah Naqsyband (q) menjawab, “Aku telah menjadi mursyid ketika tidak ada awliya, sebelum para awliya diberi posisi mereka pada hari yawma alastu birabbikum. Sejak saat itu aku telah menjadi mursyid, dan Allah mengizinkan aku untuk menjaga semua pengikutku dan rezeki mereka, dan membimbing mereka ketika para awliya masih belum ada.” Sayyidina Musa (as) mengulangi lagi, “Jelaskan.”
Sayyidina Syah Naqsyband (q) melanjutkan, “Aku diberi maqam kewalianku sebelum semua wali diberi maqam kewaliannya dalam Tarekat Naqsybandi. Dan aku menerimanya ketika aku masih berada dalam dunia atom. Allah menciptakan aku 20.000 tahun sebelum Dia menciptakan para awliya Naqsybandi, dan aku berada dalam tarbiyyah dan inayat Nabi (saw). Lalu Allah (swt) menciptakan semua awliya lainnya dan mereka muncul setelah 17.000 tahun. Ada perbedaan selama 10.000 tahun antara hakikat keberadaanku dengan mereka. Itulah yang aku maksud.” Itu terjadi ketika Syah Naqsyband berumur 7 tahun, dan itu adalah irsyad pertamanya dalam hadirat para anbiya, awliyaullah dan sahabat.
Allah (swt) mengaruniai Syah Naqsyband 12.000 keistimewaan. Salah satu dari keistimewaan ini, untuk memberi kalian gambaran mengenai keistimewaan yang lain (dan ini masih tergolong keistimewaan yang biasa) adalah kekuatan untuk memfokuskan penglihatannya ke seluruh alam semesta ini 363 kali dalam 24 jam, dan itu mencakup seluruh alam semesta. Ia mampu memandang 363 kali setiap hari pada seluruh makhluk, termasuk manusia, mengamati apa yang mereka lakukan, bagaimana kondisi rezeki mereka, urusan mereka, masalah dan kesulitan yang mereka hadapi.
Tidak hanya itu, ia mampu melihat semua bayi yang masih berada di dalam rahim ibunya. Ini adalah salah satu keistimewaan dasar yang ia miliki. Pada kesempatan kunjungan pertamanya itu, ia berdoa, “Yaa Rabbi, jangan biarkan orang yang menjadikan aku sebagai mursyidnya dan orang-orang yang datang setelah aku atau sebelum aku hidup tanpa mendapat dukungan-Mu.” Seluruh malaikat di langit berkata, “Amiin.”
Grandsyekh berkata bahwa berkah dari doa itu muncul empat kali dalam setahun, dan perlindungan dikirimkan kepada para pengikut Syah Naqsyband empat kali dalam setahun: pada tanggal 14 Muharam—hari kelahiran Syah Naqsyband (q); hari pertama bulan Ramadan, hari kelimabelas Ramadan, dan pada Laylat al-Qadr. Pada hari-hari istimewa ini, Allah mengirimkan perlindungan khusus kepada para pengikut Syah Naqsyband (q). Siapapun yang masuk ke dalam Tarekat Naqsybandi, ia akan dilindungi dari segala penjuru.
Ketika Allah (swt) menciptakan para awliya 17.000 tahun kemudian (10.000 tahun setelah penciptaan Syah Naqsyband (q)), mereka datang ke Alam Inti, berbicara kepada inti dari Syah Naqsyband (q) dan memintanya demi Nabi Muhammad (saw) agar mereka diterima dalam Tarekat Naqsybandi. Ia menerima 7007 di antara mereka untuk menjadi wali, dan masing-masing diberi 12.000 ilmu dari setiap huruf al-Qur’an yang mereka baca.
Syah Naqsyband (q) mencari perbedaan ini demi Nabi Muhammad (saw), dan ketika ia memintanya, Nabi (saw) memandangnya dan mengangkatnya untuk setiap huruf al-Qur’an dikalikan dengan 12.000 ilmu yang diberikan pada setiap huruf kepada para awliya ini. Kita katakan bahwa ada 70.000 hijab kegelapan antara kita dengan hadirat Nabi (saw). Semakin dekat kepada Nabi (saw), hijab terakhir membuat kalian merasa sangat jauh dari hakikat Nabi (saw). Karena untuk mendekati hadirat Nabi (saw), isyq kalian akan membuat kalian merasa lebih jauh darinya.
Dari maqam itu, Syah Naqsyband (q) mengungkapkan, “Ketika awliyaullah menghancurkan hijab-hijab ini dan mendekati hadirat Nabi (s), ada 700.000 hijab lagi yang harus dilewati untuk mencapai inti dari hadirat Nabi (saw). Dan aku telah sampai di tempat yang belum pernah dicapai oleh seorang pun sebelumnya.” Itu serupa dengan kisah mengenai Sayyidina Bayazid al-Bisthami (q). Ketika ia dilempari batu dan disiksa oleh sukunya, ia pergi menaiki sebuah kapal dan berdoa, “Ya Rabbi, bawalah aku ke tempat yang membuatku bahagia.”
Kemudian kapal itu mulai menghadapi gelombang besar. Kapten kapal berkata, “Pasti ada seorang pendosa besar yang menyebabkan bencana ini!” Sayyidina Bayazid al-Bisthami (q) berkata, “Akulah pendosa itu, lemparkan aku ke dalam samudra.” Ia bicara kepada dirinya sendiri, “Aku akan masuk ke dalam samudra dan aku akan mencari Hadirat Allah.” Segera setelah ia dilemparkan, air laut menjadi tenang, dan Sayyidina Bayazid, tanpa memikirkan maksud lain dan dengan menggunakan kekuatan spiritual terbesarnya, ia mulai menyelam ke dalam Samudra (Hakikat) itu dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada kecepatan cahaya, hingga ia sampai pada suatu tempat yang sangat gelap dan hampa.
Di sana ia mendengar sebuah suara yang digambarkan oleh Grandsyekh sebagai, “Huuuuuuuuuuuuuuuuuuu.” Sayyidina Bayazid dikarunia kekuatan spiritual yang luar biasa, serupa dengan yang dimiliki oleh Syah Naqsyband (q), dan dengan kekuatan itu, ia berusaha untuk menghitung jumlah orang di tempat itu yang mengucapkan kata, “Huuuu…” Walaupun ia sudah menggunakan semua kekuatannya, ia masih belum bisa menghitungnya.
Grandsyekh mengatakan bahwa Sayyidina Bayazid kemudian menyadari bahwa itu adalah hadirat yang tidak bisa dicapainya, dan ia mengetahui bahwa itu adalah Syah Naqsyband dan para pengikutnya yang mengucapkan, “Huuuu…” Meskipun Syah Naqsyband (q) muncul berabad-abad setelah Sayyidina Bayazid al-Bisthami (q), tetap saja ia sampai pada hadirat spiritual Syah Naqsyband (q) dan murid-muridnya itu. Dan Sayyidina Bayazid al-Bisthami (q) menjadi khawatir, ia mengantisipasi kemungkinan Syah Naqsyband (q) akan bertanya, “Mengapa engkau berada di sini?” lalu kemudian mengusirnya, karena awliya menjaga murid-murid mereka dan tidak ingin wali lain melanggar teritorinya.
Bi hurmat al habiib wa bi hurmat al-Fatiha. Demi kemuliaan Sang Kekasih, kita baca Surat al-Fatihah.
Post a Comment Blogger Disqus