Sultan pertama kerajaan Pontianak
Kerajaan Pontianak adalah salah satu di antara kerajaan Melayu yang terakhir didirikan. Pendirinya adalah seorang keturunan Arab-Melayu, zuriat Nabi Muhammad s.a.w. Kekukuhannya sebagai Sultan Pontianak yang pertama adalah dilantik oleh Raja Haji bin Upu Daeng Celak Yang Dipertuan Muda Riau.
Pendiri kerajaan Pontianak itu ialah Syarif Abdur Rahman bin al-Habib Husein al-Qadri. Habib Husein al-Qadri, ayah beliau seorang ulama besar, bahkan banyak orang meriwayatkan Habib Husein al-Qadri adalah seorang `Wali Allah' yang dibuktikan banyak `karamah'.
Oleh itu, anak beliau Syarif Abdur Rahman al-Qadri adalah seorang `sultan' dan sekaligus beliau adalah seorang `ulama'.
Riwayat di bawah ini adalah berasal dari sebuah manuskrip yang diperoleh di Pontianak yang saya ringkaskan dan di beberapa tempat disesuaikan dengan bahasa sekarang.
Pengembaraan
Apabila sampai umur Syarif Abdur Rahman 16 tahun, beliau dibawa oleh ayahnya pindah dari negeri Matan ke negeri Mempawah. Setelah berumur 18 tahun, beliau dinikahkan oleh ayahnya dengan Utin Cenderamidi, anak Upu Daeng Menambon.
Tatkala umurnya 22 tahun, Syarif Abdur Rahman pergi ke Pulau Tambelan selanjutnya ke Siantan dan terus ke pusat pemerintahan Riau di Pulau Penyengat.
Beliau tinggal di sana selama kira-kira dua bulan. Kemudian, ke negeri Palembang dan tinggal di situ sebelas bulan. Sewaktu hendak kembali ke negeri Mempawah dihadiahkan oleh Sultan Palembang, Sultan Pelakit sebuah perahu selaf dan seratus pikul timah.
Dan pada ketika itu juga bermufakat Tuan Saiyid dan sekalian bangsa Arab di negeri Palembang dan setuju memberi hadiah kepada Syarif Abdur Rahman, dua ribu ringgit. Kemudian Syarif Abdur Rahman berlayar pulang ke negerinya, Mempawah.
Setelah dua bulan Syarif Abdur Rahman al-Qadri di Mempawah, beliau belayar pula ke negeri Banjar dan tinggal di sana selama empat bulan. Kemudian, berlayar pula ke negeri Pasir dan berhenti di situ selama tiga bulan.
Setelah itu, kembali lagi ke negeri Banjar. Setelah dua bulan di Banjar, Syarif Abdur Rahman dinikahkan dengan puteri Sultan Sepuh, saudara dari Penembahan Batu yang bernama Ratu Syahbanun. Sebelum menikah, Syarif Abdur Rahman al-Qadri telah dilantik oleh Panembahan Batu menjadi Pangeran dengan nama Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam.
Dua tahun kemudian, Syarif Abdur Rahman al-Qadri kembali ke negeri Mempawah.
Setahun kemudian, kembali lagi ke negeri Banjar. Selama empat tahun di Banjar, beliau memperoleh dua orang putera, seorang laki-laki diberi nama Syarif Alwi diberi gelar Pangeran Kecil dan yang seorang perempuan bernama Syarifah Salmah diberi gelar Syarifah Puteri.
Tarikh 11 Rabiulakhir 1185 H/24 Jun 1771 M Syarif Abdur Rahman keluar dari negeri Banjar kembali ke negeri Mempawah. Ketika sampai di Mempawah didapatinya Tuan Besar Mempawah, Habib Husein al-Qadri ayahnya, telah kembali ke rahmatullah. Syarif Abdur Rahman al-Qadri berhenti di Mempawah selama tiga bulan bermusyawarah dengan adik- beradiknya, ialah Syarif Ahmad, Syarif Abu Bakar, Syarif Alwi bin Habib Husein al-Qadri dan seorang kerabat mereka, Syarif Ahmad Ba'abud. Keputusan musyawarah bahwa Syarif Abdur Rahman akan keluar dari negeri Mempawah hendak membuat kedudukan di mana-mana yang patut.
Mengasaskan kerajaan Pontianak
Tarikh 14 Rajab 1185 H/23 Oktober 1771 M, Syarif Abdur Rahman berangkat dari negeri Mempawah dengan 14 buah perahu kecil bernama kakab. Kemudian, sampailah ia di Sungai Pontianak yang kebetulan tempat itu dengan masjid yang ada sekarang ini. Syarif Abdur Rahman dan rombongan berhenti di tempat itu pada waktu malam.
Keesokan harinya, Syarif Abdur Rahman pun masuk ke Selat Pontianak dan berhenti di situ selama lima malam. Pada hari Rabu kira-kira pukul 4.00 pagi, Syarif Abdur Rahman memberi perintah menyerang Pulau Pontianak. Masing-masing mereka mengisi meriamnya dan menembak pulau itu. Kata Syarif Abdur Rahman, ``Berhenti perang karena sekalian hantu dan syaitan yang berbuai pada malam hari di pulau itu telah habis lari, janganlah tuan-tuan takut, marilah kita turun menebas pulau itu''.
Semua anak buah perahu pun turun bersama-sama Syarif Abdur Rahman menebas pulau itu. Setelah habis ditebas, lalu didirikan sebuah rumah dan sebuah balai. Kira-kira delapan hari dikerjakan, di antara itu Syarif Abdur Rahman kembalilah ke Mempawah mengambil sebuah kapal dan sebuah tiang sambung. Tarikh 4 Ramadhan 1185 H/11 Disember 1771 M Syarif Abdur Rahman pindah ke pulau itu.
Perang Pontianak Sanggau
Tiada berapa lama negeri itu berdiri, pada bulan Jumadilakhir 1191 H/ 10 Jun 1777 M, Syarif Abdur Rahman berangkat, mudik ke negeri Sanggau dengan 40 buah perahu kecil hendak terus ke negeri Sekadau. Setelah sampai di Sanggau, maka ditahanlah oleh Penembahan Sanggau tiada diberikannya mudik ke hulu, jauh dari negeri Sanggau. Tetapi Syarif Abdur Rahman, berkeras hendak mudik.
Oleh sebab itu, Penembahan Sanggau sangat marah, lalu menembak perahu itu, hingga terjadi peperangan antara kedua-dua pihak. Setelah tujuh hari berperang, Syarif Abdur Rahman mengundurkan diri kembali ke negeri Pontianak, untuk persiapan membuat perahu besar.
Kira-kira delapan belas bulan sesudah itu bersamaan, 2 Muharram 1192 H/31 Januari 1778 M berangkat lagi ke negeri Sanggau dengan sebuah sekoci, dua buah kapal dan 28 buah penjajab. Ketika sampai di Tayan, bertemulah dengan angkatan Sanggau yang menanti kedatangan angkatan Pontianak di situ.
Angkatan Sanggau kalah, terus lari ke Sanggau. Tetapi ada lagi angkatan Sanggau di Kayu Tunu, angkatan Sanggau sudah siap berperang di tempat. Tarikh 26 Muharram 1192 H/24 Februari 1778 M bermulalah perang di Kayu Tunu. Sanggau kalah pada 11 Safar 1192 H/11 Mac 1778 M.
Syarif Abdur Rahman pun mudik ke Sanggau dan berhenti di situ selama 12 hari.
Syarif Abdur Rahman bersama Raja Haji, Yang Dipertuan Muda Riau membuat benteng pertahanan di Pulau Simpang Labi, menempatkan enam pucuk meriam di pintunya.
Pulau itu ditukar nama dengan Jambu-Jambu Taberah. Setelah selesai pekerjaan di Pulau Jambu-Jambu Taberah itu, Sultan Syarif Abdur Rahman pulang ke Pontianak bersama-sama dengan Yang Dipertuan Muda Raja Haji.
Penobatan Sultan
Setelah sampai di Pontianak, Raja Haji, Yang Dipertuan Muda Riau memanggil semua orang di dalam negeri Pontianak untuk memeriksa hal Paduka Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam akan dijadikan sultan. Semua isi negeri Pontianak, setuju. Raja Haji mengirim utusan ke negeri Mempawah, Matan, Landak dan Kubu.
Raja-raja itu pun mengaku di hadapan Yang Dipertuan Muda Raja Haji mengatakan bahwa mereka menerima dengan gembira. Pada ketika dan tarikh yang baik, hari Isnin, 8 Syaban 1192 H/1 September 1778 M, sekalian tuan-tuan sayid, raja-raja dan rakyat negeri Pontianak berkumpul di Pontianak.
Yang Dipertuan Muda Raja Haji dengan suara yang keras, bertitah, ``Adapun kami memberitahu kepada sekalian tuan-tuan sayid, raja-raja, dan sekalian isi negeri Pontianak ini, pada hari ini, Paduka Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam kita sahkan berpangkat dengan nama Paduka Sultan Syarif Abdur Rahman al-Qadri, yaitu raja di atas takhta kerajaan Negeri Pontianak, demikianlah adanya''
Adalah pada tahun 1194 H/1780 M utusan Kompeni Belanda datang dari Betawi dengan satu sekoci dan dua buah pencalang. Utusan Belanda itu bernama Ardi William Palam Petter dari Rembang serta berbicara meminta kepada Sultan Syarif Abdur Rahman untuk mendiami negeri Pontianak.
Bersamanya ada lagi utusan Sultan Banten hendak menyerahkan pemerintahan negeri Landak kepada Sultan Syarif Abdur Rahman. Maka Kompeni Holanda pun tetaplah duduk setia bersama-sama di dalam negeri Pontianak.
Pada tahun 1198 H/1784 M Kompeni Belanda bermusuhan dengan Yang Dipertuan Muda Raja Ali Riau. Kompeni Belanda menyerang Yang Dipertuan Muda Raja Ali Riau di negeri Sukadana. Negeri Sukadana kalah dalam perang itu.
Pada tahun 1200 H/1785 M, Sultan Syarif Abdur Rahman bersengketa dengan saudara iparnya Raja Mempawah, Penembahan Adi Wijaya, karena perkara Sultan Sambas. Disingkatkan ceritanya, akhirnya Sultan Syarif Abdur Rahman terpaksa memerangi negeri Mempawah. Setelah berperang selama delapan bulan, negeri Mempawah kalah dalam peperangan itu. Setelah selesai perang, Sultan Syarif Abdur Rahman mengangkat puteranya yang bernama Pangeran Syarif Qasim berpangkat Penembahan Memerintah Diatas Takhta Kerajaan Negeri Mempawah.
Selanjutnya, terjadi perselisihan Pontianak dengan Sambas mulai 3 Rabiulakhir 1206 H/30 November 1791 M. Sultan Syarif Abdur Rahman bersama Yang Dipertuan Sayid Ali bin Utsman, Raja Siak memerangi negeri Sambas. Perang yang terjadi selama delapan bulan itu, berakhir dengan seri yaitu tiada yang kalah atau pun menang.
Wafat
Demikianlah kisah Sultan Syarif Abdur Rahman al-Qadri yang dilahirkan pada 15 Rabiulawal 1151 H/3 Juli 1738 M dan wafat pada malam Sabtu, pukul 11.00, tarikh 1 Muharram 1223 H/28 Februari 1808 M.
Pada hari itu juga, Penembahan Syarif Qasim yang berkedudukan di Mempawah, diobatkan menjadi Sultan Pontianak dengan menggunakan nama Paduka Sultan Syarif Qasim Raja Duduk Diatas Takhta Kerajaan Negeri Pontianak.
Pada tarikh 19 Safar 1223 H/16 April 1808 M, Pangeran Mangku Negara Syarif Husein bin al-Marhum Sultan Syarif Abdur Rahman dilantik menggantikan Syarif Qasim menjadi raja kerajaan negeri Mempawah.
Pada hari Khamis, pukul 9.00, tarikh 11 Muharram 1228 H/14 Januari 1813 M, Pangeran Syarif Husein kembali ke rahmatullah.
Beliau diganti oleh Penembahan Anom, puteranya Penembahan Adi Wijaya, menjadi wakil memegang kuasa di dalam negeri Mempawah. Pada tahun 1241 H/ 1825 M, Penembahan Anom kembali ke rahmatullah. Pada tahun 1243 H/1828 M, Pangeran Adi Pati Geram menjadi wakil menggantikan memegang kuasanya di dalam negeri Mempawah berpangkat nama Penembahan.
Demikianlah riwayat yang saya ringkaskan dan ubah bahasa dari salah satu manuskrip yang berasal dari tulisan Syarif Abu Bakar bin Syarif Umar bin Sultan Utsman bin Sultan Syarif Abdur Rahman bin Habib Husein al-Qadri yang bertarikh 28 Rabiulakhir 1350 H/9 September 1931 M.
Manuskrip tersebut telah disalin oleh Sayid Alwi bin Sayid Ahmad bin Sayid Ismail al-Qadri. Tarikh salinan, 7 Jumadilakhir 1354 H/7 Ogos 1935 M.
Wan Mohd. Shaghir Abdullah selesai mentransliterasi dari Melayu/Jawi ke Latin/Rumi pada, 9 Muharram 1421 H/14 April 2000 M dan selanjutnya diubah bahasa dimuat dalam bagian Agama, Utusan Malaysia, pada terbitan hari ini.
Setya Sastrodimedjo
Post a Comment Blogger Disqus