Mursyid Ke 27
Muhammad Sayfuddin qaddasa-l-Lahu sirrah
Muhammad Sayfuddin qaddasa-l-Lahu sirrah
"Suara seruling adalah citra panggilan Allah kepada manusia.
"Kami semua adalah bagian dari Adam dan mendengar melodi itu di Surga.
"Meskipun air dan tanah liat telah menutupi kita dengan keraguan, kita masih ingat suara-suara itu.
"Tapi karena mereka bercampur dengan debu kesedihan, bagaimana seharusnya nada tinggi dan rendah ini menghasilkan kegembiraan itu?"
"Kami semua adalah bagian dari Adam dan mendengar melodi itu di Surga.
"Meskipun air dan tanah liat telah menutupi kita dengan keraguan, kita masih ingat suara-suara itu.
"Tapi karena mereka bercampur dengan debu kesedihan, bagaimana seharusnya nada tinggi dan rendah ini menghasilkan kegembiraan itu?"
Rumi, Mathnavi.
Ia adalah seorang Mujahid bagi tarekat ini dan Mujahid bagi jalur sejati dari Sunnah Nabi (s). Ia mendapat manfaat spiritual yang besar dari leluhurnya, yaitu Sayyidina `Umar al-Faruq (r), dan dari kakeknya, Sayyidina Ahmad al-Faruqi (q). Dengan berkah dari Nabi (s), ia mampu menyebarkan tarekat ini lebih jauh dan lebih luas.
Ia dilahirkan pada tahun 1055 H./1645 M. Ia dibesarkan di rumah ayahnya, Muhammad Ma`shum (q), dan ia disusui dengan susu dari ilmu ayahnya, kakeknya dan leluhurnya yang diberkati. Semasa ayahnya masih hidup ia duduk di Singgasana Bimbingan dan ia mengikuti jejak para pendahulunya. Rumahnya menjadi cahaya bagi para ulama yang datang bagaikan ngengat dari segala penjuru. Ketika ilmu halusnya berkembang, ia menjadi semakin terkenal bahkan di langit, mencapai orbit dari orang-orang yang arif sampai ia mampu menguraikan Simbol-Simbol dari Ilmu yang tersembunyi dan membuka Perbendaharaan dari Urusan-Urusan Surgawi. Ia menyebarkan ilmu lahir dan batin, dan ia memadukan para pemula dengan orang-orang yang sudah ahli dan ia mengajarkan Ilmu tentang Rasa (dzawq).
Atas perintah ayahnya ia pindah ke kota Delhi untuk menyebarkan ilmu Syari`ah dan cahaya Hakikat. Sultan sendiri, Muhammad Alamagir, menjadi muridnya, sehingga orang-orang di Dewan, menteri-menteri, dan semua pangeran menjadi muridnya. Dengan dukungan Sultan, tak lama seluruh kerajaan pun menerimanya. Ia mewujudkan Sunnah Nabi (s) dan menginspirasikan cinta untuk Syari`ah ke seluruh bangsa. Dengan ilmu yang mendalam yang memenuhi kalbunya, ia mengangkat bendera Islam dan menghilangkan jejak-jejak kebodohan dan tirani dari kerajaan.
Melalui berkah dari pertemanan dengan Syekh Sayfuddin (q), Allah menjadikan Sultan berhasil dalam segala urusannya dan mencegah terjadinya hal-hal yang berbahaya dan melanggar hukum di wilayahnya. Sultan membasmi para penindas dan orang-orang yang berbuat zalim. Ia terus menjaga hubungannya dengan Syekh, mengikutinya sebagai murid. Melalui dorongan Syekh, ia mampu menghafal kitab suci al-Qur’an. Ia mengisi waktu-waktu malamnya dengan melakukan amalan tarekatnya, dengan berzikir, sementara siang harinya ia mengurusi urusan-urusan di kerajaannya.
Syekh berusaha untuk menghapuskan segala bentuk penderitaan dan penindasan dari kerajaan melalui Sultan, dan usahanya berhasil dengan gemilang, hingga seluruh India hidup dalam damai. Syekh mendapat posisi yang begitu terhormat di mana seluruh sultan dan pangeran akan berdiri untuk menghormatinya.
Suatu hari seseorang berdiri bersama pangeran-pangeran lain dan sultan dalam hadirat Syekh, kemudian sebuah bisikan menyindir masuk ke dalam kalbunya, mengatakan, “Sombong sekali Syekh ini.” Syekh lalu memandangnya dan berkata, “Kau benar, karena Keangkuhanku berasal dari Keangkuhan Allah.”
Suatu ketika seorang pria menyangkal kata-kata Syekh. Malamnya ia bermimpi di mana sekelompok orang datang dan menyerangnya. Mereka memukulinya berkali-kali dan bertanya, “Beraninya kau menyangkal ucapan Syekh, padahal ia adalah Pecinta Allah?” Orang itu bangun dan mendapati dirinya luka-luka, ia segera mendatangi Syekh dan memohon ampun.
Di dalam khaniqahnya (pondok untuk berkhalwat), setiap hari sekitar 6000 salik tinggal di sana dan mereka makan makanan yang disediakannya.
Suatu hari ia mendengar suara ney (flute dari bambu) dari rumah tetangganya. Ia begitu terpesona dengan alunan suaranya sehingga membuatnya jatuh pingsan. Setelah sadar ia berkata, “Apakah menurut kalian aku hampa dengan gairah dan emosi? Tidak, mereka yang mendengar ney tetapi tidak merasakan gairah dan emosilah yang hampa. Tetapi ketika kita mendengar sesuatu yang indah, kita begitu tersentuh sehingga kita segera ditransfer menuju Hadirat Ilahi.”
Bagi para Awliya, panggilan Allah terdengar tanpa ada campuran dari “debu kesengsaraan” dan itulah sebabnya mereka jatuh pingsan ketika mereka mendengarnya.
Suatu hari seorang penderita kusta datang dan meminta doanya agar ia bisa disembuhkan. Syekh lalu meniupnya dan dalam waktu singkat penyakitnya lenyap.
Syekh Muhammad Sayfuddin wafat pada tahun 1095 H./1684 M. dan ia dimakamkan di kota Sirhind. Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada Grandsyekh Nur Muhammad al-Badawani (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/muhammad-sayfuddin-al-faruqi-al-mujaddidi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Ia dilahirkan pada tahun 1055 H./1645 M. Ia dibesarkan di rumah ayahnya, Muhammad Ma`shum (q), dan ia disusui dengan susu dari ilmu ayahnya, kakeknya dan leluhurnya yang diberkati. Semasa ayahnya masih hidup ia duduk di Singgasana Bimbingan dan ia mengikuti jejak para pendahulunya. Rumahnya menjadi cahaya bagi para ulama yang datang bagaikan ngengat dari segala penjuru. Ketika ilmu halusnya berkembang, ia menjadi semakin terkenal bahkan di langit, mencapai orbit dari orang-orang yang arif sampai ia mampu menguraikan Simbol-Simbol dari Ilmu yang tersembunyi dan membuka Perbendaharaan dari Urusan-Urusan Surgawi. Ia menyebarkan ilmu lahir dan batin, dan ia memadukan para pemula dengan orang-orang yang sudah ahli dan ia mengajarkan Ilmu tentang Rasa (dzawq).
Atas perintah ayahnya ia pindah ke kota Delhi untuk menyebarkan ilmu Syari`ah dan cahaya Hakikat. Sultan sendiri, Muhammad Alamagir, menjadi muridnya, sehingga orang-orang di Dewan, menteri-menteri, dan semua pangeran menjadi muridnya. Dengan dukungan Sultan, tak lama seluruh kerajaan pun menerimanya. Ia mewujudkan Sunnah Nabi (s) dan menginspirasikan cinta untuk Syari`ah ke seluruh bangsa. Dengan ilmu yang mendalam yang memenuhi kalbunya, ia mengangkat bendera Islam dan menghilangkan jejak-jejak kebodohan dan tirani dari kerajaan.
Melalui berkah dari pertemanan dengan Syekh Sayfuddin (q), Allah menjadikan Sultan berhasil dalam segala urusannya dan mencegah terjadinya hal-hal yang berbahaya dan melanggar hukum di wilayahnya. Sultan membasmi para penindas dan orang-orang yang berbuat zalim. Ia terus menjaga hubungannya dengan Syekh, mengikutinya sebagai murid. Melalui dorongan Syekh, ia mampu menghafal kitab suci al-Qur’an. Ia mengisi waktu-waktu malamnya dengan melakukan amalan tarekatnya, dengan berzikir, sementara siang harinya ia mengurusi urusan-urusan di kerajaannya.
Syekh berusaha untuk menghapuskan segala bentuk penderitaan dan penindasan dari kerajaan melalui Sultan, dan usahanya berhasil dengan gemilang, hingga seluruh India hidup dalam damai. Syekh mendapat posisi yang begitu terhormat di mana seluruh sultan dan pangeran akan berdiri untuk menghormatinya.
Suatu hari seseorang berdiri bersama pangeran-pangeran lain dan sultan dalam hadirat Syekh, kemudian sebuah bisikan menyindir masuk ke dalam kalbunya, mengatakan, “Sombong sekali Syekh ini.” Syekh lalu memandangnya dan berkata, “Kau benar, karena Keangkuhanku berasal dari Keangkuhan Allah.”
Suatu ketika seorang pria menyangkal kata-kata Syekh. Malamnya ia bermimpi di mana sekelompok orang datang dan menyerangnya. Mereka memukulinya berkali-kali dan bertanya, “Beraninya kau menyangkal ucapan Syekh, padahal ia adalah Pecinta Allah?” Orang itu bangun dan mendapati dirinya luka-luka, ia segera mendatangi Syekh dan memohon ampun.
Di dalam khaniqahnya (pondok untuk berkhalwat), setiap hari sekitar 6000 salik tinggal di sana dan mereka makan makanan yang disediakannya.
Suatu hari ia mendengar suara ney (flute dari bambu) dari rumah tetangganya. Ia begitu terpesona dengan alunan suaranya sehingga membuatnya jatuh pingsan. Setelah sadar ia berkata, “Apakah menurut kalian aku hampa dengan gairah dan emosi? Tidak, mereka yang mendengar ney tetapi tidak merasakan gairah dan emosilah yang hampa. Tetapi ketika kita mendengar sesuatu yang indah, kita begitu tersentuh sehingga kita segera ditransfer menuju Hadirat Ilahi.”
Bagi para Awliya, panggilan Allah terdengar tanpa ada campuran dari “debu kesengsaraan” dan itulah sebabnya mereka jatuh pingsan ketika mereka mendengarnya.
Suatu hari seorang penderita kusta datang dan meminta doanya agar ia bisa disembuhkan. Syekh lalu meniupnya dan dalam waktu singkat penyakitnya lenyap.
Syekh Muhammad Sayfuddin wafat pada tahun 1095 H./1684 M. dan ia dimakamkan di kota Sirhind. Ia meneruskan rahasia Silsilah Keemasan kepada Grandsyekh Nur Muhammad al-Badawani (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/muhammad-sayfuddin-al-faruqi-al-mujaddidi-qaddasa-l-lahu-sirrah/)
Post a Comment Blogger Disqus