"Ibu, berapa harga kain ini?"
"Cukup seratus dirham saja tuan."
"Seratus dirham? Ibu tentu salah. Ini kain mahal bu, masa hanya seratus dirham? Tolong naikkan lagi harganya,"
"Empat ratus dirham bagaimana?"
"Tidak mungkin. Ini benar-benar kain terbaik. Bagaimana kalau ibu tanyakan ahli tekstil di pasar ini berapa harga yang layak untuk kain tersebut?"
Kemudian bertanyalah ibu itu kepada seseorang yang memang pakarnya.
"Ia bilang kain ini biasanya berharga lima ratus dirham tuan."
"Nah itu baru harga yang pantas untuk kain seindah ini. Baiklah aku beli lima ratus dirham."
Ya Rabb. Sebuah kisah yang menawan. Di manakah kita bisa menemukan kembali orang-orang yang bermuamalah untuk saling memuliakan dan membahagiakan saudaranya seperti itu?
Saat menyampaikan cerita ini, para ulama memperkirakan bahwa sang ibu penjual kain sedang butuh uang sekali. Maka ia rela menjual rugi dengan harga di bawah pasar.
Adapun Al-Imam Abu Hanifah yang memang mengerti harga pasaran pada masa itu juga sudah menduga ibu tersebut sedang terdesak, maka beliau tidak ingin menambah kesulitan sang ibu dengan membeli kain tersebut terlalu murah.
Betapa cahaya akhlak terpancar dari sifat beliau.....
Jika cahaya akhlak telah padam dari dalam diri kita maka bayangan saja menghindar, apalagi rezeki. Semoga Allah memaafkan segala kekhilafan kita di masa lalu, dan mengganti seluruh aktivitas jual beli kita mulai hari ini dengan kebaikan dan keberkahan.
Post a Comment Blogger Disqus