Mistikus Cinta

0
Makam Mufti Kesultanan Aceh Darussalam asal tanah Jazirah 'Arab ditemukan.


Asy-Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawiy, pada nisan makamnya yang baru di temukan oleh Tim MAPESA "MASYARAKAT PEDULI SEJARAH ACEH" menyebutkan bahwa ia seorang Faqih, dan menjabat sebuah jabatan penting di kesultanan Aceh Darussalam. Beliau wafat pada tahun 940 Hijriah (1533 Hijriah), makamnya berada di kawasan lahan rawa-rawa Gampong Pande kota Banda Aceh dan masih terendam air laut saat pasang naik.

Al-Farnawiy adalah nisbah dari nama tempat. Yaqut Al-Hamawiy dalam Mu'jamul Buldan (j. 4, h. 257) menyebutkan bahwa Farnah adalah satu tempat di syu'ur (tempat-tempat berpohon) qabilah Huzail. Tidak diketahui secara persis keletakan tempat tersebut, namun qabilah Huzail adalah Arab yang mendiami Makkah serta kawasan antara Makkah dan Tha'if.


Pada sepasang nisan makam yang ditemukan di rawa-rawa Gampong Pande itu terpahat inskripsi sebagai berikut:

Batu Nisan Kepala (sebelah utara):
أ.
1. والملائكة وأولو العلم قائما بالقسط لا
2. (إله إلا) هو العزيز الحكيم
3. لا إله إلا الله محمد رسول الله
4. شهد الله أنه لا إله إلا هو

Inskripsi yang terpahat pada batu nisan bagian kepala ini adalah bunyi ayat 18 dari surah Al 'Imran, yang artinya:

"Allah Menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

Kemudian diikuti dengan kalimat Tauhid. Atau, barangkali, letak yang sebenarnya, diawali dengan kalimat Tauhid dan disusuli dengan ayat Al-Qur'an.

Batu Nisan Kaki (sebelah selatan) Asy-Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawiy:

1. هذا القبر الفقيه التقي المتقي به المطيع له الملك العالي
2. المخصوص بعناية الله الملك الثاني(الباني؟)
3. الشيخ؟ مهند ابن محمود ابن شهبة [ا]لفرنوي توفي يوم الإثنين عشرون من شهر)
4. المحرم (كذا) سنة أربعين وتسعمائة من الهجرة

Terjemahan:

1. Inskripsi pada sisi 1 dan 2 dari nisan ini adalah kalimat yang berarti:

"Inilah kubur Faqih (ahli fiqh), yang bertaqwa, orang yang menjadi tempat memelihara diri serta yang dipatuhi oleh raja yang tinggi, yang dikhususkan dengan 'inayah Allah, raja yang kedua Asy-Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawiy yang wafat pada hari Senin dua puluh (20) dari bulan Al-Muharram (sic) tahun empat puluh dan sembilan ratus dari hijrah (940 hijriah)."


Dari kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwa tokoh yang dimakamkan dengan penanda nisan tersebut adalah seorang faqih (ahli fiqh) yang dalam istilah yang lebih umum adalah ulama. Di sini disebutkan bahwa ahli fiqh ini adalah seorang yang shalih, seorang yang bertaqwa dan memelihara dirinya dari murka dan azab Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sifat yang serupa ini juga disebutkan pada inskripsi nisan makam Al-Marhum Sultan Al-Malik Ash-Shalih di Sumatra (Samudra Pasai; Aceh Utara, sekarang). Selanjutnya disebutkan juga bahwa ia tidak saja orang yang memelihara dirinya sendiri dari murka dan azab Allah (bertaqwa), tapi sekaligus merupakan tempat seorang raja--yang disifatkan dengan raja yang tinggi--memelihara dirinya dari murka dan azab Allah, dan ia adalah orang yang dipatuhi oleh raja itu.

Sampai di sini, tampaknya, kita sudah dapat menyimpulkan bahwa ulama atau faqih yang dikubur di Gampong Pande itu adalah seorang tokoh besar dalam kerajaan Aceh Darussalam. Dari konteks kalimat yang terpahat pada batu nisannya, kita dapat mengira-ngira perannya dalam kerajaan mesti tidak jauh dari seorang penasehat dan mufti sultan, atau guru dan pengasuh dalam keluarga kesultanan, atau semua itu sekaligus.

Siapa raja yang dimaksud?

Penyebutan pada kali pertama sebagai Al-Malik Al-'Ali (raja yang tinggi), lalu ditambahkan dengan Al-Makhshush bi 'Inayatillah (raja yang dikhususkan dengan 'inayah Allah), tanpa menyebut sultan, ini mengesankan bahwa tokoh yang dimaksud adalah memang seorang Malik (raja) dan bukan sultan, dan boleh jadi ia seorang putra mahkota dari sultan (calon sultan). Namun, penyebutannya dengan gelar "Al-Makhshsush bi 'inayatillah" menarik perhatian sebab gelar demikian, sejauh ini, hanya ditemukan pada nisan makan Sultan 'Ala'uddin bin 'Ali Mughayat Syah. Maka di sini muncul pertanyaan yang menarik untuk dibahas lebih luas di kesempatan lain: apakah raja yang dimaksud pada inskripsi itu adalah Sultan 'Alauddin 'Inayat Syah bin 'Ali Mughayat Syah sebelum ia menjadi sultan Aceh Darussalam?


Gelar Al-Makhshush bi 'Inayatillah kemudian disusuli dengan penyebutan gelar Al-Malik kembali dan kali ini diikatkan dengan sifat Ats-Tsani (kedua). Sebenarnya ada peluang untuk membaca kata ini dengan Al-Bani (pembangun), tapi saya lebih mengunggulkan kata Ats-Tsani. Andaikan maushuf (kata yang disifatkan) itu adalah As-Sulthan, maka barangkali akan lebih tepat jika dibaca Al-Bani. Itu hanya menurut saya. Dan dari sini, kita seperti mendapatkan semacam dukungan untuk dugaan bahwa raja yang dimaksud adalah Sultan 'Alauddin 'Inayat Syah bin 'Ali Mughayat Syah, sebab sejauh yang diketahui selama ini, hanya dua orang di antara putra-putra Al-Marhum Sultan 'Ali Mughayat Syah yang sampai ke tahta kesultanan Aceh Darussalam: pertama, Sultan Shalahuddin, dan yang kedua, Sultan 'Alauddin.

2. Inskripsi pada sisi 3 dan 4 dari nisan adalah kalimat yang di beberapa tempat tidak dapat saya pastikan kata-katanya seperti kata Asy-Syaikh pada bagian awal dari sisi 3. Huruf-huruf di bagian awal sudah tidak begitu jelas, namun saya menduga kuat bahwa itu adalah kata Asy-Syaikh, yakni sebuah gelar yang umum mendahului nama seorang ulama, dan berarti tuan guru.

Kemudian pada bagian nama, di situ juga menimbulkan sedikit masalah sebab huruf pertama dari nama tidak dapat dipastikan sementara huruf-huruf berikutnya yang dapat terlihat dengan jelas adalah huruf ha' dan dal. Namun sesudah menimbang beberapa hal, maka saya membacanya dengan: Asy-Syaikh Muhannad (lihat gambar pertanggungjawaban saya untuk bacaan tersebut). Dalam Lisanul 'Arab, "muhannad" berarti pedang yang dibuat dengan besi dari India.

Bacaan selanjutnya cukup jelas kecuali pada dua tempat yang salah satunya kekurangan alif, yakni pada kata Al-Farnawiy, sedangkan pada tempat lain, yakni di bagian paling ujung dari sisi 3 terdapat alif yang tidak dapat dikaitkan dengan apapun kata yang terdapat pada bagian ujung inskripsi sisi 3. Saya kira, alif yang terdapat di situ adalah untuk memperbaiki (istidrakah) ketiadaan alif pada kata Al-Farnawi (Wallahu A'lam). Dengan memperhatikan catatan-catatan tersebut, maka bacaan inskripsi pada sisi 3 dan 4 dapat diterjemahkan begini:

"Asy-Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawiy yang wafat pada hari Senin dua puluh (20) dari bulan Al-Muharram (sic) tahun empat puluh dan sembilan ratus dari hijrah (940 hijriah)."

3. Siapakah Asy-Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawi ini? Sejauh yang diketahui, tokoh ulama ini belum pernah ditemukan tersebut dalam apapun kepustakaan menyangkut sejarah Aceh Darussalam. Hanya nisan ini yang memberitahukan kehadirannya dalam sejarah Aceh Darussalam.

Sesuatu yang baru dapat dilacak untuk sementara ini adalah menyangkut nisbah pada ujung namanya: Al-Farnawiy. Saya menemukan nisbah yang serupa dalam Adh-Dhau' Al-Lami' li Ahli Al-Qarn At-Tasi' (Cahaya Terang bagi Tokoh-tokoh Abad ke-9 Hijriah) karya Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin 'Abdur-Rahman As-Sakhawi--Rahimahullah.

Di sana As-Sakhawi menerangkan:

الفرنوي بفتح أوله وسكون ثانيه إبراهيم بن يوسف الكاتب وابن أخيه محمد وآخرون

"Al-Farnawiy [dibaca] dengan fatah huruf awalnya, dan sukun huruf keduanya. Yaitu: Ibrahim bin Yusuf Al-Katib dan kemenakannya, Muhammad, dan lain-lain." (J. 11, h. 218)

Sayangnya, As-Sakhawiy tidak menyebutkan dari mana nisbah ini berasal, bahkan dalam biografi Muhammad bin 'Ali yang ditulisnya, ia hanya menyebutkan: Muhammad Al-Farnawiy Al-Ashl Al-Qahiry (J.8. h. 229), yakni Al-Farnawi asalnya, dan kemudian tinggal di Kairo, tanpa menerangkan apa atau daerah mana yang dimaksud dengan nisbah Al-Farnawi. Namun saya meyakini bahwa nisbah Al-Farnawi ini telah diambil dari kata-kata Farnah. Ini yang saya yakin lebih tepat dari lainnya.

Lantas kalau sekiranya Al-Farnawiy adalah nisbah dari nama tempat, Farnah, maka di mana letak Farnah ini?

Yaqut Al-Hamawiy dalam Mu'jamul Buldan (j. 4, h. 257) menyebutkan bahwa Farnah adalah satu tempat di syu'ur (tempat-tempat berpohon) qabilah Huzail. Tidak diketahui secara persis keletakan tempat tersebut, namun qabilah Huzail adalah Arab yang mendiami Makkah serta kawasan antara Makkah dan Tha'if.

Bagaimanapun, sesuatu yang dapat dijelaskan kemudian, bahwasanya Asy-Syaikh Al-Faqih Muhannad bin Mahmud bin Syuhbah adalah seorang ulama yang berasal dari Jazirah Arab dan kemudian tinggal di Aceh sepanjang tahun-tahun di paruh awal abad ke-10 hijriah (ke-16 masehi) sampai dengan wafatnya pada 940 hijriah (1533 masehi). Kedatangannya ke Aceh Darussalam dapat diyakini dalam masa pemerintahan Al-Marhum Sultan 'Ali Mughayat Syah yang wafat pada 936 hijriah, sebab Syaikh hanya hidup sekitar 4 tahun kemudian setelah Sultan berpulang ke Rahmatullah.

Sang Faqih dari Jazirah Arab ini kiranya layak memperoleh kajian yang lebih mendalam di masa mendatang, dan untuk sementara ini perlu disampaikan bahwa satu-satunya bukti atas kehadirannya dalam sejarah Aceh Darussalam, di waktu ini, masih berada di kawasan lahan rawa-rawa Gampong Pande, dan masih terendam air laut saat pasang naik.

Gambar:
  1. Proses pembacaan inskripsi pada nisan bagian kaki Asy-Syaikh Muhannad bin Mahmud bin Fuhdah Farnawy
  2. Nisan Asy-Syaikh Muhannad bin Mahmud bin Fuhdah Farnawy terendam saat pasang laut naik.
  3. Komplek makam Asy-Syaikh Muhannad bin Mahmud bin Fuhdah Farnawy abad 16 masehi di Desa Pande kecamatan Kutaraja kota Banda Aceh.
  4. Makam Sultan Agung Aceh Darussalam Sultan 'Alauddin 'Inayat Syah wafat 979 H/1571 M (kedua nisan dari perunggu) berdampingan dengan ayahandanya Sultan 'Ali Mughayat Syah wafat 936 H/1530 M. Masa kedua Sultan agung inilah Syaikh Asy-Syaikh Muhannad bin Mahmud bin Fuhdah Farnawy mengemban satu jabatan penting dalam kesultanan Aceh Darussalam.
Sumber diambil dari:
http://www.mapesaaceh.com/2017/03/sang-faqih-dari-jazirah-arab-di-gampong.html

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Syaikh Muhannad ibn Mahmud ibn Syuhbah Al-Farnawiy | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top