Orang yang pintar [yakni seorang intelektual] tidak bisa melintasi batas Sidratul Muntaha. Seorang intelek berhenti hingga di batas itu, selesai dia disana. Tidak ada kegiatan intelektual disana. Malaikat Jibril AS mewakili Maqam intelektual sejati. Pikiran kita bisa terbakar habis jika melintasi batas itu, bisa terbakar habis... Mengertikah kau? Semoga Allah SWT menjadikan kita memahami hal ini...
Bukankah seharusnya Sayyidina Jibril AS terus menemani Nabi SAW [hingga melintasi batas Sidratul Muntaha] walau dia akan terbakar musnah karenanya?
Perintah mengatasi [atau mengalahkan] adab. Dia (Jibril AS) diperintahkan untuk berhenti di titik itu [yakni dibatas Sidratul Muntaha], dia tidak boleh melangkah lebih lanjut. Bukan masalah jadi terbakar atau tidak. Jika keputusannya ada pada dirinya, maka dia tidak akan meninggalkan Nabi SAW sedikitpun. Tapi hal itu merupakan suatu Perintah Ilahi. Perintahnya adalah untuk berhenti di titik itu. Jika seorang Sultan hendak menerima seorang tamu di ruangannya, maka apakah seseorang yang diperintahkan membawa tamu tersebut hingga ke pintu Sultan, juga ikut masuk ke ruangan Sultan? Bagaimana bisa? Jika Sang Raja kemudian menyalahkan si pelayan [yang tugasnya membawa tamu hingga ke pintu, tapi kemudian dia ikut masuk] yang kemudian menjawab "Itu bukan urusanku". Ini bukan Adab yang baik. Suatu Perintah tingkatannya ada di atas Adab. Tugas Sy. Jibril AS hanya sampai di titik itu, selesai! Apakah ketentuannya ada pada Sy. Jibril AS? "Itu bukan menjadi urusanmu [yakni Keputusannya bukan kewenanganmu]" (QS 3:128). Jadi hal itu bukanlah sesuatu yang diserahkan kepada Jibril AS, dia diperintahkan untuk menemani Nabi SAW hanya sampai di titik itu. Setelah titik itu, Penguasa Surga [yakni Allah Azza wa Jalla] menerima Beliau SAW. Selesai sudah!
Post a Comment Blogger Disqus
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.