Suatu hari mursyid tarekat Naqsybandi Haqqani Mawlana Syekh Nazim Al Haqqani berkunjung ke Indonesia dan ditanya oleh jamaah “apakah Gus Dur itu wali? jawab Mawlana Syekh Nazim Al Haqqani ‘Lihatlah nanti ketika Gus Dur meninggal, benar saja ketika Gus Dur meninggal ribuan orang mengiringi prosesi pemakamannya dan makamnya tak pernah sepi di ziarahi oleh umat yang mencintai Gus Dur.
Pernah suatu ketika KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden mampir kerumah Marsekal Hanafi Asnan yang waktu itu menjabat Kepala Staf Angkatan Udara, pada waktu itu acara tanam seribu pohon di wilayah Madura bersama menteri kehutanan Marzuki Usman, acara yang telah di rencanakan oleh protokol kepresidenan tiba-tiba Gus Dur menyelipkan acara berkunjung silahturahim ke rumah Hanafi Asnan Bangkalan Madura, Meski diberi tahu bahwa KSAU Marsekal Hanafi Asnan tak ikut dalam rombongan, Gus Dur mengatakan bahwa dirinya akan bersilaturahmi kepada ibunya Pak Hanafi. Padahal Gus Dur tak pernah kenal dengan ibunda Hanafi kecuali bahwa Hanafi adalah bawahannya yang berasal dari Madura, bukan main terharunya KSAU Marsekal Hanafi Asnan bahwa yang mampir menemui ibandanya adalah seorang Presiden. Ya kejadian ini tidak diliput wartawan TV, karena Gus Dur bukan Presiden Pencitraan.
Itulah sisi lain kehidupan Gus Dur yang jarang diperhatikan orang, yakni suka bersilaturahmi kepada siapa pun. Banyak yang meyakini bahwa kegemaran bersilaturahmi tanpa jarak “antara orang besar dan orang biasa” itulah yang mengakibatkan Gus Dur menjadi milik dan dicintai oleh begitu banyak orang.
Prof. DR. KH. Said Aqil Siraj (sekarang Ketua Umum PBNU) pernah bercerita bahwa suatu hari dirinya bersama Gus Dur pergi ke Madinah untuk berziarah, waktu malam tiba Gus Dur mengajak dirinya berkeliling masjid untuk mencari seorang “Waliyullah”, setelah berkeliling akhirnya KH. Said menunjuk sesorang yang menggunakan imamah dan keningnya hitam bekas sujud ‘”apakah itu wali, Gus? kata KH. Said Aqil. ”Bukan ….dia bukan Wali” kata Gus Dur, setelah berkeliling-keliling di Masjid Madinah Gus Dur menghentikan langkahnya dan menunjuk bahwa orang yang di depannya ini adalah wali, seseorang yang hanya menggunakan sorban biasa dan duduk diatas sajadah, lalu KH. Said Aqil meminta kepada orang yang di tunjuk Gus Dur wali tersebut untuk mendoakan Gus Dur dan dirinya, Lalu orang tersebut mendoakan Gus Dur agar di ridhoi, selesai berdoa orang tersebut pergi sambil menarik sajadahnya dan berkata ”Ya Allah dosa apa saya, sehingga maqam dan kedudukan saya di ketahui orang. La yariful wali illa biwalli.
Hal itu pulalah yang membawa Gus Dur suka ke Kalimantan Selatan untuk berkunjung dan bertemu Syekh HM. Zaini Abdul Ghani, sejak Gus Dur masih Ketua Umum PBNU. Bahkan disaat menjabat Presiden, Gus Dur beberapa kali ke Kalimantan Selatan untuk mengunjungi Syekh yang akrab disapa Guru Sekumpul ini. Karena Gus Dur mengetahui pada zaman itu seorang Wali Quthbil Akwan berada di Kalimantan Selatan yakni Syekh HM. Zaini Abdul Ghani.
Presiden Soeharto yang menjelang wafatnya habis-habisan di hujat sehingga Allah Ta’ala terus-terusan juga memberi ampunan kepada beliau juga merupakan Presiden Indonesia yang akrab dengan Syekh HM. Zaini Abdul Ghani, padahal kala itu usia Syekh Zaini terpaut jauh lebih tua Presiden Soeharto. Saat foto dibawah ini Presiden Soeharto berusia 71 tahun, sedangkan Syekh Zaini berusia 50 tahun. Tidak banyak diketahui khalayak ramai. Pada saat Presiden Soeharto sebelum menyatakan lengser, masih sempat-sempatnya beliau menelpon langsung dan memohon do’a dulu kepada Syekh HM Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul)
Yaa Allah.. Dengan syafaat Rasulullah SAW, senantiasa muliakanlah Murabbi Mursyid Syaikhana HM. Zaini Abdul Ghani, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Bpk. HM. Soeharto.
Wallahu a’lam
Post a Comment Blogger Disqus