Mawlana Syaikh Nazim Adil an Naqshbandi al Haqqani
Ditranslasi dari Liberating The Soul, Vol. 2
Ketika mendengarkan ceramah ini, saat itu Mawlana Grandsyaikh Nazim Adil juga sedang menerima dua orang muslim “pencari” yang telah mengunjungi beberapa Syaikh yang lain dan berencana untuk meneruskan pencarian mereka untuk suatu bimbingan spiritual, saat ini mereka berada dalam pencarian”
Kalian tidak memiliki 40 tangan untuk memiliki 40 Syaikh, maka dari itu jika kalian melakukan perjalanan spiritual dan telah menemui Syaikh yang sesuai dengan tujuanmu maka hal itu cukup!!. Cukup bagimu untuk berada ditempat tersebut. Selama anda masih terus mencari, berarti anda hanya berjalan untuk egomu, maka ego kalian akan terus mencari dari timur ke barat untuk melihat Syaikh ini dan Syaikh yang itu.
Jika kalian ke pasar untuk mencari sesuatu, seharusnya kalian telah memiliki tujuan apa yang akan dibeli, dan kalian telah mensurvey dimana tujuan itu bisa didapat. Jika kalian menemukannya maka anda harus membelinya dan tak perlu untuk meneruskan perjalanan mencari keseluruh pasar-pasar yang lain. Tak ada waktu lagi untuk hal tersebut!.
Dengan demikian Syaikh anda mengerti bahwa anda sedang mempertanyakan tujuan tersebut. Jika anda menemukan apa yang anda cari, dan hal itu berada didalam diri seseorang atau guru, maka nama menjadi tidak penting, yang terpenting adalah bahwa anda menyadari kepentingan apa yang anda perlukan dari Syaikh tersebut, meskipun jika ternyata jawaban itu ada pada Syaikh yang masih muda, maka hal itu juga tidak apa-apa.
Jadi siapapun yang anda temui tidak menjadi masalah, karena Allah bisa saja meletakkan jawaban pencarian kita pada seseorang. Anda tak boleh terkecoh oleh penampilan luar seseorang, dengan mempertanyakan siapakah orang tersebut, padahal apa yang anda butuhkan terdapat pada orang itu.
Kita memang sangat memerlukan “hikmah”, pengetahuan adalah suatu hal tetapi hikmah merupakan hal lain. Pengetahuan dapat anda cari dimanapun tetapi “hikmah” ketika ia tertulis didalam buku, maka hikmah berubah menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Hikmah datang langsung dari lidah, ucapan dan dari hati ke hati. Jika hikmah itu dituliskan maka ia menjadi ilmu pengetahuan.
Anda boleh saja memiliki pengetahuan tetapi lebih penting lagi “hikmah”. Allah swt bisa saja memberikan hikmah yang tiada habisnya itu kepada siapapun, ke petani, kepada seorang bocah lelaki, wanita, pria tua, berbagai ras kebangsaan ataupun pada orang yang sangat sombong. Intinya hikmah dapat dimiliki oleh siapapun yang Allah swt kehendaki, bukan hanya pada orang yang berpendidikan saja.
Ada peribahasa bahwa harta karun selalu terpendam dibawah puing-puing reruntuhan. Tidak ada yang mencari harta karun digedung-gedung moderen di pusat kota, mereka selalu mencari harta karun direruntuhan bangunan tua. Memang dari luar tidak tampak, tetapi dibawah tanah mungkin anda akan menemukannya.
Seseorang akan senang mendapatkan barang antik meskipun hanya kepingannya saja, karena mereka menilai barang itu sangat berharga meski sudah rusak. Karena orang selalu menghargai barang antik, daripada yang baru, meskipun yang baru itu gelas yang utuh dan tidak pecah. Oleh karena itu hikmah Allah swt dapat ditemukan pada siapapun. Jangan beranggapan hanya dapat ditemukan pada orang yang kelihatannya hebat saja. Pintu Islam selalu terbuka berada dari timur sampai ke barat, dan kita dapat mencarinya dimana saja.
Jika sumber ‘hikmah’ tersebut bisa kita dapatkan dari siapapun, maka ‘para pencari hikmah’ haruslah bersikap rendah hati untuk mendengarkan pendapat setiap orang. Banyak orang yang memiliki pengetahuan, tetapi jika kita ingin mencari hikmah’, kita harus menggalinya diantara puing-puing reruntuhan, karena ilmu bisa saja dimiliki dengan mudah, tetapi ‘hikmah’ adalah suatu hal yang lain lagi.
Ilmu pengetahuan ibarat pesawat terbang dan ‘hikmah’ adalah bahan bakarnya, tanpa bahan bakar pesawat tak akan pernah terbang. Meskipun banyak orang yang berpengetahuan tetapi mereka masih tetap berada di bumi, mereka menunggu “bahan bakar”. Mereka bangga akan “keindahan sayapnya” keluasan ilmunya namun mereka tidak pernah bisa ‘terbang’. Banyak orang yang bicara tentang ilmu para sufi, tetapi itu hanya yang mereka baca dari buku. Bukan hikmah para sufi yang mereka dapatkan secara langsung dari ucapan mereka.
Seperti juga “Produk pikiran”, atau sesuatu yang kita hapalkan makin lama makin memberatkan otak kita karena kita selalu membawanya didalam pikiran kita. Tetapi “Produk Hati” dia membawa kita, meringankan kita bukan membebani otak kita. Abu Yazid Bistami salah seorang Mursyid Rantai Emas Naqshbandi mengatakan,” Oo para cendikiawan kalian membawa ilmumu dan buku-bukumu kemana saja kau pergi, dan kau selalu mencarinya, hingga lama kelamaan kau ibarat seekor kuda yang membawa beban berat dan membuat dirimu lelah”. Semua “Mind Product”, hasil pemikiranmu merupakan beban yang berat bagi diri kalian.
Nabi saw berkata,” Musibah terbesar dari ilmu yang kau simpan diotakmu adalah lupa”. Sesuatu yang menghancurkan ilmumu adalah engkau lupa mengingatnya. Maka wajarlah bila para cendikiawan terus menerus kawatir bila mereka lupa. Apalagi dibarengi dengan bertambahnya usia, dimana kekuatan pikiran semakin melemah. Sehingga sedikit demi sedikit apa yang mereka ingat akan hilang. Padahal banyak sekali hal-hal yang dapat mempengaruhi bertambah lemahnya daya ingat kita.
Jaman ini meskipun mereka menjadi ahli pikir, mereka sering kali berada dibawah perintah ego mereka. Mereka melakukan kemauan ego, sementara daya ingat melemah, mereka tak pernah menggunakan “hati nurani” mereka. Padahal “produk hati” tak pernah melemah bahkan semakin kuat, sayang sekali kalian tak pernah menggunakannya.
Syaikh Abdullah Faiz Daghestani berusia 113 tahun ketika wafat, dan ia mempergunakan daya ingat yang disimpan dihatinya. Jika daya ingat hati baik, maka tak akan melemah sampai akhir hayatnya. Mereka akan selalu memiliki ingatan itu meski bertambah tua. Orang yang meninggalkan hati dan mengandalkan otaknya saja, maka hapalannya akan terus melemah dari hari ke hari.
Grandsyaikh Abu Yazid Bistami mengatakan kepada para cendikiawan,” Jika kalian tak memiliki buku, maka kalian habis, jika kalian lupa maka kalian menjadi tong kosong”. Kalian selalu memasukkan berbagai hal kedalam pikiranmu dan ketika otakmu melemah maka menjadi ruang yang kosong. Tetapi orang yang memiliki hikmah yang berasal dari hati, maka hikmah itu selalu berbuah dan bersemi, dimana hikmah tersebut yang akan membawa mereka.
“Hikmah dan Kearifan” adalah Kekuatan Ilahi, ini bukan berasal dari jalur biasa, karena kekuatan Ilahi datang melalui ‘hikmah’ yang menguasai tubuh seseorang dan bisa berada di timur ke barat dalam hitungan detik. Bahkan bisa beralih dari dunia ke surga. Saat ini saya melihat banyak keinginan muncul diantara masyarakat barat. Mereka sangat gemar membaca buku, sementara muslim selalu senang membaca Al-Qur’an dan tak lelah mengulang-ulangnya. Tetapi saat ini begitu banyak orang dikendalikan oleh ego mereka, bahkan kini didunia Islam mereka mulai meninggalkan membaca Al-Qur’an, sementara mereka juga tidak membaca buku-buku seperti masyarakat barat.
Sementara itu seseorang dapat saja membaca ribuan buku, namun untuk apa? Meski kita membaca ribuan buku, namun kita masih tetap saja haus dengan bahan bacaan, jadi apakah tujuan sebenarnya?
Kemudian muncullah pertanyaan dihati mereka setelah membaca ribuan buku. Mengapa mereka masih merasakan ada suatu kehampaan. Saat ini banyak orang yang mempertanyakan pengetahuan sufi, sehingga mereka mulai banyak membaca buku-buku tentang sufi, meski ribuan buku sufi telah dibaca, tetap saja mereka masih merasa kehausan, ibarat orang dipadang pasir yang mencari sumber mata air. Mereka haus meskipun banyak mata air didalam jiwa mereka namun tidak cukup mengobati haus mereka sehingga mereka mempertanyakan makna.
Mereka tertipu oleh ilusi, terutama masyarakat barat yang mengejar berbagai ilusi. Banyak mereka yang berimajinasi bahwa mereka mengejar sumber mata air sampai mereka menyadari hal itu hanya merupakan ilusi. Memang sangat jarang ditemukan oase ditengah padang pasir yang luas, kebanyakan yang ada hanyalah bayangan ilusi tersebut.
Maaf, bila saya mengatakan bahwa masyarakat barat ibarat orang ditengah padang pasir yang kehausan dan mereka sedang mencari kesana kemari mencari mata air yang memberi mereka kehidupan. Mereka berlari mencari kesana kemari, ketika ditemukan ternyata oase itu hanya ilusi, dan mereka tetap mengejar oase-oase itu. Seperti kedua saudara kita yang datang tadi pagi, mereka diantara orang-orang yang merasa kehausan dipadang pasir dan berusaha untuk mendapatkan oase, karena jika tidak, mereka hanya mendapatkan ilusi. Diberbagai negara Eropa, Asia, Tibet, Amerika, Arab banyak sekali ilusi-ilusi, tetapi hanya sedikit oase yang ada. Namun Allah swt, Tuhannya anak Adam as, berkata,” La taqnatu”. “Jangan berputus asa”. Karena siapapun yang secara serius mencari, maka ia harus terus mencari”.
Apakah hikmah dibalik sulitnya pencarian itu?. Hikmahnya ialah apapun yang kalian temukan dengan mudah, akan kalian anggap “murah”, sedangkan ketika kalian mencarinya dengan susah payah maka kalian akan lebih menghargainya. Oleh sebab itu jika kalian mencari suatu oase, maka oase itu akan sulit untuk kalian cari dan anda akan menghadapi banyak kesulitan untuk sampai kearah itu. Selama anda hidup anda harus berjalan menuju suatu tempat, diperjalanan anda akan mendapatkan ratusan ilusi. Dan diujung seratus ilusi tersebut ada oase. Maka janganlah mengatakan aku telah pergi kesana kemari dan menemukan bahwa itu hanya suatu ilusi, kemudian aku berpaling ke orang lain yang ternyata juga ilusi.
Saya telah berlari mengejar 99 Syaikh dan ternyata mereka semua hanya ilusi. Jadi untuk apa saya mencoba yang satu ini? Jangan katakan hal itu!! Selama anda bisa berjalan anda harus tetap berusaha, ke 99 orang tersebut bisa jadi hanya ilusi, namun satu yang terakhir mungkin saja oase sungguhan yang sesuai bagi anda. Karena Allah swt berkata, “Jangan Berputus asa, jangan tinggalkan harapanmu”, Bila anda berhenti berharap maka engkau akan mati. Tidak ada seorangpun yang mati sampai seseorang berputus asa terhadap kehidupan. Namun siapapun berharap untuk hidup akan terus hidup, siapapun yang berharap untuk mencari maka akan mendapatkan apa yang ia cari.
Wa min Allah at Taufiq
Post a Comment Blogger Disqus