Mistikus Cinta

0

Mawlana Shaykh Muhammad Hisyam Kabbani

Rue Boyer 20 Paris

Minggu, 19 Maret 2006

Allah Allah Allah Allah Allah Allah ‘Aziiz Allah
Allah Allah Allah Allah Allah Allah Kariim Allah
Allah Allah Allah Allah Allah Allah Sulthana Allah
Allah Allah Allah Allah Allah Allah Sulthana Allah

Allah SWT Huwa Sulthan, Dia-lah Sang Sulthan.

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanirrahiim
Nawaytul Arba’in Nawaytul I’tikaf, Nawaytul Khalwah, Nawaytul ‘Uzlah, Nawaytur Riyadhah Nawaytus suluuk lillahi ta’ala l-‘Azhiim fii hadzal masjid.

Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa Allah SWT adalah (Sang Sulthan), lihatlah apa yang tertulis di sana [Mawlana Shaykh Hisham menunjuk ke kaligrafi “Allah” dan “Muhammad” yang tergantung di tembok] Allah dan di sampingnya Muhammad SAW. Artinya, tak seorang pun akan ditanya melainkan ia yang [kaligrafinya tertulis] di sisi kiri Sang Pencipta. Karena di mahkamah pengadilan zaman sekarang, kalian tak akan langsung ditanyai, [melainkan yang akan ditanyai adalah] ia yang bertanggung jawab atas sang terdakwa, yaitu sang pengacara. Kalian tak bertanya langsung pada sang terdakwa, melainkan bertanya pada orang yang mewakilinya. Sayyidina Muhammad SAW, Allah SWT telah meninggikan derajat beliau SAW untuk ditanyai mewakili keseluruhan ummat.

Para Sahabah, keseluruhan dari mereka tahu akan hirarki mereka. Artinya, hirarki itu ada, dan mereka tidak melangkahi batas hirarki mereka, setiap orang mengetahui batasan mereka seluruhnya hingga mencapai Sayyidina Abu Bakar, dan kemudian dari Sayyidina Abu Bakar untuk mencapai Sayyidina Muhammad SAW. Sayyidina ‘Umar - radiyallahu ‘anhu wa ardhah -, suatu saat ketika beliau menjadi khalifah, pernah seorang wanita datang kepadanya sebagai seorang terdakwa dalam perzinahan. Beliau pun hendak menghukum qisas wanita tersebut, ketika sayyidina ‘Ali - karramallahu wajhah - berkata pada beliau, “Hentikan! Ya, ‘Umar, apa yang kau lakukan?” Mereka saling mendengarkan pada satu sama lainnya, tidak seperti orang-orang zaman sekarang. Beliau [Umar] tahu hal ini bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Ana madinatul ‘ilmi wa ‘Aliyyun baabuhaa”, ‘Aku adalah Kota Pengetahuan dan ‘Ali adalah Pintunya”. Beliau [‘Umar] tahu akan hirarki yang ada, “Ya, ‘Ali, apa yang mesti kulakukan?” ‘Ali pun menjawab, “Biarkan dia melahirkan bayinya terlebih dahulu, karena bayi tersebut tidaklah bersalah. Setelah itu, baru kau dapat menimbang apa yang akan kau lakukan [atasnya]”.

Ini menunjukkan pada kita betapa mereka, para Sahabat, saling menghormati satu sama lainnya, dan menunjukkan pula bahwa mereka memahami akan hirarki. Sayyidina ‘Umar - radiyallahu ‘anhu wa ardhah - berkata, “’Ali telah menyelamatkan diriku dua kali”, yaitu yang pertama dalam kisah tentang wanita yang berzina tersebut di atas, dan kali yang kedua dalam kisah tentang sahabat Uwais al-Qarani. Saya akan menjelaskan tentang hal kedua itu, insya Allah. Jadi ada dua hal tadi, dan juga di kali lain tentang Batu Hitam [Hajar al-Aswad]. Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa semua orang yang ada di sini adalah bagaikan bunga-bunga yang tumbuh di suatu taman. Setiap bunga memiliki aromanya yang berbeda, dan setiap bunga juga memiliki warnanya yang khas pula. Dan seorang insinyur pertanian tahu akan kekhasan setiap bunga berdasarkan warna dan aromanya masing-masing. Dan, karena itulah, jika kalian berkunjung ke suatu kebun raya, kalian akan mendapati insinyur pertanian yang tahu akan setiap bunga yang ada di kebun tersebut, dan ia tak akan luput perhatiannya pada satu bunga pun di kebun tersebut. Ia tak boleh melupakan atau melewatkan satu bunga pun, karena jika sampai ia melewatkan satu saja, itu berarti ia bukanlah seorang insinyur yang handal. 

Sayyidina Muhammad SAW, Allah SWT telah membusanai beliau SAW dengan Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya yang Indah. Ia SWT telah memanifestasikan Diri-Nya sendiri melalui Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah-Nya melalui Sayyidina Muhammad SAW. Allah ingin memanifestasikan Diri-Nya, ketika Ia SWT berfirman [dalam suatu hadits qudsi, red.], “Kuntu Kanzan Makhfiyan Fa aradtu an u’raf, fakhalaqtul khalq.” “Aku adalah ‘Harta Tersembunyi’ dan Aku ingin Diri-Ku dikenali, maka Ku-ciptakan ciptaan”. Allah ingin diketahui. Untuk diketahui, haruslah oleh suatu ciptaan, dan ciptaan tersebut mestilah membawa keindahan Sang Pencipta. Dan untuk membawa keindahan ciptaan, haruslah seseorang, sesuatu, suatu cara, yang Allah Ta’ala akan mewujudkannya, sedemikian rupa hingga [sebagaimana difirmankan Allah SWT], “Allahu Nurus Samawati wal Ardh Matsalu Nuurihi kamisykaatin…” [QS. An-Nuur 24:35], Allah-lah Cahaya Langit dan Bumi [untuk meliputi bundel Cahaya tersebut]; perumpamaan Cahaya-Nya adalah bagaikan suatu bundel yang berisikan berbagai manifestasi yang memiliki lampu dengan berbagai warna pelangi yang demikian beragam.

Sebenarnya, tadinya saya hendak menceritakan tentang Sayyidina ‘Umar dan ‘Ali untuk menjelaskan hal tertentu, tapi saya pikir mereka mengalihkan [pembicaraan] saya. Bukan Sayyidina ‘Umar dan ‘Ali yang mengalihkan saya, tapi Mawlana Shaykh Nazim [semoga Allah melimpahkan barakah-Nya pada beliau dan mengaruniakan beliau panjang umur]... Saya akan kembali ke topik tersebut, tapi beliau sedikit mengalihkan [pembicaraan kita].

Saat Allah SWT adalah suatu ‘Harta Tersembunyi’, artinya Esensi-Nya, Dzat-Nya, tak dapat diketahui, yaitu Haqiqat uz-Dzaat il-Buht lillaahi Ta’ala, Haqiqat dari Esensi Ilahiah yang tak seorang pun dapat memahami Dzat tersebut, artinya, tak seorang pun dapat memahami apa hakikat Sang Pencipta. Allah Ta’ala ingin agar Dzat-Nya, Esensi-Nya diketahui, Ia SWT pun ‘menciptakan’ Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah untuk mendeskripsikan Esensi/Dzat tersebut secara berkesinambungan tanpa ada henti. Dan manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama serta Sifat-Sifat Indah nan Mulia ini, tak mungkin, tak mungkin seorang pun mampu memahami mereka, kecuali Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut memanifestasikan diri mereka pada orang tersebut. Karena jika orang, di zaman ini, membaca Asma-ullahi l-Husna Huwallahulladizii laa ilaha illah huwa ‘aalimul ghaybi wash shahaadati huwa ar-Rahmanu r-Rahiim[QS. Al-Hasyr 59:22-24], mereka memberikan suatu arti, mereka berusaha mendeskripsikan maknanya. Namun, pada hakikatnya, Nama-Nama tersebut tidaklah dapat dilukiskan atau dijelaskan, Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut haruslah menjadi suatu cita-rasa, suatu pengalaman yang dirasakan. Kalian dapat mendeskripsikan apa pun yang kalian suka. Saya pun dapat mendeskripsikan ini [Mawlana menunjuk ke suatu gelas berisi air] sebagai suatu air atau suatu gelas, tapi kalian jika kalian tak mencicipi air tersebut, kalian pun tak dapat merasakan hakikat kelezatan air yang menyegarkan itu.

Allah SWT ingin untuk diketahui. Maka, untuk diketahui, haruslah ada suatu ciptaan. Tanpa suatu ciptaan, maka diketahui oleh siapa? Allah SWT Mengetahui Essensi, Dzat-Nya. Allah Ta’ala mengetahui Diri-Nya sendiri. Bahkan Allah Ta’ala tahu akan Diri-Nya, Allah tahu akan Sang Esensi, Esensi-Nya, Dzat-Nya; dan Nama-Nama serta Sifat-Sifat-Nya yang Indah tahu akan Dzat, tapi tak setiap Nama tahu satu bagian (kita dapat mengatakannya bagian) atau satu Elemen dari Esensi/Dzat, tidak semuanya. Setiap Nama memiliki signifikansinya masing-masing, tak dapat mengetahui Nama yang lain. Itulah Keagungan Allah. Setiap Nama adalah unik bagi dirinya. Karena itulah, kita mengucapkan “Allah”, Nama “Al-Ismu l-Jami’ li l-Asma’ was Sifat.” “Allah” adalah Nama yang meliputi keseluruhan Nama-Nama dan Sifat-Sifat. “Allah” mendeskripsikan Dzat. Dan Nama itu, “Allah”, meliputi dan memahami Sang Esensi, Dzat. Jadi, untuk hal ini, suatu ciptaan haruslah muncul agar rahmat Allah SWT ini, yang berupa suatu pelangi dari Nama-Nama dapat dianugrahkan atau dibusanakan pada seseorang. Dan, karena itulah Nabi SAW bersabda ketika beliau ditanya tentang apakah yang Allah ciptakan pertama-tama. Beliau SAW menjawab, “Ia SWT pertama-tama menciptakan cahayaku” untuk mengenakan manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah Ta’ala ini. Jadi, cahaya tersebut diciptakan dengan tujuan untuk mengemban manifestasi-manifestasi [tajalli] dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat indah tersebut. Cahaya dari Muhammad tersebut, An-Nuuru l-Muhammadi, adalah manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah yang muncul dalam Muhammad, dalam an-Nur Muhammad tersebut, Cahaya dari Muhammad SAW, Cahaya Muhammadaniyyah.

Nur Muhammadi yang memantulkan Cahaya dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah tersebut, memantulkan ke siapakah? Beliau adalah suatu cermin yang memantulkan cahaya tersebut bagaikan bulan yang memantulkan cahaya matahari. Karena itulah, Sayyidina Muhammad SAW, An Nuur Muhammad tersebut, Cahaya Muhammadi tersebut menjadi suatu Pelangi Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah, dan ia pun mesti memanifestasikan dirinya pada sesuatu yang dapat membawa cahaya tersebut selanjutnya. Karena itulah salah satu nama beliau SAW adalah Muhammad, karena esensi/dzat Muhammad SAW tak dapat dilukiskan, tak dapat dijelaskan, tak dapat digambarkan, kecuali hanya melalui manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah Ta’ala. Jadi, Muhammad SAW pun harus memanifestasikan diri beliau pada sesuatu. Maka, Allah Ta’ala pun menciptakan dari Cahaya beliau, Adam ‘alayhissalam untuk muncul melalui diri beliau SAW.

Diriwayatkan bahwa Allah SWT menciptakan Adam, karena itu Allah SWT menciptakan Adam dari manifestasi nama-nama dan sifat-sifat luhur yang dimiliki Nabi SAW, melalui manifestasi-manifestasi Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah SWT. Ia SWT menciptakan Adam dari Cahaya itu. Dan, karena itu pula, beliau SAW bersabda, “Kuntu nabiyyan wa adam bayna l-maai wa t-tin”, “Aku adalah seorang Nabi ketika Adam masih di antara tanah liat dan air”, karena Nabi SAW telah mengetahui siapa dirinya. Karena manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah tersebut adalah seperti ketika kalian memutar suatu mesin, atau suatu turban, dan ia berputar, berputar, dan berputar, hingga menghasilkan energi, dan menghasilkan energi, dan menghasilkan energi, hingga energi tersebut menjadi layaknya sebuah generator. Suatu generator jika diputar amat cepat, akan memberikan aliran listrik. Dan dengan aliran listrik yang dihasilkan tersebut, kalian pun dapat menggunakannya untuk berbagai keperluan. Seperti itu pula, Nabi SAW, saat Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah ini dimanifestasikan pada Realitas Sayyidina Muhammad SAW, Hakikat Sayyidina Muhammad SAW, Haqiqatul Muhammadaniyyah¸ Allah Ta’ala pun mencelupkan cahaya Muhammad dengan Nama-Nama dan Sifat-Sifat ini dalam Bahrul Qudrah-Nya [literal bermakna “Samudera Kekuatan”-Nya, red.]. Saat beliau dicelupkan dalam Bahrul Qudrah ini, beliau pun berputar, dan berputar, berdasarkan Hadits Nabi SAW di atas [tentang penciptaan cahaya beliau, red.]. Beliau SAW berputar, dan berputar, memancarkan energi, yang dari energi tersebut, Adam muncul.

Jadi, karena itulah Adam ‘alayhissalam diciptakan dan dibentuk/dicetak dengan cahaya Sayyidina Muhammad SAW. Saat Allah berkehendak menciptakannya, Ia SWT memerintahkan Jibril ‘alayhissalam untuk pergi ke Bumi dan mengambil segumpal tanah liat dari Bumi, dan membawanya, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala,

“Wa laqad karramna Bani Adam, wa hamalnahum fil barri wal bahr, wa razaqnahum mina t-tayyibaati, wa fadhdhalnaahum ‘ala katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan” [QS. Al-Isra’ 17:70]

“Dan sungguh telah Kami muliakan manusia (Anak Adam), dan Kami perjalankan mereka di Daratan dan Lautan, dan Kami beri mereka rizqi dari hal-hal yang baik, serta Kami lebihkan diri mereka dari sekalian ciptaan Kami lainnya”. 

Allah Ta’ala memuliakan sayyidina Adam dengan membawa tubuhnya, Allah Ta’ala membawa tubuhnya dari Bumi ke mana? Ke Langit! Allah SWT membawa dari Bumi, tubuh Adam, realitas Adam, Hakikat Adam, tubuh dari Adam dibawa dari Bumi, dan Allah Ta’ala memuliakan manusia dengan mengirim mereka ke Surga melalui Adam ‘alayhissalam. Di sana, Allah SWT membentuknya dengan nama-nama dan sifat-sifat mulia dari sayyidina Muhammad SAW. Dan karena itulah, An-Nuurul Muhammadi terdapat di dahi Adam. Dan saat cahaya Muhammad SAW tersebut muncul di dahinya, saat itulah masalah dengan Iblis pun terjadi. Iblis demikian marahnya karena ia mengharap untuk menjadi cahaya tersebut. Karena al-Maqam al-Mahmud, Kedudukan Yang Terpuji itu telah diberikan Allah SWT pada Sayyidina Muhammad  SAW, melalui cahaya tersebut. Iblis menginginkan cahaya itu. Karena itulah, ia beribadah dan melakukan sajdah [sujud, red.] di setiap jengkal Surga, dan di setiap ruang di Alam Semesta, setiap jengkal tangan, satu sajdah, satu sajdah, satu sajdah. Ia berharap untuk dapat meraih cahaya tersebut, tapi akhirnya setelah ia mengetahui bahwa ia tak akan mendapatkan cahaya tersebut, ia pun mulai memusuhi Adam ‘alayhissalam dengan membisikkan [was-was] ke telinganya untuk membuatnya turun.

Kita akan berbicara tentang masalah ini, tentang Iblis dan Adam, pada waktu lain. Malam ini, kita melanjutkan dengan sesuatu yang lain.

Jadi, ketika cahaya Sayyidina Muhammad SAW tersebut tengah berputar, dan bagaikan sebuah generator yang darinya memancar keluar kekuatan yang demikian dahsyatnya, ia mengeluarkan energi tersebut. Dan dari energi tadi, terciptalah sumber asal-muasal dimensi spiritual dari cahaya manusia, dan dengan kekuatan tersebut, masuklah [energi spiritual tersebut] ke dalam tanah liat, suatu bentuk yang telah disiapkan oleh Allah SWT. Karena itulah Allah SWT berfirman, “Wa nafakha fiihi min ruuhihi” [QS. As-Sajdah 32:9] “Aku tiupkan dalam Adam, dari Ruh-Ku, Cahaya-Ku, atau dari Ruh, dari Manifestasi-manifestasi Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah” yang telah dimanifestasikan pada Sayyidina Muhammad SAW dan muncul keluar sebagai suatu Sumber Energi yang bertiup ke Adam, dengan cara itulah Adam bergerak dan ruh itu keluar. Karena Adam dibentuk pada suatu tempat tertentu, dan para Malaikat datang, melihat dan pergi, lalu datang, melihat dan pergi, sambil bertanya-tanya, “Apa itu?” “Apa itu?” Tak nampak suatu gerakan apa pun [dari bentuk fisik Adam, red.]. Begitu cahaya tersebut masuk ke dalamnya, ia pun bergerak. Artinya, ia bergerak dengan cahaya Muhammad SAW, An-Nuuru Muhammad SAW. Sumber dari ciptaan yang Allah SWT menciptakan alam semesta ini darinya, dari An-Nuuru l-Muhammadi SAW.

Jadi, apakah rahasia di balik Nuuri Muhammadi SAW yang membuat Adam ‘alayhissalam bergerak?

Setiap malam kalian mencatu energi telepon selular kalian [Mawlana memegang sebuah telepon selular di tangannya]. Setiap malam kalian mencatu energi komputer kalian. Jika catu dayanya habis, kalian pun mencatunya dengan apa? Dengan energi di malam itu. Jika itu habis, maka peralatan kalian pun berhenti. Saat Adam ‘alayhissalam dicatu energi dengan Nur Muhammadi tersebut, seluruh sperma-sperma manusia berada di punggungnya, berenang di punggungnya. Dan manusia, saat ini, berapa banyak sperma [tersenyum, hadirin tertawa], berapa banyak sperma yang dikeluarkan seorang laki-laki setiap kalinya? [hadirin dan Mawlana tertawa].

Setiap kalinya ada 500 juta sperma. Dan salah satu dari 500 juta sperma ini, salah satunya akan terhubungkan dengan suatu sel telur.

Subhanallah! Lihat, lottere/undian, bahkan dalam rahim sang ibu pun ada suatu undian. Artinya undian diperbolehkan dalam Islam [dengan nada bergurau… hadirin pun tertawa]. Apakah kalian bermain lottere? Kita semua bermain lottere.

Saya mendengar dari Grandshaykh, semoga Allah merahmati ruhnya, Mawlana Shaykh ‘Abdullah ad-Daghestani, dan dihadiri pula oleh Mawlana Shaykh Muhammad Nazim ‘Adil Al-Haqqani, Sulthanul Awliya’; pada saat itu, Mawlana Syaikh Nazim menerjemahkan dari Bahasa Turki ke Bahasa Arab, beliau berkata, bahwa Allah SWT kepada Awliya’ Allah, yaitu bagi Awliya’ Allah, hal ini tidak ada di buku mana pun. Apa yang kita bicarakan di sini, tak akan kalian temui di buku-buku mana pun. Beliau berkata bahwa Allah SWT ingin menunjukkan kebesaran Sayyidina Muhammad SAW di hari Kiamat nanti dan betapa besar Ummah beliau SAW. Ia berkata bahwa Awliya’ Allah baru saja [di masa Grandshaykh saat itu] menerima ilham pada Awliya’Allah dari qalbu Sayyidina Muhammad SAW bahwa Allah SWT untuk menunjukkan betapa besar Ummatun Nabi SAW, dari setiap sperma yang kalian keluarkan setiap kali kalian melakukannya, jika seorang anak muncul, atau pun tak ada anak yang muncul, tergantung dari berapa banyak sperma yang keluar, Allah Ta’ala akan menciptakan manusia dalam jumlah yang sama yang akan menjadi anak-anak kalian. Allah SWT untuk menunjukkan keagungan Sayyidina Muhammad SAW, kata Grandshaykh (semoga Allah melimpahkan barakah pada ruhnya), bahwa setiap kali kalian melakukannya, apakah kalian memiliki anak atau tidak, seberapa banyak sperma yang keluar dari diri kalian, 500 juta, Allah pun akan menciptakan 500 juta manusia yang mereka akan menjadi anak-anak kalian yang akan mengerubuti diri kalian sambil berkata, “Ayahku, Ayahku” di Hari Kiamat nanti, di hadapan Nabi SAW, dan mereka akan menjadi bagian dari Ummatun Nabi SAW. Karena itulah Ummah ini di Hari Pembalasan nanti akan menjadi Ummah terbesar, yang meliputi setiap tempat.

Marilah kita kembali ke kisah Adam ‘alayhissalam. Kita mencatu energi ke alat ini setiap malam, ke telepon selular ini, atau ke komputer, atau apa pun jua. Kita mencatu energinya. Jadi, Allah SWT pun memerintahkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah-Nya untuk termanifestasikan, dan menciptakan Muhammad SAW sebagai Manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah tersebut. Beliau SAW adalah manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah itu. Saat Allah SWT ingin untuk memandang pada Manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Mulia-Nya, Ia SWT pun akan memandang pada Muhammad SAW. Dan manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah yang dibusanakan pada Nabi ini, kini menjadi milik Muhammad SAW. Allah menghiasi diri beliau dengan Nama-Nama Indah dan apa pun yang Allah SWT inginkan untuk membusanai dan menghiasai diri beliau. Kini, Muhammad SAW pun memanifestasikan hal tersebut pada Adam melalui Cahaya itu, yang bergerak ke dalam [tubuh] Adam dan mulai membuatnya bergerak.... Tapi, sesuatu hal yang sesungguhnya amat penting, adalah bahwa Cahaya tersebut turut pula mencatu daya ke sperma-sperma manusia, dari seluruh ras manusia yang saat itu tengah berada di punggung Sayyidina Adam, mereka pun dicatu (oleh Cahaya itu) seperti charger ini. Setiap sperma dicatu energinya oleh Cahaya tersebut. Dan begitu sperma tersebut dicatu energinya oleh Cahaya tersebut, sperma (atau bakal manusia tersebut, red.) memiliki umur kehidupan sesuai dengan energi yang dicatukan padanya lewat Cahaya itu. Karena itulah, kalian melihat pada orang-orang, untuk suatu sperma yang mungkin cuma dicatu selama satu jam, maka darinya muncul seseorang yang setelah kelahirannya hanya hidup selama satu jam, lalu mati; orang yang lain mungkin mati setelah 10 tahun, yang lain setelah 20 tahun, dan yang lain setelah 50 tahun, sementara yang lain setelah 100 tahun… Bergantung pada seberapa banyak [energi] telah dicatukan pada sperma-sperma ini dari Cahaya tersebut.

Jadi, Cahaya tersebut, Energi tersebut, saat ia berakhir, energi pencatunya berakhir, seperti saat baterai habis, maka ia pun mati, dan kadang-kadang, kita tak dapat mencatunya lagi. Maka, apa yang akan kalian lakukan? Melemparnya, habis! Mereka berkata pada kalian, “Kau perlu baterai baru”. Artinya, saat seseorang mati, karena energinya, baterainya telah habis, maka ia pun wafat, dan ia perlu kini, baterai baru lainnya di alam kuburnya. Mekanisme pencatuan energinya pun berbeda untuk hal ini.

Jadi, karena itulah, kekuatan atau energi itu, saat diberikan, tidaklah menjadi miliknya. Energi itu tetaplah milik dari Sang Sumber Utama. Kalian tak dapat mengambil aliran listrik begitu saja dari jalanan. Mereka berkata pada kalian, “Tidak, tidak, bukan kalian yang punya itu, kami akan memberikannya pada kalian, dan kami akan menaruh suatu meteran bagi kalian, untuk memberikan pada kalian sebanyak yang kalian butuhkan”. Dan sumber utama energi tersebut, atau sumber dari cahaya itu adalah pada ia yang memiliki kekuatan/daya. Dan siapakah yang memberikannya pada Adam ‘alayhissalam? Allah, dari Allah pada Sayyidina Muhammad SAW, dan dari Sayyidina Muhammad SAW kepada Sayyidina Adam ‘alayhissalam Karena itulah “Wa laqad karramna Bani Aadam…” [QS Al-Isra’ 17:70] Diri kita, manusia dimuliakan oleh Allah, karena kita tercipta dari tiga cahaya: cahaya Sayyidina Adam, cahaya Sayyidina Muhammad SAW, dan Cahaya dari Allah SWT. Cahaya ini pun mesti kembali, “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’uun” [QS. Al-Baqarah 2:156] “Sesungguhnya kita berasal dari Allah, dan kepada Allah-lah kita akan kembali”. Cahaya itu harus kembali ke Sumbernya. Dan karena itu pula Nabi - SAW bersabda, “Tu’radhu ‘alayya a’malu ummatii” “Aku mengamati ‘amal Ummat-ku, jika aku mendapati kebaikan padanya, aku pun berdoa dan memuji Allah, dan jika aku melihat keburukan padanya, aku beristighfar mewakili mereka.” Artinya apa pun yang kalian lakukan, beliau SAW adalah seseorang yang bertanggung jawab atasnya, yang akan ditanya tentangnya. Beliau SAW haruslah memelihara cahaya itu dan mengembalikannya dalam keadaan suci bersih dan murni seperti keadaan awalnya, saat Allah SWT mengirimkannya ke Muhammad, dan Muhammad ke Adam. Karena itu Nabi SAW bersabda dalam hadits tersebut, “Tu’radhu ‘alayya a’malu ummatii, fa in wajadtu khayran hamadtullah, wa in wajadtu ghayru dzalik fastaghfartullah”. Dan Sayyidina Muhammad SAW bersabda, “Aku mengamati amal Ummat-ku dalam kuburku.” Artinya, beliau selalu mendampingi Ummah. Dan Ummah beliau tidaklah hanya ummah [akhir zaman] ini, melainkan keseluruhan hingga ke masa Adam ‘alayhissalam.

Karena itulah, pada Adam, Allah SWT memberikan padanya nama Adam yang terdiri atas tiga huruf: Alif, Dal, dan Mim. Jika kalian melihat pada huruf pertama Allah, apa itu? Alif. Jika kalian melihat pada huruf pertama Muhammad, apa itu? Miim. Dan di tengahnya adalah huruf Dal. Artinya, Allah, huruf pertama pada “Adam” adalah dari huruf pertama Sang Pencipta yaitu Alif, huruf terakhir adalah Miim, dan huruf di tengah adalah Daal, jadilah “ADAM”. Daal adalah Dunya, yaitu seluruh ciptaan. Jadi dari Allah SWT menciptakan suatu ciptaan, memberikannya pada Muhammad SAW, dan itulah Adam. Sesuatu yang diwakili oleh Adam ‘alayhissalam

Sayyidina Muhammad SAW adalah ia yang akan ditanya di hadapan Sang Pencipta, mewakili seluruh Ummah. Kita, keseluruhan diri kita, adalah pengikut dari Shaykh kita, dan Syaikh kita akan ditanya di hadapan Sayyidina Muhammad SAW, tentang keseluruhan diri kita. Setiap malam, beliau ditanya, Mawlana Syaikh Nazim, semoga Allah melimpahkan barakah-Nya pada beliau. Dan karena itu pula, Salat Najat dilakukan, karena di saat Sajdah setelah Salatun Najat tersebut, beliau mempersembahkan setiap orang, semua selama 5 menit. Dan beliau harus mempersembahkan mereka dalam keadaan bersih suci, tanpa ada noda apa pun pada diri mereka. Dan beliau harus memikul beban mereka pada diri beliau sendiri. Itulah Awliya’ Allah. Dan, kita tak akan berbicara lebih lanjut tentang hal ini. Saya pikir sudah cukup apa yang kita perbincangkan.

Kita akan berbicara tentang Sayyidina Uways Al-Qarani esok. Dan, saya akan menjelaskan tentang pentingnya disiplin. Disiplin dalam segala sesuatunya, disiplin di antara satu sama lain, disiplin di antara murid. Sebagaimana alam semesta ini memiliki disiplin lewat Geometri, keseluruhan sistem ini memiliki suatu disiplin. Kalian tak dapat menghancurkan disiplin. [Tanpa disiplin,] segala sesuatunya akan hancur berantakan. Begitu banyak orang mengambil geometri... dan berusaha untuk... Mereka melihatnya sebagai suatu jalan dispilin, karena pada geometri ada garis lurus, ada lingkaran, atau dimensi-dimensi yang berbeda-beda, berbagai cara untuk menggambar garis, ... dan orang-orang berusaha mendefinisikan spiritualitas darinya. Saya akan mengulas tentang hal ini, insya Allah. Ada disiplin linear, ada disiplin circular. Dan insya Allah, kita akan memberikan bukti-bukti ilmiah akan apa yang telah mereka temukan di zaman ini, suatu teori yang kini banyak dipakai oleh para Sufi. Dan kita punya seorang fisikawan PhD di sini [Syaikh Abdullah Grenoble]. Kita akan bertanya padanya, Abdallah, beberapa pertanyaan. Insya Allah, besok, di sini…

Asyhadu An Laa ilaaha illaLlaah wa asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh..
[Khatm Khawajagan]

Source: Sufilive

© Copyright 2006 Sufilive.
This transcript is protected by International Copyright Law.‬ ‪ Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu Khayr.‬


Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Tiga Cahaya | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top