Hati kita adalah sumber cahaya batiniah, inspirasi, kreativitas, dan belas kasih. Seorang mukmin sejati, hatinya hidup, terjaga, dan dilimpahi cahaya. Jika kata-kata berasal dari hati, ia akan masuk ke dalam hati; jika ia keluar dari lisan, maka ia hanya sampai ke telinga.
Hati memiliki mata yang digunakan untuk menikmati pemandangan alam gaib, telinga untuk mendengar perkataan penghuni alam gaib dan firman Tuhan, hidung untuk mencium wewangian rohaniah, dan mulut untuk merasakan cinta, manisnya keimanan, serta lezatnya pengetahuan spiritual.
Ketika mata hati terbuka, kita dapat melihat kenyataan yang tersembunyi di balik penampakan luar dunia ini. Ketika telinga hati terbuka, kita mampu mendengar kebenaran yang tersembunyi di balik kata-kata yang terucap. Melalui hati yang terbuka, sistem saraf kita dapat menyesuaikan diri dengan sistem saraf orang lain, sehingga kita mengetahui apa yang mereka pikirkan dan bagaimana mereka akan bersikap.
Psikologi sufi menekankan pentingnya mencerdaskan hati. Seseorang yang hatinya terbuka akan lebih bijaksana, penuh kasih sayang, dan lebih pengertian daripada mereka yang hatinya tertutup.
Mengulas psikologi hati berikut empat lapisannya. Tiap lapisan terhubung dengan salah satu cahaya Allah. Dada (shadr) - lapisan luar - terhubung dengan cahaya Islam, hati (qalb) terhubung dengan cahaya iman, hati lebih dalam (fu’ad) terhubung dengan cahaya makrifat, sementara inti-hati (lubb) terhubung dengan cahaya tauhid.
Empat lapisan ini juga berkaitan dengan empat kedudukan hamba—muslim, mukmin, ahli makrifat, dan ahli tauhid—dan empat kondisi nafs (jiwa) yang disebutkan dalam Al Quran: nafs yang memerintahkan keburukan (ammarah bi al-su’), nafs yang suka mencela (lawwamah), nafs yang terilhami (mulhamah), dan nafs yang tenteram (muthma’innah).
“Istafti qalbak, mintalah fatwa pada hatimu; kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.” (Hadits Nabi)
Post a Comment Blogger Disqus