Kiai Ageng Basyariyah atau Raden Mas Bagus Harun adalah putra dari Dugel Kesambi (Pangeran Nolojoyo), adipati Ponorogo pada akhir abad ke 17 M di bawah naungan Kerajaan Mataram. Meski diasuh dalam keluarga ningrat, RM Bagus Harun lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk nyantri dan menimba ilmu kepada Kyai Ageng Hasan Besari (Tegalsari, Ponorogo). Kepada gurunya ini, RM Bagus Harun tidak hanya belajar ilmu syariat dan tauhid, namun juga memperdalam tasawuf khususnya ajaran tarekat Naqsabandiyah Syathariyah. Selama berguru kepada KA Hasan Besari, RM Bagus Harun dikenal sebagai murid yang alim, cerdas dan tawadhu. Karena itulah, RM Bagus Harun menjadi murid kesayangannya bahkan sampai diangkat menjadi anak.
Alkisah, saat Mataram dipegang oleh Paku Buwono II, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh RM Gerendi (Pemberontakan Pacinan). Pemberontakan tersebut telah berhasil merebut tahta dan Paku Buwono beserta pengikut setianya mengungsi ke daerah timur. Di tengah pengungsian, Paku Buwono mendapat petunjuk bahwa penolongnya berada di kawasan Ponorogo. Singkat cerita, bertemulah Paku Buwono dengan Hasan Besari bersama Bagus Harun. Atas mandat dari Hasan Besari, Bagus Harun ikut Paku Buwono II ke Kertosuro untuk membantu mengembalikan tahtanya. Dengan linuwih kesaktian yang dimiliki oleh Bagus Harun, akhirnya Paku Buwono II bisa merebut kembali tahtanya.
Atas jasanya tersebut dan setelah mengetahui bahwa Bagus Harun ternyata adalah putra adipati Ponorogo (yang masih memiliki garis keturunan sampai Senopati Sutowijoyo), Paku Bowono II berencana mengangkat Bagus Harun sebagai Adipati Banten. Namun Bagus Harun menolak karena harus kembali mengabdi kepada gurunya di Ponorogo. Sebagai gantinya, Paku Buwono II memberikan songsong (payung kerajaan) dan lampit. Songsong kerajaan merupakan simbol pemberian tanah perdikan. Belakangan Songsong tersebut berbuah tanah perdikan di kawasan Madiun yang kemudian dinamai “Sewulan” oleh Bagus Harun.
Bagus Harun yang kemudian lebih sering dikenal dengan Kiai Ageng Basyariyah kemudian menetap di Sewulan dan mendirikan masjid dan pesantren hingga akhir hayatnya. Makamnya berada di kompleks makam Sewulan di sebelah Barat Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama. Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut di naungi kain berwarna hijau. Di atasnya terdapat kaligrafi dengan khot berwarna emas dan background hitam. Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau nan indah. Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al Quran dan Surat Yasin.
Kompleks pemakaman di areal Masjid Agung Sewulan ini nampaknya menjadi pemakaman bagi bani basyariyah. Almarhum KH Abdul Bashit, Pengasuh PP Oro Oro Ombo Madiun yang meninggal beberapa bulan yang lalu rupanya juga anggota bani Basyariyah. Makamnya berjarak beberapa meter sebelah barat dari cungkup. Pemakaman “tua” yang menjadi salah satu situs wisata ziarah di Madiun ini selalu ada yang mengunjungi setiap harinya, terlebih di Bulan Ramadhan. Beberapa peziarah dan warga sekitar menyakini bahwa makam ini merupakan makam yang keramat.
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga memiliki garis darah dengan Kiai Ageng Basyariyah. Ulama yang negarawan dan budayawan tersebut menjadi salah satu keturunan ketujuh dari Kiai Ageng Basyariyah. Nenek Gus Dur (Ibu Nyai Hasyim Asy’ary) yang bernama Nafiqoh merupakan salah satu putri dari Kiai Ilyas, putra dari Kiai Raden Mas Buntaro. Kiai Mas Buntaro ini adalah salah satu putra dari Kiai Muhammad Santri sekaligus cucu langsung dari Kiai Ageng Basyariyah. Menurut pangakuan Mbah Mawardi, Gus Dur sempat hidup selama 3 tahun di Sewulan semasa kecil, bersama keluarga besar neneknya. Ketua Takmir Masjid Sewulan ini pernah mengisahkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang pandai bergaul dan suka bercanda. Beserta beberapa teman sepermainan, mereka kerap bermain-main di kolam depan Masjid Sewulan. Bahkan kerabat Gus Dur satu ini mengaku punya saksi berupa goresan kecil di pelipis. “Ini merupakan kenang-kenangan waktu dulu bermain dengan Gus Dur di kolam ini”, kenangnya sambil tersenyum.
Gothaan Tempat Para Musafir |
Kolam Tempat Bersuci |
Silsilah Kyai Ageng Basyariyah
Sumber :
Syeikh Maulana Maghribi
(Konon menikah dengan Dewi Roso Wulan adik Sunan Kalijaga)
][
R. Kidang Telangkas / Jaka Tarub / Ki Ageng Tarub
(Menikah dengan Bidadari Nawangwulan)
][
Dewi Retno Nawangsih
(Diperistri R. Bondan Kejawan bin Brawijaya V)
][
Ki Ageng Getas Pendowo (Syeikh Abdulloh)
][
Ki Ageng Selo (Syeikh Abdurrahman)
][
Ki Ageng Henis
][
Ki Ageng Pemanahan
][
Panembahan Senopati Sutawijaya - Raja Mataram I
][
P. Haria Pringgalaya
(Kemungkinan beliau adalah putra sang Panembahan, dari permaisuri II yakni : Dewi Retno Djumilah Madiun)
][
P. Padurekso (Adipati Gresik)
][
P. Darpa Sentana (Adipati Gresik)
][
P. Bagus Abdul Iman/Abdul ‘Alim (Adipati Sumoroto Ponorogo)
][
Kiai Ageng Nalajaya / P. Dugel Kesambi / Kiai Ageng Prongkot (Adipati Sumoroto Ponorogo)
][
R. Mas Bagus Harun (Kyai Ageng Basyariyah) – Sewulan, Madiun
Sumber :
Setya Sastrodimedjo
Mugi diberi manfaat trimakasih sudah menuliskan sejarah eyang besyari
ReplyDelete