Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Alathas di lahirkan di kota Hajeriem, Hadramaut Yaman pada tahun 1255 Hijriyah atau tahun 1836 Masehi. Beliau menghabiskan masa remajanya untuk menimba ilmu agama di kota asalnya. Beragam disiplin ilmu agama berhasil beliau raih dengan gemilang.
Setelah Habib Ahmad muda menguasai Al Qur’an dan banyak mendalami ilmu-ilmu agama di daerah asalnya, beliau melanjutkan menuntut ilmu kepada para pakar dan ulama-ulama terkenal yang mukim di Mekkah al Mukaromah dan Madinah Al Munawwaroh.
Sekalipun banyak mendapat tempaan ilmu dari banyak guru di kedua kota suci ini, namun guru yang paling utama dan paling besar pengaruhnya bagi pribadi Habib Ahmad adalah As Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Assayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang pakar ulama yang sangat banyak muridnya di Mekkah al Mukarromah maupun di negara-negara lainnya. Banyak ulama-ulama dari Indonesia yang juga berguru kepada Assayyid Ahmad Zaini Dahlan. Seperti, Hadrotul Fadhil Mbah KH Kholil Bangkalan Madura dan Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur. Kedua ulama ini adalah cikal bakal jamiyyah Nahdlatul Ulama.
Setelah selesai dan lulus menempuh pendidikan dan latihan, terutama latihan kerohanian secara mendalam, Habib Ahmad mendapat tugas dari gurunya untuk berdakwah menyebarkan syariat agama Islam di kota Mekkah.
Dikota kelahiran Nabi Saw ini, Habib Ahmad sangat dicintai dan di hormati oleh segala lapisan masyarakat, karena Habib Ahmad berusaha meneladani kehidupan Rasulallah Saw. Habib Ahmad mengajar dan berdakwah di kota Mekkah sekitar tujuh tahun. Setelah itu beliau pulang ke kampung kelahiran beliau, Hadramaut.
Tidak lama mukim di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah di Asia Tenggara. Dan pilihan beliau jatuh ke Indonesia. Karena memang pada waktu itu sedang banyak-banyaknya imigran dari Hadramaut yang datang ke Indonesia. Di samping untuk berdagang juga untuk mensyiarkan ajaran Islam.
Setibanya Habib Ahmad di Indonesia, beliau memilih tinggal di Pekalongan Jawa Tengah. Karena Habib Ahmad melihat kondisi keagamaan di Pekalongan yang masih sangat minim. Dan saat pertama menginjakkan kakinya di Pekalongan, Habib Ahmad melaksanakan tugas sebagai imam di Masjid Wakaf yang ada di kampung Arab (sekarang Jl. Surabaya).
Dari Masjid Wakaf inilah Habib Ahmad memulai dakwah Islamiyyahnya. Dari pengajian kitab-kitab fiqih, pembacaan daiba’i, barzanji, pembacaan wirid, dzikir dan lain sebagainya.
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alathas juga dikenal sebagai ulama hafidz (penghafal al Qur’an)
Habib Ahmad adalah seorang ulama yang selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu), senang bergaul dan gemar bersilaturrohim dengan siapa saja. Habib Ahmad paling tidak senang, bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan dirinya.
Kendati demikian, Habib Ahmad tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum dari Allah dan Rasul-Nya yang di remehkan oleh orang lain. Habib Ahmad sangat teguh dan keras memegang syariat Islam, seperti masalah amar ma’ruf nahi mungkar.
Pada zamannya dahulu, Habib Ahmad ibarat Khalifah Umar bin Khathab yang sangat tegas dan keras menentang setiap kemungkaran. Tidak peduli yang berbuat mungkar itu pejabat maupun orang awam.
Satu contoh, para wanita tidak akan berani lalu lalang di depan kediaman Habib Ahmad kalau tidak mengenakan tutup kepala (kerudung). Kalau ketahuan oleh Habib Ahmad pasti langsung kena teguran. Tidak peduli wanita muslim ataupun non muslim.
Menjelang akhir hayatnya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alathas mengalami patah tulang pada pangkal pahanya, akibat jatuh hingga beliau tidak sanggup berjalan.
Sejak saat itu beliau mengalihkan semua kegiatan keagamaannya di kediamannya, termasuk sholat berjamaah dan pengajian.
Penderitaan ini berlanjut sampai beliau di panggil pulang ke Rahmatullah. Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Alathas meninggal dunia pada malam ahad 24 Rajab 1347 Hijriyyah atau tahun 1928 Masehi. Habib Ahmad meninggal dunia dalam usia 92 tahun.
Walaupun Habib Ahmad meninggal dunia pada tanggal 24 Rajab, akan tetapi acara haulnya di peringati setiap tanggal 14 Sya’ban, bertepatan dengan malam Nisyfu Sya’ban.
Sumber:
(Dari berbagai sumber)
Photo : Khusni Ws Kertijayan
http://nashoriws.wordpress.com/2009/02/03/makam-sapuro-pekalongan/
Post a Comment Blogger Disqus