Sunan Giri lahir di Blambangan, pada tahun 1442. Ayahnya bernama Maulana Ishak, saudara kandung dari Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri memiliki beberapa nama: Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin dan Jaka Samudra.
Ketika kecil, Sunan Giri berguru pada Sunan Ampel, dan berkenalan dengan Sunan Bonang, yang kemudian bersama-sama pergi belajar ke tanah Arab. Setelah kembali ke Jawa, dia mendirikan pondok pesantren di daerah perbukitan desa Sidomukti, Gresik. Nama Giri berasal dari bahasa Jawa, yang berarti gunung.
Beberapa karya seni yang sering dihubungkan dengan Sunan Giri antara lain: permainan anak tradisional jawa seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng. Kemudian juga gending Asmaradana dan Pucung, seringkali dihubungkan dengan Sunan Giri.
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak, saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit --konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan-- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara.
Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fiqih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pencipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
Sewaktu Sunan Ampel masih hidup, di Gresik ada pula seorang penganjur agama yang terkenal, namanya Raden Paku, disebut juga sebagai Prabu Satmata, atau Sultan Abdul Fakih, beliau adalah putera Maulana Ishak dari Blambangan (di Jawa Timur). Maulana Ishak dikatakan dari Blambangan, oleh karena beliau ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Blambangan yang pada masa itu masih kuat memeluk agama Hindu dan Budha.
Berhubung ayahnya ke pasai dan tidak kembali lagi ke tanah Jawa maka Raden Paku kemudian diambil sebagai putera angkat oleh salah seorang wanita kaya, Nyi Gede Maloka namanya.
Kalau di babad tanah jawa, disebut Nyai Ageng Tandes atau Nyai Ageng saja.
Sesudah beliau besar disekolahkannya ke Ampel untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel). Di sana Raden Paku bertemu dengan Maulana Makdum Ibrahim, putera-putera Sunan Ampel yang kemudian bergelar Sunan Bonang.
Kemudian bersama-sama dengan Maulana Makdum Ibrahim, Raden Paku oleh Sunan Ampel di suruh pergi haji ke Tanah Suci, sampai memperdalam ilmunya. Tetapi mereka sebelum sampai di tanah suci singgah terlebih dahulu di Pasai (Aceh), untuk menuntut ilmu kepada para ulama disana.
Adapun yang di maksud ilmu di sini, adalah ilmu Ketuhanan menurut ajaran tasawuf. Konon kabarnya memang banyak ulama-ulama keturunan India dan Persia yang membuka pengajian di pasai di waktu itu. Bahkan banyak pula ulama-ulama dari Malaka juga kadang-kadang datang bertanya tentang sesuatu masalah ke Pasai.
Sesudah kedua tunas muda itu selesai menuntut pelajaran di sana, merekapun kembalilah ke tanah Jawa. Raden Paku berhasil mendapat "Ilmu Laduni", sehingga gurunya di pasai memberinya nama "Ainul Yaqin".
Raden Paku sekembalinya di tanah Jawa mengajarkan agama Islam menurut bakatnya. Raden paku atau Syekh Ainul Yaqin mengadakan tempat berkumpul yang boleh disebut pondok pesantrennya di Giri. Dimana murid-muridnya terdiri pada orang-orang kecil (rakyat jelata).
Sungguh amat besar jasa Sunan Giri semasa hidupnya, karena beliaulah yang mengirimkan utusan (mission secreet) keluar Jawa. Mereka terdiri dari pelajar, saudagar, nelayan. Mereka dikirim oleh Sunan Giri ke pulau Madura. Juga ke Bawean dan Kangean, bahkan sampai ke Ternate dan Haruku di kepulauan Maluku. Amat besar pengaruh Sunan Giri terhadap jalannya roda pemerintahan di kerajaan Islam Demak, sehingga suatu persoalan yang penting senantiasa menantikan sikap dan keputusan yang diambil oleh Sunan Giri. Oleh para wali lainnya, beliau dihormati serta disegani.
Pada waktu dahulu Giri adalah menjadi sumber ilmu keagamaan, dan termasyhur diseluruh tanah Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru, baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah banyak yang pergi ke Giri untuk berguru kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang menciptakan gending Asmaradana dan Pucung.
Daerah penyiarannya sampai ke Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Madura, menurut setengah riwayat, Sunan Giri-lah yang menghukum sesat terhadap diri Syekh Siti Jenar, karena mengajarkan ilmu yang berbahaya pada rakyat. Sunan Giri adalah terhitung seorang ahli pendidik (pedagang) yang berjiwa demokratis. Beliau mendidik anak-anak dengan jalan membuat bermacam-macam permainan yang berjiwa agama. Seperti misalnya : jelungan, jamuran, gendi gerit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya.
Diantara permainan kanak-kanak hasil ciptaan/gubahannya adalah rupa "jitungan" atau "jelungan". Adapun caranya adalah begini :
Anak-anak banyak, satu diantaranya menjadi "pemburu", lain-lainnya jadi "buruan" mereka ini akan 'selamat' atau 'bebas' dari terkaman ‘pemburunya', apabila telah berpegangan pada 'jitungan', yaitu satu pohon, tiang atau tonggak yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Permainan dimaksudkan untuk mendidik pengertian tentang keselamatan hidup, yaitu : bahwa apabila sudah berpegangan kepada agama yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa sajalah, maka manusia (buruan) itu akan selamat dari terkaman iblis (pemburunya).
Di samping itu diajarkannya pula nyanyian-nyanyian untuk kanak-kanak yang bersifat paedagogis serta berjiwa agama, Di antaranya adalah berupa 'tembung dolanan bocah' (lagu permainan anak-anak), yang berbunyi sebagai berikut :
"Padang-padang bulan, ayo gage da dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar, nundang bagog hangatikar", yang dalam bahasa indonesianya kira-kira begini :
"Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-birit".
Adapun maksud dari tembang tersebut di atas itu adalah : Agama Islam (bulan) telah datang memberi penerangan hidup, maka marilah segera orang menuntut penghidupan (dolanan, bermain) di bumi ini (latar, halaman) akan mengambil manfaat ilmu agama Islam (padang, gilar-gilar, terang benderang) itu, agar sesat kebodohan diri (begog, gelap) segera terusir.
Disamping itu terkenal pula tembang buat kanak-kanak yang bernama "Ilir-ilir" yang isinya mengandung filsafat serta berjiwa agama. Bunyi selengkapnya adalah demikian.
"Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar. cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jrumatana, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede rembulane, mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore."
Adapun maksudnya adalah demikian : sang bayi yang baru lahir di dalam dunia ini masih suci bersih, murni, sehingga ibarat seperti penganten baru, siapa saja ingin memandangnya, "bocah angon" (pengembala) itu diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang menjalankan syariat agama. Sedangkan "blimbing" diibaratkan blimbing itu mempunyai/terdiri dari lima belahannya, maksudnya untuk menjalankan sembahyang lima waktu. Meskipun "lunyu-lunyu" (licin). Tolong panjatkan juga, kendatipun sembahyang itu susah, namun kerjakanlah, buat membasuh "dodotira-dodotira, kumitir bedah ing pinggir" maksudnya kendatipun sholat itu susah, tetapi kerjakan guna membasuh hati dan jiwa kita yang kotor ini.
"Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, dan surak-surak sore". Maksudnya " bahwa orang hidup di dalam dunia ini senantiasa condong kearah berbuat dosa segan mengerjakan yang baik dan benar serta utama, sehingga dengan menjalankan sholat itu diharapkan besuk dikelak kemudian dapat kita buat sebagai bekal kita dalam menghadap kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal saleh. Itulah diantara lain buah ciptaan Sunan Giri. Mengenai tembang (lagu) ilir-ilir ini ada pula yang berpendapat, bahwa itu adalah ciptaan Sunan Kalijaga. Akan tetapi mengingat bahwa diantara wali sanga, Sunan Giri yang terkenal sebagai seorang pendidik yang gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan kita bahwa lagu tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti adalah bahwa tembang tersebut adalah ciptaan pada jaman wali. Apakah benar ciptaan Sunan Kalijaga atau gubahan bersama dengan Sunan Giri, itu adalah soal sekunder.
Sesudah beliau wafat, kemudian dimakamkan di atas bukit Giri (Gresik). Setelah Sunan Giri meninggal dunia, berturut-turut digantikan oleh Sunan Delem, Sunan Sedam Margi, Sunan Prapen.
Tatkala Sunan Prapen pada tahun 1597 M, wafat beliau digantikan Sunan Kawis Guna, kemudian setelah Sunan Guwa wafat diganti oleh Panembahan Agung. Pada tahun 1638 M Panembahan Agung Giri diganti oleh Panembahan Mas Witana Sideng Rana, beliau wafat pada tahun 1660 M. Kemudian atas perintah Sunan Amangkurat I, Pangeran Puspa Ira (Singonegoro) ditempatkan di Giri. Mulai saat Sunan Amangkurat II memegang kendali pemerintahan, Giri maupun Gresik mengalami perubahan yang tidak sedikit. Akibat daripada serangan Amangkurat II yang dibantu oleh kompeni akhirnya pada tanggal 27 April 1680 jatuhlah kekuasaan Pengeran Giri ke tangan Amangkurat II.
Semenjak itu Giri cahayanya mulai pudar, hanya tinggal kenang-kenangan dalam sejarah kebangunan Islam di tanah Jawa.
Ketika kecil, Sunan Giri berguru pada Sunan Ampel, dan berkenalan dengan Sunan Bonang, yang kemudian bersama-sama pergi belajar ke tanah Arab. Setelah kembali ke Jawa, dia mendirikan pondok pesantren di daerah perbukitan desa Sidomukti, Gresik. Nama Giri berasal dari bahasa Jawa, yang berarti gunung.
Beberapa karya seni yang sering dihubungkan dengan Sunan Giri antara lain: permainan anak tradisional jawa seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng. Kemudian juga gending Asmaradana dan Pucung, seringkali dihubungkan dengan Sunan Giri.
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak, saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit --konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan-- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara.
Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fiqih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pencipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
Sewaktu Sunan Ampel masih hidup, di Gresik ada pula seorang penganjur agama yang terkenal, namanya Raden Paku, disebut juga sebagai Prabu Satmata, atau Sultan Abdul Fakih, beliau adalah putera Maulana Ishak dari Blambangan (di Jawa Timur). Maulana Ishak dikatakan dari Blambangan, oleh karena beliau ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Blambangan yang pada masa itu masih kuat memeluk agama Hindu dan Budha.
Berhubung ayahnya ke pasai dan tidak kembali lagi ke tanah Jawa maka Raden Paku kemudian diambil sebagai putera angkat oleh salah seorang wanita kaya, Nyi Gede Maloka namanya.
Kalau di babad tanah jawa, disebut Nyai Ageng Tandes atau Nyai Ageng saja.
Sesudah beliau besar disekolahkannya ke Ampel untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel). Di sana Raden Paku bertemu dengan Maulana Makdum Ibrahim, putera-putera Sunan Ampel yang kemudian bergelar Sunan Bonang.
Kemudian bersama-sama dengan Maulana Makdum Ibrahim, Raden Paku oleh Sunan Ampel di suruh pergi haji ke Tanah Suci, sampai memperdalam ilmunya. Tetapi mereka sebelum sampai di tanah suci singgah terlebih dahulu di Pasai (Aceh), untuk menuntut ilmu kepada para ulama disana.
Adapun yang di maksud ilmu di sini, adalah ilmu Ketuhanan menurut ajaran tasawuf. Konon kabarnya memang banyak ulama-ulama keturunan India dan Persia yang membuka pengajian di pasai di waktu itu. Bahkan banyak pula ulama-ulama dari Malaka juga kadang-kadang datang bertanya tentang sesuatu masalah ke Pasai.
Sesudah kedua tunas muda itu selesai menuntut pelajaran di sana, merekapun kembalilah ke tanah Jawa. Raden Paku berhasil mendapat "Ilmu Laduni", sehingga gurunya di pasai memberinya nama "Ainul Yaqin".
Raden Paku sekembalinya di tanah Jawa mengajarkan agama Islam menurut bakatnya. Raden paku atau Syekh Ainul Yaqin mengadakan tempat berkumpul yang boleh disebut pondok pesantrennya di Giri. Dimana murid-muridnya terdiri pada orang-orang kecil (rakyat jelata).
Sungguh amat besar jasa Sunan Giri semasa hidupnya, karena beliaulah yang mengirimkan utusan (mission secreet) keluar Jawa. Mereka terdiri dari pelajar, saudagar, nelayan. Mereka dikirim oleh Sunan Giri ke pulau Madura. Juga ke Bawean dan Kangean, bahkan sampai ke Ternate dan Haruku di kepulauan Maluku. Amat besar pengaruh Sunan Giri terhadap jalannya roda pemerintahan di kerajaan Islam Demak, sehingga suatu persoalan yang penting senantiasa menantikan sikap dan keputusan yang diambil oleh Sunan Giri. Oleh para wali lainnya, beliau dihormati serta disegani.
Pada waktu dahulu Giri adalah menjadi sumber ilmu keagamaan, dan termasyhur diseluruh tanah Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru, baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah banyak yang pergi ke Giri untuk berguru kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang menciptakan gending Asmaradana dan Pucung.
Daerah penyiarannya sampai ke Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Madura, menurut setengah riwayat, Sunan Giri-lah yang menghukum sesat terhadap diri Syekh Siti Jenar, karena mengajarkan ilmu yang berbahaya pada rakyat. Sunan Giri adalah terhitung seorang ahli pendidik (pedagang) yang berjiwa demokratis. Beliau mendidik anak-anak dengan jalan membuat bermacam-macam permainan yang berjiwa agama. Seperti misalnya : jelungan, jamuran, gendi gerit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya.
Diantara permainan kanak-kanak hasil ciptaan/gubahannya adalah rupa "jitungan" atau "jelungan". Adapun caranya adalah begini :
Anak-anak banyak, satu diantaranya menjadi "pemburu", lain-lainnya jadi "buruan" mereka ini akan 'selamat' atau 'bebas' dari terkaman ‘pemburunya', apabila telah berpegangan pada 'jitungan', yaitu satu pohon, tiang atau tonggak yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Permainan dimaksudkan untuk mendidik pengertian tentang keselamatan hidup, yaitu : bahwa apabila sudah berpegangan kepada agama yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa sajalah, maka manusia (buruan) itu akan selamat dari terkaman iblis (pemburunya).
Di samping itu diajarkannya pula nyanyian-nyanyian untuk kanak-kanak yang bersifat paedagogis serta berjiwa agama, Di antaranya adalah berupa 'tembung dolanan bocah' (lagu permainan anak-anak), yang berbunyi sebagai berikut :
"Padang-padang bulan, ayo gage da dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar, nundang bagog hangatikar", yang dalam bahasa indonesianya kira-kira begini :
"Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-birit".
Adapun maksud dari tembang tersebut di atas itu adalah : Agama Islam (bulan) telah datang memberi penerangan hidup, maka marilah segera orang menuntut penghidupan (dolanan, bermain) di bumi ini (latar, halaman) akan mengambil manfaat ilmu agama Islam (padang, gilar-gilar, terang benderang) itu, agar sesat kebodohan diri (begog, gelap) segera terusir.
Disamping itu terkenal pula tembang buat kanak-kanak yang bernama "Ilir-ilir" yang isinya mengandung filsafat serta berjiwa agama. Bunyi selengkapnya adalah demikian.
"Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar. cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jrumatana, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede rembulane, mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore."
Adapun maksudnya adalah demikian : sang bayi yang baru lahir di dalam dunia ini masih suci bersih, murni, sehingga ibarat seperti penganten baru, siapa saja ingin memandangnya, "bocah angon" (pengembala) itu diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang menjalankan syariat agama. Sedangkan "blimbing" diibaratkan blimbing itu mempunyai/terdiri dari lima belahannya, maksudnya untuk menjalankan sembahyang lima waktu. Meskipun "lunyu-lunyu" (licin). Tolong panjatkan juga, kendatipun sembahyang itu susah, namun kerjakanlah, buat membasuh "dodotira-dodotira, kumitir bedah ing pinggir" maksudnya kendatipun sholat itu susah, tetapi kerjakan guna membasuh hati dan jiwa kita yang kotor ini.
"Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, dan surak-surak sore". Maksudnya " bahwa orang hidup di dalam dunia ini senantiasa condong kearah berbuat dosa segan mengerjakan yang baik dan benar serta utama, sehingga dengan menjalankan sholat itu diharapkan besuk dikelak kemudian dapat kita buat sebagai bekal kita dalam menghadap kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal saleh. Itulah diantara lain buah ciptaan Sunan Giri. Mengenai tembang (lagu) ilir-ilir ini ada pula yang berpendapat, bahwa itu adalah ciptaan Sunan Kalijaga. Akan tetapi mengingat bahwa diantara wali sanga, Sunan Giri yang terkenal sebagai seorang pendidik yang gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan kita bahwa lagu tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti adalah bahwa tembang tersebut adalah ciptaan pada jaman wali. Apakah benar ciptaan Sunan Kalijaga atau gubahan bersama dengan Sunan Giri, itu adalah soal sekunder.
Sesudah beliau wafat, kemudian dimakamkan di atas bukit Giri (Gresik). Setelah Sunan Giri meninggal dunia, berturut-turut digantikan oleh Sunan Delem, Sunan Sedam Margi, Sunan Prapen.
Tatkala Sunan Prapen pada tahun 1597 M, wafat beliau digantikan Sunan Kawis Guna, kemudian setelah Sunan Guwa wafat diganti oleh Panembahan Agung. Pada tahun 1638 M Panembahan Agung Giri diganti oleh Panembahan Mas Witana Sideng Rana, beliau wafat pada tahun 1660 M. Kemudian atas perintah Sunan Amangkurat I, Pangeran Puspa Ira (Singonegoro) ditempatkan di Giri. Mulai saat Sunan Amangkurat II memegang kendali pemerintahan, Giri maupun Gresik mengalami perubahan yang tidak sedikit. Akibat daripada serangan Amangkurat II yang dibantu oleh kompeni akhirnya pada tanggal 27 April 1680 jatuhlah kekuasaan Pengeran Giri ke tangan Amangkurat II.
Semenjak itu Giri cahayanya mulai pudar, hanya tinggal kenang-kenangan dalam sejarah kebangunan Islam di tanah Jawa.
Post a Comment Blogger Disqus