Bismillahir Rohmanir Rohim
“Mereka yang memiliki suatu rahasia spiritual dan menempatkan diri mereka dalam pandangan orang-orang yang memiliki Wilayah (Kewalian) akan dipenuhi dengan kekuatan spiritual yang dengannya mereka mengalirkan rahmah dan kasih sayang ke seluruh benda dan semua makhluk, termasuk malaikat, jinn, batu-batuan, hewan, dan tanaman. Artinya adalah ketika murid dari seorang wali diundang ke suatu tempat dimanapun atau kemanapun ia pun harus pergi untuk memenuhi kewajibannya terhadap makhluk-makhluk yang mendiami tempat itu, mulai dari malaikat hingga batu-batu jalanan, karena mereka pun memiliki hak untuk mendapat bagian dari cahayanya.
Dan ini semua datang dari Nabi saw karena beliau adalah Kasih Sayang (Rahmah) bagi seluruh alam dan tidak hanya bagi manusia dan jinn saja. Mereka memelihara zikir mereka, untuk menjaga tetap mengingat Allah swt, untuk berusaha selalu bersama dengan para pewaris dari Penutup para Nabi, untuk berusaha agar ruh kalian berada dalam samudera-samudera dari ruh-ruh suci mereka; karena setiap orang dari mereka para Waliyyullah – kekasih Allah, adalah para pewaris dari Penutup para Nabi, dan para Wali-wali besar tersebut telah dianugerahi samudera-samudera hikmah.
Tetapi, samudera-samudera milik mereka, bahkan seandainya seluruh samudera milik para Nabi dan Wali dikumpulkan bersama dan disatukan, jika itu semua dibandingkan dengan apa yang telah dianugerahkan pada Nabi Muhammad saw, Penutup para Nabi, hanyalah bagaikan setetes air yang menempel di ujung jarum ketika kalian mencelupkan jarum itu sesaat ke dalam suatu samudera.
Hanya seperti itulah perbandingan seluruh samudera milik para Nabi-nabi dan Para Wali dibanding dengan samudera milik Penutup Para Nabi, Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw. Dan seluruh Awliya’ dan para Wali, terutama Wali Besar, adalah orang-orang pada barisan pertama, yang dekat dengan Penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad saw, mereka mengambil secara langsung dari beliau dan mereka telah diberi lebih banyak dari yang lain. Dan ruh-ruh mereka tengah meminum ‘air’ dari samudera-samudera itu dan ruh-ruh mereka pun menjadi samudera-samudera. Ruh dari setiap orang dari mereka adalah bagaikan sebuah samudera dan hanya Nabi saw yang mengetahui apa yang ada dalam samudera tersebut.
Allah tentu saja mengetahui segala sesuatunya; tetapi, pada maqam dari ciptaan (makhluq), apa yang telah dikaruniakan pada seluruh Nabi, dan demikian pula pada para Nabi-nabi besar, Awliya’ besar, Syaikh-syaikh besar – mereka yang berada pada saf pertama pewaris Rasulullah saw hanya Nabi saw-lah yang mengetahuinya. Dan apa yang berada dalam samudera milik setiap orang, mereka mengetahuinya, demikian pula Nabi saw mengetahuinya.
Karena itulah, mereka memiliki alam semesta-alam semesta, ‘awalim’, ciptaan-ciptaan dalam samudera-samudera mereka. Dan ciptaan tersebut adalah suatu karunia dari Penutup para Nabi saw. Dan karunia Tuhannya bagi dirinya terus bertambah lebih banyak dan lebih banyak, dan karunia tersebut tidaklah tetap sama. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-Ku yang tercinta! Wa ladaynaa maziid! Aku memberi dan tak akan pernah berhenti. Apa yang Ku-karuniakan padamu tak akan pernah berakhir”. Karena itulah, apa yang dikaruniakan pada RasulAllah saw ketika beliau bersama kita, tidaklah sama saat ini. Setiap detik, setiap tarikan nafas, karunia tersebut digandakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena itulah, diulang berkali-kali (dalam Quran) akan apa yang terjadi pada Bani Israil, apa yang terjadi pada Sayyidina Adam, apa yang terjadi pada Sayyidina Nuh, apa yang terjadi pada Sayyidina Ibrahim dan pada Nabi-nabi lain. Ini adalah untuk menerima kemuliaan dari mereka, untuk mengambil bagian dari ‘nur’ mereka, dari cahaya-cahaya ilahiah milik mereka, agar datang pada dirimu. Dan ini adalah suatu persiapan bagi kalian untuk kehidupan abadi kalian, karena keabadian dapat menampung sebanyak apa pun yang telah dikaruniakan pada kalian, tanpa batas.
Mereka yang berada pada (atau berusaha untuk) kehidupan abadi dan memiliki target untuk meraih keabadian, mereka boleh meminta lebih dan lebih – tak terbatas. Sama seperti suatu pesawat terbang yang tengah terbang melayang – semakin banyak petrol (minyak bahan bakar) yang kita isikan ke dalamnya, semakin lama ia akan terbang, tak pernah berkata ‘cukup’, tidak! Sebanyak yang kita isikan ke dalamnya, ia akan terus terbang. Dan ruh-ruh kita dalam Hadirat Ilahiah – jangan berpikir bahwa ruh-ruh terebut diam berhenti – mereka berlari dan berenang melalui samudera-samudera yang tak terkira banyaknya. Semuanya itu milik dari keabadian.
Karena itu, adalah suatu perintah – sohbet, asosiasi kejama’ahan – kalian harus menjaga jalur (hubungan) dengan mereka secara langsung. Hubungan itu akan mengalir melalui wujud sejatimu. Jangan berpikir bahwa ini (tubuh wadag kasar kita) adalah wujud kita yang sejati. Ini hanyalah suatu bayangan dari wujud sejatinya. Wujud sejati tersebut, dunia ini tak mampu menampungnya. Karena itulah, Pemimpin Malaikat Jibril (as) kadang-kadang datang dalam bentuk seorang laki-laki, dan kita berkata Jibril (as) baru datang.
Apakah ia meninggalkan maqam (posisi)nya dan datang ke sini? Saat ia datang pada Nabi, apakah maqamnya kosong ia tinggalkan? Apakah ia datang dengan wujud sejatinya? Bagaimana mungkin? (Apa yang nampak datang) hanyalah perwakilan (dari wujud sejatinya), sebagai suatu bayangan dalam bentuk seorang laki-laki. Wujud sejatinya tak pernah bergerak ke sini dan ke sana dari Hadirat Ilahi. Tak pernah! “Tak seor ang pun yang matanya dapat melihat ke sana-sini!” Apakah kalian pikir bahwa adalah wujud sejati Penutup para Nabi yang pernah bersama kita (saat beliau hidup, red)? Bagaimana mungkin dunia ini dapat menampungnya?
Seluruh ciptaan akan lenyap jika wujud sejati beliau termanifestasikan untuk eksis di sini. Tak ada lagi ciptaan, segala sesuatunya akan lenyap dalam samudera-samudera beliau, tak ada yang akan pernah muncul. Tetapi segala sesuatunya, melalui Hikmah Ilahiah, telah diatur dan diprogram. Tak seorang pun tahu bagaimana keadaannya dan bagaimana ia wujud, tidak! Kita berada pada maqam kedudukan kita, dan Firman Ilahiah datang mula-mula pada Rasulullah dan kemudian pada kita.
Jika seandainya Nabi tidak menjadi perantara (mediator), Wahyu Ilahiah akan membakar segala sesuatunya di muka bumi ini. [Syaikh membaca ayat] "Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quraan ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.." (Surat al-Hashr, 21) Karena itulah, orang-orang jahil yang berpikiran sempit itu masih pula mengatakan bahwa Sayyidina Muhammad saw hanya seperti seorang tukang pos – hanya membawa dan menyampaikan suatu pesan. Betapa bodohnya!
Dan kebodohan ini kini menjalar ke seluruh dunia Islam, di Timur dan di Barat. Mereka sama sekali tak memahami hikmah diutusnya Sayyidina Muhammad dan karunia Qur’an Suci bagi beliau. Gunung-gunung tak mampu memikul (beban ini); tapi, hanya kalbu dari ia yang paling berkilau bercahaya dan paling mulia-lah yang mampu untuk memikul berat dari Wahyu Ilahiah.
Bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa ia telah habis dan mati sekarang, kemudian kita bisa bersama Allah tanpa Muhammad (saw)? Kebodohan macam apa ini yang kini kita tengah berada di dalamnya? Karena itu, begitu banyak masalah berdatangan pada orang-orang itu. Ya, memang ini adalah suatu samudera yang demikian dalam yang kami tengah coba untuk tunjukkan bagimu; kita tak mampu mencapainya.
Aba Yazid al-Bisthami – semoga Allah merahmatinya, dan semoga cahaya-cahaya dari samuderanya menerangi kalbu-kalbu kita. Kalbu-kalbu yang bercahaya, itulah kalbu-kalbu yang hidup! Kalbu dan hati yang tak bercahaya, itulah hati yang mati, kalbu yang terkunci. Karena itulah, kalbu-kalbu dari begitu banyak ulama besar tengah terkunci. Mereka tidak memahami apa yang kalian katakan. Terkunci! Allah membuka kalbu dan hati kita pada Awliya’-Nya. Kita memohon agar saat kita berbicara tentang Awliya’, agar mereka mengaruniakan pada kita sesuatu, yang sesuai dengan kebutuhan kita.
Karena itu, inilah yang disebut ‘rabithah’ – koneksi dari kalbu ke kalbu. Saat kalian melakukan ‘rabitah’, cahaya-cahaya Ilahiah yang dianugerahkan pada Wali tersebut, Grand Wali, atau Nabi, atau Grand Nabi, atau Khatm ul-Anbiya’, akan mengalir melalui kalbu kalian, dan kalian akan tercahayai olehnya. Saat kita melihat ke langit di waktu malam, kita melihat bintang-bintang yang bercahaya; tapi, ada pula miliaran bintang yang tidak bercahaya, karena ‘nur’ itu tidak datang pada mereka.
Dan hal ini serupa pula pada manusia. Makhluk-makhluk Langit tengah melihat manusia dan memperhatikan siapakah di antara manusia tersebut yang bercahaya dan berkilau – sama seperti ketika kita melihat bintang-bintang yang berkilau di langit. Karena itu, ‘rabita’, koneksi, hubungan, adalah medium yang paling penting untuk meraih cahaya-cahaya surgawi. Siapa yang menyangkal hal ini akan terputus, tak ada cahaya yang datang ke kalbu mereka – habis!
Oleh karena orang-orang saat ini, kini tengah berada dalam kegelapan, karena mereka tidak memiliki hubungan dengan ‘orang-orang langit’ atau dengan hamba-hamba Allah yang bercahaya yang hidup di dunia ini di antara kita. Kebanyakan orang kini tidak peduli lagi, mereka tidak tertarik, dan mereka senang untuk hidup dalam kegelapan mereka, dalam ‘dunya’ mereka yang gelap. Sama seperti burung-burung malam (kelelawar) yang senang untuk berada dalam kegelapan malam. Mereka tak suka untuk keluar di siang hari, karena mereka tak menyukai cahaya. Dan kini, 99% orang-orang di bumi tidak mau mencari cahaya-cahaya surgawi agar diri mereka pun bercahaya, dan mereka pun senang berada dalam dunia yang gelap, dalam suatu atmosfer yang gelap.
Karena itulah mereka melakukan begitu banyak hal, yang jika mereka dapat melihatnya, tentu mereka tak akan mau melakukannya. Jika hati mereka tercahayai, mereka tak akan berkelahi, tak akan bertengkar dan mengeluh. Mereka akan berbahagia dengan apa yang telah dikaruniakan pada mereka dari Sang Pencipta, Rabb as-Samaawaati. Tapi, kegelapan telah mencegah dan menghindarkan mereka dari mencapai titik itu, karena mereka tak mau mencari hubungan ke dunia spiritual (ruhaniyya) atau hubungan dengan spiritualitas dan makhluq-makhluq surgawi di muka bumi atau di langit.
Itulah masalahnya. Semua orang-orang yang hidup dalam atmosfer gelap ini, yang tak mau meminta hubungan dengan makhluk-makhluk surgawi, dengan wujud spiritual makhluk-makhluk itu, semua orang-orang ini adalah pembuat masalah. Orang-orang di negara kecil ini – tak seorang pun mengakui negara ini – mengatakan, 80 juta orang di Turki dan 200.000 di Cyprus Utara, mereka meminta untuk bergabung dengan kelompok Negara-negara Eropa. Mereka berpikir bahwa jika mereka terhubungkan dengan Uni Eropa, mereka akan menjadi bahagia, mereka berpikir bahwa masalah-masalah mereka akan selesai dan segala sesuatunya akan berjalan lancar dan indah.
Ini adalah kesalahan terbesar mereka dan kesalahpahaman; karena materi (benda-benda) tak akan pernah memberi istirahat atau suatu kehidupan yang baik bagi orang-orang; tak akan pernah memberi mereka suatu kehidupan yang penuh kenikmatan dan kesenangan ‘hayaat-ut-tayyib’ – tak pernah! Sama saja! Jika mereka menjadi anggota Europe Union (EU), mereka tetap akan memiliki masalah-masalah yang sama, karena mereka membawa bakteria yang sama dari penyakit mereka bersama mereka. Sekalipun mereka mungkin bergabung dengan EU, tapi penyakit yang sama masih bersama mereka – atmosfer yang sama!
Kegelapan di sini, kegelapan di sana! EU tak akan pernah memberi mereka cahaya apa pun, mereka tak akan tercahayai. Mungkin mereka akan mendapat sejumlah besar uang, hal-hal materi, tapi mereka akan tetap tak bercahaya, selesai. Jika masalah Iraqi telah selesai, masalah lain akan muncul karena penyakit yang sama masih bersama orang-orang – bahwa mereka menolak hubungan (koneksi) dengan wujud yang tercerahkan, dengan orang-orang yang bercahaya. Mereka hanya berlari mengejar kegelapan dan orang-orang gelap.
Semoga Allah mengampuni saya, dan memberikan pada kita pemahaman yang baik, karena ini adalah suatu hal penting yang mesti diketahui bangsa-bangsa. Seluruh bangsa dan negara telah memutuskan hubungan mereka dengan makhluk-makhluk langit, mereka menyangkal keberadaannya, mereka menyangkal kenabian (nubuwwah) dan kewalian (wilayah), dan segala sesuatunya yang terkait dengan Langit, dan mereka terjatuh dalam dunia yang gelap. Dunia gelap, ke mana pun mereka berlari, mereka hanya akan menjumpai kegelapan dan masalah.
Wa min Allah at Tawfiq
Post a Comment Blogger Disqus