Lahir: di Singosari Malang pada 1295 H [Tahun 1807 M]
Wafat: Jum’at, 28 Ramadhan 1370 H [Tahun 1950 M]
Di Makamkan di Pemakaman Umum Kasin, Malang
Pendidikan: Nyantri kepada Al Habib Muhammad bin Hadi Assegaf, di Kota Siwon, Hadramaut, Yaman, berguru pada Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi (Shohibul Maulid), dan kepada Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas.
Putra/Putri: 13 Orang
Perjuangan/Pengabdian: Perintis berdirinya Madrasah Attaraqqie, Mengajar di beberapa masjid, dan majelis taklim.
Ulama Waro’ yang Sederhana
Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah dilahirkan di Singosari Malang pada tahun 1295 H atau bertepatan dengan tahun 1807 M. Beliau diasuh oleh kedua orang tuanya sampai menginjak usia remaja. Kemudian dibawa ayahnya ke Negeri Hadramaut, dan menetap di Kota Siwon untuk menuntut ilmu, supaya menjadi orang alim dalam bidang hukum Islam.
Di Hadramaut, beliau belajar kepada Al Habib Al Alim Al Alamah Muhammad bin Hadi Assegaf, yang terkenal sebagai mahaguru di Kota Siwon. Selain itu, juga berguru pada Al Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi (Shohibul Maulid) dan kepada Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas (Shohibul Khuroidho).
Berkat kecerdasan dan inayah dari Allah SWT, maka beliau berhasil dalam menuntut ilmu, seperti apa yang dicita-citakan ayahnya. Diantara teman-teman beliau yang seangkatan dalam menuntut ilmu itu adalah Asysyaich Abdurrahman bin Muhammad Baraja yang menjabat sebagai Qodhi di Kota Siwon.
Salah satu bukti yang menunjukkan kepadatan ilmunya, pada waktu di majelis ilmu Al Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik, ada seorang peserta majelis dari Malang menanyakan suatu masalah kepada Al Habib Abubakar. Setelah dijawab masalah tersebut, lalu Al Habib Abubakar berkata, bila ada masalah lagi, tidak perlu datang ke Gresik, cukup ditanyakan kepada seorang alim di Malang, yaitu Al Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah.
Selama tinggal di Siwon, beliau menikah dengan cucu Al Habib Sholeh bin Hasan Al Bahar di Sabah. Sekembalinya ke Malang, beliau giat mengadakan pengajian-pengajian, termasuk di Kidul Pasar. Diantara santri beliau yang terkenal, Al Habib Ahmad bin Hadi Al Hamid, Pasuruan, KH Abdullah bin Yasin, Pasuruan, KH. Muhsin Blitar, Al Habib Ali bin Abdullah Mauladdawilah Talun Lor, H. Dahlan, Wetan Pasar, dan KH Ahmad Damanhuri Malang.
Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah sangat memperhatikan bidang pendidikan, terutama pendidikan putra-putrinya. Bahkan sampai mendatangkan guru Asysyaich Ali Arrohbini untuk mengajar Qiro’atul Qur’an di rumahnya di Bareng Raya, serta mengirim beberapa putranya ke Hadramaut untuk menuntut ilmu di Siwon pada mantan gurunya, yakni Al Habib Al Alim Al Alamah Muhammad bin Hadi Assegaf.
Diantara 13 putra-putrinya yang sekarang masih ada, yakni Habib Alwi bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, yang kini berada di Jeddah, Habib M Bakir bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah di Malang, dan Ali bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah yang berada di Solo.
‘’Beliau merupakan salah satu perintis Madrasah Attaraqqie, dan sempat juga mendatangkan Al Ustadz Abdul Kadir bin Ahmad Bilfaqih dari Surabaya sekitar tahun 1940-an untuk mengajar, dan menjadi Kepala Madrasah Attaraqqie,’’ kata Ustadz Ahmad bin Salim Alaydrus, menantu Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, kala itu.
Amalan beliau sehari-hari yang menonjol adalah dzikrulloh. Diwaktu apapun saja, beliau selalu berdzikir kepada Allah SWT. ‘’Hendaknya lisanmu itu selalu basah karena gerak dengan berdzikir kepada Allah.’’
Selain itu, dalam hidupnya suka beramal, terutama pada fakir miskin, anak yatim, dan famili-familinya. ‘’Dalam hidupnya, beliau juga sangat sederhana dan berlaku waro’, dengan meninggalkan semua perkara yang syubhat (meragukan, red.), yang tidak jelas halalnya. Perbuatannya selalu dijaga benar-benar dan disesuaikan dengan hukum syariat Islam,’’ tutur Ustadz Ahmad, yang juga kakak kandung Ustadz Alwy bin Salim Alaydrus.
Ada beberapa kekeramatan Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, diantaranya sewaktu Gunung Kelud di Blitar meletus dan terjadi lahar. Waktu itu beliau sedang mengajar di sebuah masjid. Atas Rahmat dan takdir Allah SWT masjid tersebut tidak roboh dan tidak tersentuh aliran lahar dari Gunung Kelud. Demikian juga dengan jamaah pengajian yang berada di dalam masjid selamat. Padahal rumah-rumah di sekitar masjid roboh dan hanyut terkena aliran lahar. Bahkan sandal Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, yang semula hanyut terbawa lahar, setelah banjir lahar redah sandal tersebut kembali lagi ke depan pintu masjid.
Beliau wafat pada hari Jum’at, 28 Ramadhan 1370 H, bertepatan dengan tahun 1950 M dalam usia 75 tahun, dan dimakamkan di pemakaman umum Kasin, Malang. Setelah beberapa hari beliau dimakamkan, beberapa pemilik rumah yang ada di sekitar pemakaman Kasin sering melihat ada cahaya yang keluar dari salah satu makam di pemakaman tersebut. Setelah diselidiki, ternyata cahaya tersebut berasal dari makam Al Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah. (Sumber : http://chemot-marley.blogspot.com/2012/08/habib-sholeh-bin-muhammad-mauladawilah.html)
Post a Comment Blogger Disqus