Situs Makam Kramat Jiret Mertuah oleh peneliti terdahulu disebut dengan nama Pageran Bira. Terletak di Desa Pageran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk menuju situs Pageran Bira, dari Gunung Tua ke arah Sibuhuan sejauh 72 km, kemudian ke kanan (barat) sejauh 18 km melewati 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lubuk Barumun, Ulu Barumun dan Sosopan. Setelah sampai di Masjid Nurul Iman, desa Pagaran Bira Jae perjalanan dilanjutkan ke kiri melewati jalan setapak sekitar 200 meter.
Situs Makam Kramat Jiret terletak di tengah kebun kopi pada sebidang tanah yang dibatasi dengan “pagar” dari batu kali. Pada jarak sekitar 150 meter ke arah barat laut terdapat sungai Sorimangampu yang mengalir dari barat daya ke timur laut.
Penyebar Islam di Tapanuli bagian Selatan
Napak tilas perkembangan Islam di Barumun, khususnya di Kabupaten Padang Lawas atau Tapanuli bagian Selatan, Sumatera Utara, cukup menarik. Sepanjang hulu Sungai Barumun hingga ke daerah pertemuan Sungai Barumun-Pane merupakan makam keramat Jiret Mertuah.
Situs makam keramat Jiret Mertuah oleh peneliti disebut dengan nama Pageran Bira. Lokasinya di Desa Pageran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas.
Untuk menuju situs Pageran Bira dari Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas Utara ke arah Padang Lawas, Kota Sibuhuan menempuh jarak 73 kilometer. Kemudian mengambil arah ke kanan atau barat sejauh 18 kilometer melewati Kecamatan Barumun, Ulu Barumun, dan Sosopan. Setelah itu, sampai di Desa Pageran Bira Jae.
Memasuki Pageran Bira Jae kita akan terlebih dulu bertemu dengan Masjid Nurul Imam yang diyakini warga sebagai peninggalan sejarah dari Sultan Hamid Al Muktadir.
Di Masjid Nurul Imam kita juga akan menemukan air yang sangat jernih dan dingin. Air yang berasal dari Bukit Barisan itu digunakan warga untuk wudhu.
Selain itu tampak juga beduk masjid yang berusia ratusan tahun masih utuh. Tiang masjid masih kokoh. Bagian interiornya pun masih original belum pernah diubah.
Dari Desa Pageran Bira Jae, perjalanan dilanjutkan ke makan keramat Jiret Mertuah melewati jalan setapak sekira 200 meter.
Pengakuan warga, bila ingin ke makam tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan, seperti mengambil wudhu dan mengikutsertakan juru kunci atau para ulama setempat. Bila tidak, pengunjung akan tertolak keluar dan mengalami keanehan.
Situs makam keramat itu berada di tengah kebun kopi. Jaraknya sekira 100 meter arah barat laut dari Sungai Sorimangampu yang mengalir dari barat daya ke timur laut.
Di situs itu terdapat dua makam yang diyakini penduduk tempat beristirahatnya pasangan suami-istri.
Hal yang menarik pada situs itu adalah makam kuno yang dibangun di atas bekas candi. Batu-batu candi yang terdapat pada situs itu berjenis andesit dan berbentuk umpak, yoni, kemuncak candi, atau kemuncak pagar langkan.
Makam pertama adalah makam sang suami yang berada di atas tumpukan batu candi dan batu kali dengan ukuran 4,4x1 meter persegi. Nisan pada makam itu berupa kemuncak candi. Di bagian kepala dan kaki terdapat stupa.
Makam kedua, nisan di bagian kepala berbentuk kemuncak candi yang berada di atas lapik batu. Sedangkan nisan di bagian kaki berupa lempengan batu candi berbentuk persegi empat.
Tokoh yang dimakamkan itu dipercaya sebagai penyebar Islam di Tapanuli bagian selatan.
Pada periode 1459 sampai 1462, Kesultanan Aru Barumun yang terletak di muara Barumun, Labuhan Bilik, Sumatera bagian selatan, mengalami masa kejayaan.
Di bawah pimpinan Sultan Malik Al Mansyur putra Malik As Saleh dari Kerajaan Pasai kemudian digantikan Sultan Hasan Al Ghaffur. Setelah itu digantikan Sultan Hamid Al Muktadir. Namun serangan hebat dari Kesultanan Malaka menghancurkan benteng dan armada laut Kesultanan Aru Barumun. Sultan Hamid pun terdesak sampai ke hulu Sungai Barumun.
Warga Pagaran Bira, Kecamatan Hulu Barumun, Padang Lawas, meyakini Sultan Hamid wafat di Bukit Barisan tersebut yang berjarak sekira satu kilometer dari hulu Sungai Barumun.
Raja Nasution, Raja Pagaran Bira, mengatakan, riwayat warga secara turun temurun pemilik makam adalah tokoh besar dari muara Aru Barumun. Peperangan terjadi karena perbedaan pandangan dalam Islam.
Meski terdesak di hulu Sungai Barumun Sultan Hamid tidak berhenti menyiarkan Islam. Ia tetap berdakwah hingga akhir hayatnya dan wafat di tempat tersebut. (ton)
Sumber:
Oke Food, Masjid Makam Penyebar Islam di Tapanuli bagian Selatan, 2013
Napak tilas perkembangan Islam di Barumun, khususnya di Kabupaten Padang Lawas atau Tapanuli bagian Selatan, Sumatera Utara, cukup menarik. Sepanjang hulu Sungai Barumun hingga ke daerah pertemuan Sungai Barumun-Pane merupakan makam keramat Jiret Mertuah.
Situs makam keramat Jiret Mertuah oleh peneliti disebut dengan nama Pageran Bira. Lokasinya di Desa Pageran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas.
Untuk menuju situs Pageran Bira dari Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas Utara ke arah Padang Lawas, Kota Sibuhuan menempuh jarak 73 kilometer. Kemudian mengambil arah ke kanan atau barat sejauh 18 kilometer melewati Kecamatan Barumun, Ulu Barumun, dan Sosopan. Setelah itu, sampai di Desa Pageran Bira Jae.
Memasuki Pageran Bira Jae kita akan terlebih dulu bertemu dengan Masjid Nurul Imam yang diyakini warga sebagai peninggalan sejarah dari Sultan Hamid Al Muktadir.
Di Masjid Nurul Imam kita juga akan menemukan air yang sangat jernih dan dingin. Air yang berasal dari Bukit Barisan itu digunakan warga untuk wudhu.
Selain itu tampak juga beduk masjid yang berusia ratusan tahun masih utuh. Tiang masjid masih kokoh. Bagian interiornya pun masih original belum pernah diubah.
Dari Desa Pageran Bira Jae, perjalanan dilanjutkan ke makan keramat Jiret Mertuah melewati jalan setapak sekira 200 meter.
Pengakuan warga, bila ingin ke makam tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan, seperti mengambil wudhu dan mengikutsertakan juru kunci atau para ulama setempat. Bila tidak, pengunjung akan tertolak keluar dan mengalami keanehan.
Situs makam keramat itu berada di tengah kebun kopi. Jaraknya sekira 100 meter arah barat laut dari Sungai Sorimangampu yang mengalir dari barat daya ke timur laut.
Di situs itu terdapat dua makam yang diyakini penduduk tempat beristirahatnya pasangan suami-istri.
Hal yang menarik pada situs itu adalah makam kuno yang dibangun di atas bekas candi. Batu-batu candi yang terdapat pada situs itu berjenis andesit dan berbentuk umpak, yoni, kemuncak candi, atau kemuncak pagar langkan.
Makam pertama adalah makam sang suami yang berada di atas tumpukan batu candi dan batu kali dengan ukuran 4,4x1 meter persegi. Nisan pada makam itu berupa kemuncak candi. Di bagian kepala dan kaki terdapat stupa.
Makam kedua, nisan di bagian kepala berbentuk kemuncak candi yang berada di atas lapik batu. Sedangkan nisan di bagian kaki berupa lempengan batu candi berbentuk persegi empat.
Tokoh yang dimakamkan itu dipercaya sebagai penyebar Islam di Tapanuli bagian selatan.
Pada periode 1459 sampai 1462, Kesultanan Aru Barumun yang terletak di muara Barumun, Labuhan Bilik, Sumatera bagian selatan, mengalami masa kejayaan.
Di bawah pimpinan Sultan Malik Al Mansyur putra Malik As Saleh dari Kerajaan Pasai kemudian digantikan Sultan Hasan Al Ghaffur. Setelah itu digantikan Sultan Hamid Al Muktadir. Namun serangan hebat dari Kesultanan Malaka menghancurkan benteng dan armada laut Kesultanan Aru Barumun. Sultan Hamid pun terdesak sampai ke hulu Sungai Barumun.
Warga Pagaran Bira, Kecamatan Hulu Barumun, Padang Lawas, meyakini Sultan Hamid wafat di Bukit Barisan tersebut yang berjarak sekira satu kilometer dari hulu Sungai Barumun.
Raja Nasution, Raja Pagaran Bira, mengatakan, riwayat warga secara turun temurun pemilik makam adalah tokoh besar dari muara Aru Barumun. Peperangan terjadi karena perbedaan pandangan dalam Islam.
Meski terdesak di hulu Sungai Barumun Sultan Hamid tidak berhenti menyiarkan Islam. Ia tetap berdakwah hingga akhir hayatnya dan wafat di tempat tersebut. (ton)
Sumber:
Oke Food, Masjid Makam Penyebar Islam di Tapanuli bagian Selatan, 2013
Post a Comment Blogger Disqus