Cerita mengenai Pangeran Selawe pada intinya yaitu berkaitan dengan keberadaan Endang Darma di Cimanuk. Hal ini didengar oleh Pangeran Guru di Palembang. Bersama 24 muridnya berangkat ke Cimanuk dengan tujuan untuk menguji kesaktian Endang Darma, tetapi di Cimanuk ke dua puluh empat (24) murid Pangeran Guru beserta Pangeran Guru dapat dikalahkan Endang Darma.
Mengenai tokoh Endang Darma, Babad Dermayu menerangkan bahwa Endang Darma mempunyai nama lain Ratna Gumilang, Ratu Sakti, dan Mas Ratu Gandasari. Purwaka Caruban Nagari menyebutkan bahwa Mas Ratu Gandasari adalah adik Fadlillah Khan, Putra Maulana Mahdlar Ibrahim bin Malik Ibrahim. Dengan demikian Endang Darma adalah cucu Maulana Malik Ibrahim. Sedangkan mengenai Pangeran Guru, Babad Dermayu menerangkan bahwa, dia adalah orang Jawa yang bermukim di Palembang. Pangeran Guru mempunyai nama lain Arya Dilah, putra Wikramawardhana, raja Majapahit yang ditugaskan sebagai gubernur di Palembang.
Mengenai Arya Dilah, Sajarah Banten menceritakan bahwa di Majapahit terdapat wanita jelmaan raksasa yang dijadikan selir oleh raja Majapahit. Ketika wanita tersebut mengandung, makan daging mentah dan kemudian berubah wujud ke bentuk semula. Karena takut ketahuan wanita tersebut melarikan diri dan melahirkan anak diberi nama Ki Dilah. Setelah dewasa Ki Dilah ke Majapahit dan dapat diterima raja. Ki Dilah diberi nama Arya Damar dan kemudian diangkat sebagai wakil raja di Palembang. Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa raja Majapahit menghadiahkan kepada Arya Damar salah satu selirnya, seorang putri Cina yang dalam keadaan hamil. Di Palembang putri Cina tersebut melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Raden Patah. Sedangkan dengan Arya Damar juga mempunyai anak laki-laki bernama Raden Husin.
Cerita tentang asal-usul Raden Patah menurut Babad Demak juga berkaitan dengan Arya Damar. Diceritakan bahwa Arya Damar adalah anak angkat Brawijaya yang ditugaskan sebagai adipati di Palembang. Arya Damar selain diberi jabatan juga diberi putri Cina untuk diperistri. Putri Cina tersebut adalah salah satu selir Brawijaya. Ketika mendapatkan putri Cina dalam keadaan mengandung anak Brawijaya. Di Palembang putri Cina melahirkan anak diberi nama Raden Patah.
Berdasarkan berbagai sumber yang ada dapat diduga bahwa Pangeran Guru atau Arya Dilah juga bernama Arya Damar, seorang kerabat dekat (anak atau sepupu) raja Majapahit, yang dipercaya menjadi wakil Majapahit (adipati) di Palembang. Ia juga ayah (angkat) Raden Patah. Baik Sejarah Banten maupun Babad Tanah Jawi tidak menceritakan kematian Arya (Ki) Dilah, hanya Babad Dermayu yang menceritakan kematian Pangeran Guru (Arya Dilah) karena perang melawan Endang Darma.
Kompleks makam Pangeran Salawe berada di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang. Lokasi ini berada pada koordinat 06º 20' 212" Lintang Selatan dan 108º 19' 150" Bujur Timur. Morfologis daerah berupa pedataran rendah dengan ketinggian sekitar 3 m di atas permukaan laut. Dahulu daerah di sekitar komplek makam ini dialiri Sungai Cimanuk. Sejak dibangun bendungan di Bangkir, aliran sungai dialihkan. Litologi daerah merupakan persebaran batuan hasil endapan sungai muda berupa pasir, lanau, dan lempung coklat. Komplek makam berada pada pemakaman umum. Sebelah barat dan utara komplek makam merupakan perkampungan, sedangkan sebelah selatan dan timur merupakan pemakaman umum.
Komplek makam berada pada sebidang tanah dengan luas 320 m2, berpagar tembok berukuran 20 x 16 m dengan tinggi 1,5 m. Untuk memasukinya melalui jalan masuk dilengkapi kelir (rana) yang terdapat di sisi barat. Keadaan sekarang merupakan hasil pembenahan (pemugaran) yang dilakukan pada bulan Juli tahun 1976. Di situs tersebut terdapat 24 kubur yang terbagi dalam 4 blok. Blok I terletak pada bagian barat laut komplek terdiri 4 kubur dengan jirat berundak. Kuburan tokoh utama yaitu Pangeran Guru Wirya Nata Agama, yang dipercaya berasal dari Palembang terletak pada bagian paling utara blok I (kubur nomor 1). Di sebelah selatannya (kubur nomor 2) dipercaya sebagai kuburan Endang Darma Ayu. Blok II terletak di sebelah timur blok I terdiri 8 kubur tanpa jirat (kubur nomor 5 - 12). Blok III terletak di sebelah selatan blok II terdiri 2 kubur yang juga tanpa jirat (kubur nomor 13 - 14). Blok IV terletak di bagian paling selatan komplek terdiri 10 kubur. Kubur nomor 24 dilengkapi jirat berundak. Kubur nomor 23 dilengkapi nisan ganda berhias motif flora dan geometris berupa bintang dengan sudut delapan.
Di dalam komplek makam terdapat beberapa pohon tua yaitu asam dan sawo kecik. Pada sudut tenggara terdapat pohon rotan. Menurut cerita pohon rotan tersebut merupakan tongkat Pangeran Guru Wirya Nata Agama yang dikubur dan kemudian tumbuh.
Setya Sastrodimedjo
Post a Comment Blogger Disqus