Mistikus Cinta

0
Al Habib Husein Bin Salim Bin Ahmad Bin Salim Al Muthohhar Semarang
Sekilas Tentang Habib Husein bin Salim Bin Ahmad bin Salim Al Muthohhar Semarang Jateng

Habib Husin Lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916, tepatnya di daerah Petek Semarang. Dari kedua orang tua beliau yang mulia yaitu:

1. Habib Salim bin Ahmad bin Salim Al Muthohhar dan ibu beliau:
2. Syarifah Mastur binti Husein Fad'aq.

Beliau adalah anak ke 4 dari 10 bersaudara. Beliau memiliki pendidikan yang tinggi di kala itu, dan kecerdasan diatas rata-rata. Beliau menguasai beberapa bahasa, diantaranya adalah: Bahasa Jawa Kuno, Belanda, Inggris, Jepang dll

Riwayat Pendidikan:
  • ELS (Europese Lagere School) (SD Eropa 7 tahun), merangkap mengaji/membaca Al-Quran pada guru wanita, Encik Nur.
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs) atau SMP 3 tahun di Semarang, merangkap mengaji pada Kiai Saleh.
  • MS (Algemeen Midelbare School) atau SMA, jurusan Sastra Timur, khusus bahasa Melayu, di Yogyakarta.
  • Universitas Gajah Mada, Jurusan Hukum merangkap Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di Yogyakarta (sesudah 2 tahun drop out karena perjuangan).
  • Semua Kursus/Training Pemimpin Pandu di Indonesia dan di London.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di Nederland.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di kantor PBB (United Nation Organization/UNO), New York.
Riwayat Karier:
  • Guru Bahasa Belanda di SD swasta Islam di Pekalongan.
  • Wartawan berita kota, surat kabar Belanda "Het Noorden" di Semarang, 1938.
  • Klerk di Cosultatie Bureau der Afdeling Nijverheid voor Noord Midden Java, Departement Ekonomische Zaken, 1939-1942.
  • Sekretaris Keizai Bucho (Kepala Bagian Ekonomi) Kantor Gubernur Jawa Tengah, 1943.
  • Pegawai Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api Jawa Tengah Utara) di Semarang, 1943-1948.
  • Sekretaris Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia, 1945-1946.
  • Ajudan III, kemudian Ajudan II Presiden Republik Indonesia, 1946-1948.
  • Pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 1969-1979.
  • Diperbantukan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) Departemen P&K, 1966-1968.
  • Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia pada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.
  • Direktur Protokol Departemen Luar Negeri merangkap Protokol Negara, 1973-1974
  • InspekturJenderal Departemen Luar Negeri dan selama 16 bulan, merangkap Direktur Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, merangkap Kepala Protokol Negara, 1974.
  • Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, golongan IVe.
Lagu Ciptaan:
Lagu ciptaannya yang populer adalah hymne Syukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars Hari Merdeka (1946). Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku, menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia.

Lagu anak-anak ciptaannya, antara lain: "Gembira", "Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari Tepuk", "Slamatlah", "Jangan Putus Asa", "Saat Berpisah", dan "Hymne Pramuka".

Perjuangan Al Habib Husein Bin Salim Bin Ahmad Bin Salim Al Muthohhar Untuk NKRI

Pengarang Lagu 17 Agustus dan Beberapa Lagu Kebangsaan lainnya

Bendera pusaka untuk pertama kali berkibar pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, begitulah secara resmi bendera kebangsaan merah putih dikibarkan.

Pada tanggal 4 Januari 1946, karena aksi teror yang dilakukan Belanda semakin meningkat, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Bendera pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam koper pribadi Soekarno. Selanjutnya, ibukota dipindahkan ke Yogyakarta.

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Namun, pada saat-saat genting dimana Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Soekarno sempat memanggil salah satu ajudannya, Mayor M. Husein Muthohhar. Sang ajudan lalu ditugaskan untuk untuk menyelamatkan bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan salah satu bagian “heroik” dari sejarah tetap berkibarnya Sang Merah putih di persada bumi Indonesia. Saat itu, Soekarno berucap kepada Muthohhar:

“Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”

Sementara di sekeliling mereka bom berjatuhan dan tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota, Muthohhar terdiam. Ia memejamkan mataya dan berdoa, Tanggungjawabnya terasa sungguh berat. Akhirnya, ia berhasil memecahkan kesulitan dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan kedua bagian merah dan putih bendera itu.

Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, kedua carik kain merah dan putih itu berhasil dipisahkan. Oleh Muthohhar, kain merah dan putih itu lalu diselipkan di dasar dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kain merah dan putih itu. Ia hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yang ada dalam pemikiran Muthohhar saat itu hanyalah satu: bagaimana agar pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-putih itu sebagai bendera, tapi hanya kain biasa, sehingga tidak melakukan penyitaan. Di mata seluruh bangsa Indonesia, bendera itu adalah sebuah “prasasti” yang mesti diselamatkan dan tidak boleh hilang dari jejak sejarah.

Benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Prapat (kota kecil di pinggir danau Toba) sebelum dipindahkan ke Muntok, Bangka, sedangkan wakil presiden Mohammad Hatta langsung dibawa ke Bangka. Muthohhar dan beberapa staf kepresidenan juga ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Ternyata mereka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Muthohhar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.

Di Jakarta Muthohhar menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang sebelumnya tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, ia kost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RI yang pertama)

Selama di Jakarta Muthohhar selalu mencari informasi dan cara, bagaimana bisa segera menyerahkan bendera pusaka kepada presiden Soekarno. Pada suatu pagi sekitar pertengahan bulan Juni 1948, akhirnya ia menerima pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkan bahwa ada surat dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepadanya.

Sore harinya, surat itu diambil Muthohhar dan ternyata memang benar berasal dari Soekarno pribadi. Isinya sebuah perintah agar ia segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogya kepada Sudjono, agar dapat dibawa ke Bangka. Bung Karno sengaja tidak memerintahkan Muthohhar sendiri datang ke Bangka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung kepadanya. Dengan cara yang taktis, ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka.

Itu tak lain karena dalam pengasingan, Bung Karno hanya boleh dikunjungi oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Nations Committee for Indonesia). Dan Sudjono adalah salah satu anggota delegasi itu, sedangkan Muthohhar bukan.

Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Muthohhar berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang ia sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang, meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit sekitar 2 cm dari ujungnya.

Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan, selanjutnya bendera pusaka diberikan Muthohhar kepada Soedjono untuk diserahkan sendiri kepada Bung Karno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Bung Karno dengan Muthohhar sewaktu di Yogyakarta. Dengan diserahkannya bendera pusaka kepada orang yang diperintahkan Bung Karno maka selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan Husein Muthohhar. Sejak itu, sang ajudan tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.

Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

Naskah pengakuan kedaulatan lndonesia ditandatangani 27 Desember 1949 dan sehari setelah itu Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta pun kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Hari itu juga, bendera pusaka dibawa kembali ke Jakarta.

Untuk pertama kalinya setelah Proklamasi bendera pusaka kembali dikibarkan di Jakarta pada peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950.

Selanjutnya Husein Muthohhar terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas mengibarkan Bendera Pusaka pada setiap upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Tokoh Pandu dan Pengarang Lagu

Al Habib Husein Bin Salim Bin Ahmad Bin Salim Al Muthohhar Semarang
Muthohhar terlibat Pramuka sejak awal lembaga kepanduan berdiri. Beliau adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Muthohhar juga menjadi tokoh di dalamnya.

Dalam kehidupan ber-Organisasi pengalaman beliau adalah sebagai berikut:

  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggota Kwartir Besar Organisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia ”Pandu Rakyat Indonesia”, 28-12-1945 s.d. 20-5-1961
  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pramuka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Latihan, 1961-1969
  • Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, 1973 -1978, dan anggota biasa, 1978-2004.
Lagu Syukur merupakan salah satu judul lagu paling terkenal yang dibuatnya pada tanggal 7 September 1944 setelah menyaksikan banyak warga Semarang, kota kelahirannya, bisa bertahan hidup dengan hanya memakan bekicot. Pak Mut, demikian ia akrab disapa, juga menciptakan mars yang menggelegak. Karyanya yang terkenal adalah Hari Merdeka. Beliau pun banyak menulis lagu-lagu Pramuka, salah satunya lagu yang sering kita nyanyikan bersama, yakni “Hymne Satya Darma Pramuka”.

Husein Muthohhar Mantan duta besar Italia ini, kemudian meninggal dunia pada tanggal 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Walaupun beliau berhak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki Tanda Kehormatan Negara Bintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memiliki Bintang Gerilya atas jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948 – 1949 tetapi Beliau tidak mau dan kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

NB :
1. Beliau adalah Khal (Paman dari pihak ibu) dari seorang da'i kondang dan masyhur Al Alim Al Habib Umar Al Muthohhar Semarang Jateng.

2. Banyak orang salah sangka dari singkatan 'H. Muthohhar' yang diartikan HAJI MUTHOHHAR, sekali-kali BUKAN, nama 'H' adalah singkatan dari HUSEIN MUTHOHHAR.

3.Al Fatihah ila hadhrotin Nabi Muhammad SAW, wa ila Arwahi Aalihi wa ashabihi wa khususon ila ruuh : Al Habib Husein bin Salim bin Ahmad Almuthohhar khossoh... Al Fatihah...

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Al Habib Husein Bin Salim Bin Ahmad Bin Salim Al Muthohhar Semarang | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top